Pages


Jumat, 21 Mei 2010

Chapter 19: Through the night without you

Setelah menempuh perjalanan cukup panjang, Bi Dam, Wolya, dan Godo tiba di Pelabuhan ,menaiki kapal menuju. "lapor Perdana Menteri Bi Dam.. kelompok terakhir sudah diberangkatkan.."bagus..Jenderal Wolya, Kolonel Godo?boleh aku minta sesuatu?"tanya Bi Dam. "siap Perdana Menteri.."jawab Wolya dan Godo. "karena musuh mengenaliku sebagai Jenderal, aku ingin kalian memanggilku demikian..aku tak ingin mereka sampai tahu Panglima Perang dan Perdana Menteri Shilla sedang tak ada di tempatnya di saat bersamaan..Yang Mulia Raja juga sudah setuju dengan hal ini.."kata Bi Dam "siap Jenderal"jawab Wolya dan Godo. "bagus..sekarang kalian istirahatlah karena perjalanan kita masih panjang.."kata Bi Dam. "siap Jenderal"jawab mereka berdua. Setelah Wolya dan Godo pergi, Bi Dam berdiri melipat tangannya dan merenung sendiri di tepi. "aku harap ini berhasil"pikir Bi Dam sambil mencium cincin yang melingkar di jarinya.

Kediaman Perdana Menteri Bi Dam.
Deok Man duduk menikmati teh di ruang keluarga.
"hmmm..nampaknya hanya tinggal kita berdua di sini"bisik Deok Man pada bayi yang dikandungnya. Lalu Deok Man memutuskan pergi ke ruang baca untuk mengisi waktu senggangnya. Di ruang baca, ia mencari buku yang terakhir dibacanya "aneh, seharusnya buku itu ada di sini.."pikirnya. Lalu ia melihat ke atas meja, di sanalah buku itu tergeletak. "hmm..apa mungkin Bi Dam yang membacanya"pikirnya. Lalu ia membawa buku itu, duduk, dan membacanya. Deok Man membuka halaman yang terakhir dibacanya "sraak.." sebuah amplop merah terjatuh dari buku. Deok Man memungut amplop itu dan melihatnya. Di amplop tersebut tertulis nama Deok Man dalam tulisan khas seseorang yang dikenalnya. "surat untukku?tapi bukankah ini tulisan Bi Dam?"pikirnya lalu ia membuka amplop itu dan melihat isinya. Dibacanya isi surat itu.
ihdaeroh
dolaseolgeomyeon
sarajilgeomyeon
pieonaji anaseo

ihreokgeh
barabomyeonseo sumi makhimyeon
nuneul gameunchae sal ado joeulgga

boji anado boyeoseo
deutji anado deulyeoseo
geudae sumgyeoleh dasi sal anan baramggotcheoreom

gago sifeodo motganeun
an goh sifeodo motanneun
geudae songgeutih naemameh daeuhni

gin gin bamih jinagoh namyeon algga
nunmul sokeh utgoh ihtneun sarangeul

jabgoh sifeodo motjabneun
gagoh sifeodo motganeun
geudae maheumeh dasi sal-anan baramggotcheoreom

boji anado boyeoseo
deutji anado deulyeoseo
barameh sillyeo heuteohjeo nallimyeo
geudae maheumeh heuteohjeo nallimyeo
Air mata menetes dari matanya. "Bi Dam"gumamnya sambil menahan air mata.
Ia mendekap surat itu dan menutup matanya dapat terbayang dengan jelas dalam pikirannya suara Bi Dam sedang membacakannya di dekatnya lalu tersenyum kepadanya. Deok Man tersenyum membayangkannya. " dimanapun kau berada, hati ini selalu bersamamu Bi Dam.."bisiknya. Lalu Deok Man menghapus airmatanya dan merapikan kembali surat itu, kemudian membawanya ke kamar untuk disimpannya.

Malam hari. Di atas kapal.
Bi Dam berdiri menatap laut yang gelap di depannya. "istirahatlah Jenderal..besok pagi kita sampai"kata Wolya dari belakang. "ah ya..aku sedang memikirkan strategi cadangan jika yang ini gagal.."jawab Bi Dam. Raut mukanya muram. "aku yakin ini pasti berhasil Jenderal..aku sudah memilih orang-orang terbaik untuk ini..tenanglah.."kata Wolya. "hmmm..ya..kita harus optimis" jawab Bi Dam tersenyum memandang langit. "aku yakin ini berhasil dan aku akan pulang ke tempatmu Deok Man"pikirnya.

Kediaman Perdana Menteri Bi Dam.
Deok Man berbaring di tempat tidurnya. Memejamkan matanya untuk tidur
"selamat tidur Bi Dam"gumam Deok Man.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar