Pages


Selasa, 29 Maret 2011

Pictures for OFSC Chapter 84: Final Encounter 

cr: MBC 
I didn't own these pictures

Our Future Still Continue Chapter 84: Final Encounter




Luar Benteng Hwangsanbeol
Yushin, Seolji,  Yesung ,dan Im Jong berkumpul di belakang barisan prajurit pertahanan garis belakang.  Posisi Pasukan Shilla semakin terpuruk dengan ditembusnya baris depan pertahanan mereka“Komandan Seol Ji berapa persediaan senjata kita yang tersisa?” tanya Yushin. “senjata yang ada hanya tinggal 5.000 anak panah, dan 6 pelontar yang tersisa..sedangkan senjata yang lain sudah habis dibawa pasukan..” jawab Seolji.  Yesung dan Im Jong pun saling bertukar pandangan. “apakah kita bertahan dengan kondisi senjata seperti ini?” pikir mereka.  Yushin pun bisa menangkapa apa yang ada di pikiran mereka. Ia pun diam sejenak berpikir mengenai langkah apa yang harus dilakukannya. Kemenangan atas Baekje nampaknya sudah semakin mustahil. “ada hal yang lebih bernilai daripada sekedar meraih kemenangan..” pikir Yushin.  Ia pun menghela napas dalam-dalam dan menatap ketiga bawahannya yang menunggu perintah darinya. “aku memerintahkan Jenderal  Yesung, Jenderal Im Jong, Komandan Seolji di bawah pimpinan  Jenderal Wolya untuk menarik 5.000 pasukan yang ada di sini ke kota-kota terdekat  wilayah Hwangsanbeol…jika pasukan Baekje berhasil mencapai sana, aku ingin kalian bisa menahannya semaksimal mungkin agar mereka tidak berhasil mencapai kota-kota lainnya yang berada dalam radius 80 ri dari sini..” Seolji, Yesung dan Im Jong pun terkejut begitu mendengar hal itu “ta..tapi Panglima..” sergah Seolji. “LAKSANAKAN!!” seru Yushin. “siap Panglima..” jawab mereka bertiga. Yushin segera  menaiki kudanya dan memacunya cepat-cepat menuju area pertempuran.

Benteng Hwangsanbeol
“HAIIKK!!” Bi Dam melangkahkan kakinya kuat-kuat.   “HEAAA!!”  Daemusin pun menebaskan pedangnya. Bi Dam berkelit merunduk. Mengetahui serangannya tidak kena, Daemusin pun membalikkan  badannya dan mengambil ancang-ancang dengan memposisikan pedangnya di samping  pipi kanannya “KALI INI KAU PASTI MATI BI DAM!!”  serunya. Bi Dam pun sudah bersiap menusuk dari bawah “ HAIKKK!!!” Bi Dam dan Daemusin pun kembali bertemu di tengah area pertarungan.
“BI DAAM!!” jerit Deok Man. Kain penutup mulutnya pun terlepas. 

Luar Benteng Hwangsanbeol
"HEAA!!" Wolya menebas satu persatu prajurit Baekje yang berusaha menyerangnya. 3 prajurit berkuda Baekje mengepungnya lalu menjebak Wolya yang berdiri di tengah dengan rantai-rantai yang mereka rentangkan. "bunuh dia!!" lima prajurit bertombak Baekje sudah siap melemparkan tombaknya ke arah Wolya. 3 buah panah melesat mengenai punggung ketiga prajurit Baekje tersebut. Wolya melihat dari kejauhan Yushinlah yang menembakkan panah-panah tersebut dari atas kudanya. Wolya pun tidak tinggal diam. Ia menarik salah satu rantai yang membelitnya sehigga salah satu pengendara kuda Baekje pun terjatuh ke bawah. “HAIIK!!” salah seorang prajurit bertombak Baekje yang tersisa menyerangnya. Wolya pun menghindar dan menarik tombak itu sambil memutar badannya lalu menusuk 2 prajurit sekaligus dengan tombak itu.  “kau baik-baik saja?” tanya Yushin yang baru saja menghabisi pasukan berkuda Baekje yang menjebak sahabatnya itu. Wolya pun mengangguk. Yushin turun dari kudanya lalu menyerahkan tali kudanya pada Wolya. “untuk apa?” tanya Wolya. “kau pergilah ke garis belakang temui Jenderal Yesung, Im Jong, dan komandan Seolji…mereka tahu apa yang harus dilakukan..” Yushin mengeluarkan pedangnya dan berjalan melewati Wolya. Wolya menahan bahu Yushin “jangan katakan kau ingin mengorbankan dirimu untuk menjadi pahlawan bagi negeri ini?!”  Yushin melepaskan tangan Wolya dari bahunya.  “aku hanya ingin melindungi Shilla..jika Gyebaek tahu aku ikut mundur, ia pasti akan memerintahkan pasukannya mengejarku…  aku, Jenderal Baek Ui dan Deok Chung  akan berusaha sebisa mungkin menahan mereka di sini dan akan menyusul kalian setelahnya…”   Wolya pun terdiam sebentar. Ia bisa memahami cara berpikir sahabatnya itu, lalu ia menaiki kudanya dan membalikkan badannya, memunggungi Yushin.  “kau!! jika kau tidak menyusul kami..akan kucabut gelarmu sebagai Panglima terhebat 3 Han!!” Yushin pun tertawa kecil  “akan kubuktikan pada wakilku bahwa itu adalah mustahil!” serunya.  Yushin pun berlari menuju area pertempuran. “tak akan kubiarkan Baekje mengambil wilayah Shilla!!” pikir Yushin. “HAIKK!!!”

Benteng Hwangsanbeol  
 “CLAAK…CLAAK” suara darah menetes jatuh ke lantai. Bi Dam dan Daemusin terdiam di tengah. Pedang Daemusin berhasil mengiris lengan kanan Bi Dam sementara Bi Dam berhasil menghujamkan  pedangnya tepat  di dada kanan Daemusin. “BI DAAM..BI DAAM…” isak Deok Man memanggil nama suaminya berulang-ulang  dari tempat duduknya. “Tu..Tuan!!”  Shin Ae yang dari tadi diam karena tegang memperhatikan pertarungan pun ikut menjerit. "SRAAT.." Bi Dam mencabut pedangnya. Daemusin pun limbung dan mundur ke belakang sebelum akhirnya jatuh duduk. “Tu..Tuan!!” Shin Ae segera berlari menghampiri tuannya itu. Bi Dam jatuh berlutut sambil bertumpu pada pedangnya “HOEEK!!” dan memuntahkan darah dari mulutnya.  Rupanya pendarahan organ dalamnya semakin parah. “BI DAAM!!” isak Deok Man. Bi Dam pun menghapus sisa darah dari mulutnya lalu menoleh menghadap istrinya dan tersenyum  “aku akan segera menjemputmu Deok Man..” gumamnya. Dengan segenap tenaganya, Ia pun berusaha untuk bangun “aku harus segera menyelesaikan ini semua…” pikirnya. Bi Dam pun berjalan mendekat ke arah  Daemusin yang sedang duduk dipapah Shin Ae. Shin Ae pun berusaha melindungi Daemusin. Ia berdiri di antara Daemusin dan Bi Dam. “Jangan!!Tuan sudah terluka cukup parah…aku mohon…ini sudah cukup kan?” isaknya. Shin Ae pun berlutut di hadapan Bi Dam dan memohon.  Melihat kondisi Daemusin yang parah lalu melihat Shin Ae yang memohon di hadapannya, ia pun menyarungkan pedangnya.  Shin Ae pun berterima kasih pada Bi Dam “te..terima ka..” “sraaaat..” sebilah pedang panjang menembus keluar dari dada kiri Shin Ae dan menusuk perut Bi Dam yang sudah terluka parah. “ugh!!” Bi Dam pun jatuh ke lantai. “Tu..Tuann..” gumam Shin Ae sebelum akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya dan rubuh. “KAU LEMAH BI DAM!!” seru Daemusin sambil tertawa. “BI DAAM!!” jerit Deok Man.

Luar Benteng Hwangsanbeol
“apa semuanya sudah siap?” tanya Wolya. “sudah Jenderal!!” jawab  Yesung, Im Jong, dan SeolJi serempak. “Jenderal apa kau benar-benar akan meninggalkan Panglima sendiri?” tanya Seolji. Wolya menoleh ke belakang, tempat dimana peperangan masih berlangsung. “tentu saja tidak…” jawab Wolya. “Jenderal?” tanya Yesung. “Seolji, tentu kau masih ingat aku pernah memintamu membuat gudang persenjataan rahasia untuk Bokyahwoe di wilayah perbatasan Goguryeo… “  Seolji pun terdiam sejenak sebelum ia menepuk jidatnya sendiri “astaga!!bagaimana aku bisa melupakannya!!” ujarnya. “apakah menurutmu senjata itu bisa dipakai?” tanya Wolya. “tentu saja!senjata buatan pengrajin di bawah bimbinganku pasti akan bertahan lama..” jawab Seolji dengan rasa bangga akan dirinya. “kalau begitu aku perintahkan pada pasukan di bawah Jenderal Im Jong dan Jenderal Yesung untuk tidak membawa persediaan senjata biar nanti pasukan tersebut menggunakan senjata dari gudang persenjataan rahasia yang dibuka Seolji..”  “baik Jenderal!” jawab Jenderal Yesung dan Im Jong serempak. “Jenderal Im Jong, aku percayakan komando kepadamu,lindungi wilayah perbatasan Shilla!!” ujar Wolya. “siap Jenderal!!” Jenderal Im Jong menundukkan kepalanya. “Seolji aku percayakan persediaan persenjataan di sana padamu..” “siap Jenderal!!” jawab Seolji. Jenderal Im Jong, Jenderal Yesung, dan Seolji pun pergi meninggalkan Wolya sendiri di garis belakang pertahanan Shilla. “Shilla bukanlah hanya tanggung jawab Yushin semata…Shilla sudah menerima penduduk Gaya..maka Shilla adalah tanggung jawabku juga..” gumam Wolya. “hah..hah..aku temukan kau Wolya!!” Wolya membalikan badannya. Dilihatnya seorang pria berpakaian bersimbol Baekje layaknya seorang jenderal besar dengan wajah tertutup sebelah oleh rambutnya. Tubuh pria itu penuh dengan cipratan darah seperti baru saja habis membantai satu batalyon pasukan. “kau..” gumam Wolya.  “ada hutang yang harus kau bayar padaku Wolya.. ” Jenderal Hodong menyeringai lebar.  

Benteng Hwangsanbeol  
“keparat kau Daemusin!!padahal dia sudah berusaha melindungimu tapi kau..” ujar Bi Dam dengan napas tersenggal-senggal sambil berusaha bangun. Daemusin mendorong mayat Shin Ae ke lantai. “aku tak butuh belas kasihan…” ujar Daemusin yang sudah menghunuskan pedangnya. “kau!!” geram Bi Dam. “CRAAT!!” darah menyembur keluar dari perut Bi Dam yang terluka. “argh!!” Bi Dam pun kembali jatuh tersungkur. “ini bukan saatnya mengasihani kematian orang lain, di saat kematianmu sudah dekat..”  ujar Daemusin sambil menyeringai lebar. Ia berjalan semakin mendekat dengan pedang di tangan kanannya.  

Luar Benteng Hwangsanbeol
“HIDUP KEJAYAAN BAEKJE!!BAEKJE!!”
Mendengar teriakan itu Yushin menoleh. “apakah Gyebaek berhasil menaklukan barisan pertahanan lagi?” pikirnya. Segerombolan prajurit berusaha menyerangnya  “HAIIIK!!” Yushin menusuk 5 orang sekaligus dengan tombak di tangannya. Lalu ia mencabut pedangnya dan melawan prajurit Baekje yang lain.  “kalian cepatlah berlindung..” ujarnya pada dua prajurit bawahannya yang terluka yang saling memapah satu dengan yang lain. “ba..baik Panglima..” ujar kedua prajurit itu. Salah seorang prajurit Shilla berlari ke arahnya dan memberi hormat “Panglima…pertahanan di wilayah barat berhasil dibentuk kembali…pasukan Jenderal Deok Chung dan Baek Ui berhasil memukul mundur Baekje di sana..” ujarnya dengan rasa gembira. “bagus… sekarang perintahkan Jenderal Deok Chung dan Jenderal Baek Ui untuk fokus ke tengah..” ujar Yushin. “siap Panglima!” jawab prajurit itu. “seperti kata Tuan Putri..meskipun kecil..harapan itu akan selalu ada…” pikir Yushin. “DEMI KEJAYAAN SHILLA!!DEMI SHILLA YANG BESAR!!” seru Yushin sambil mengacungkan pedangnya tinggi-tinggi. “HEAA!!” Pasukan Shilla yang tersisa ikut berteriak dan kembali bersemangat.
“BUAAGG!!BUUAG!!” Wolya dan Hodong saling menunjukkan kepiawaian mereka melakukan beladiri dengan tangan kosong. Dengan satu sapuan kaki, Hodong berhasil menjatuhkan Wolya dan kesempatan ini digunakannya untuk mencekik lawannya itu “kau harus melunasi penghinaan yang telah kau berikan padaku!!” seru Hodong. “KA..KAU!!” geram Wolya sambil berusaha melepaskan tangan-tangan Hodong yang mencekik lehernya. Hodong mengeluarkan belati kecil dari balik lengan pakaiannya. “akan kubuat kau merasakan apa yang aku rasakan!!” ujar Hodong menyeringai.  “SRAAT…”

Menjelang pagi hari
Istana Ingang, Shilla
Yang Mulia Raja membaca berulang kali gulungan surat yang dibacanya. Ia masih tidak percaya dengan apa yang telah Jenderal Baek Jong serahkan kepadanya. “SRAAK..” Pejabat Kim Seo Hyun memasukki ruangan dan memberi hormat. “Yang Mulia mereka sudah berada memasukki wilayah perbatasan Shilla dengan Hwangsanbeol..” ujar Kim Seo Hyun. Yang Mulia Raja menggulung surat yang berstempel Kekaisaran Tang itu dan meletakkannya di atas meja. “buka gerbang perbatasan!!” serunya.

Benteng Hwangsanbeol
“KAU AKAN SEGERA MATI BI DAM!!” seru Daemusin yang perlahan berjalan mendekat dengan pedang di tangan kanannya.
“BI DAAM..BI DAAM…bangunlah..” Deok Man terus menerus memanggil nama suaminya. Namun Bi Dam belum juga bangun sementara Daemusin perlahan semakin mendekat.  
“ugh..” Bi Dam berusaha membuka matanya namun rasanya sangat berat. “hosh..hosh..” sambil menahan pendarahan di perutnya iaa berusaha bertumpu pada satu tangannya untuk bangun namun lagi-lagi tersungkur ke lantai. Matanya tertuju pada istrinya yang terus menerus memanggil namanya. “Deok Man..Deok Man…” gumamnya.  Bi Dam pun mengambil pedangnya yang tergeletak di  lantai dan dengan segenap kekuatan yang tersisa, ia pun berusaha berdiri kembali. “AKU TIDAK BISA MATI BEGITU SAJA!!” serunya.
“HEAA!!!” Daemusin melancarkan serangan. Bi Dam yang masih limbung berusaha memasang kuda-kuda bertahan.
“JAB!!JAB!!”

Luar Benteng Hwangsanbeol
“ugh..” Wolya berusaha untuk bangkit berdiri dan mengambil pedangnya. Dilihatnya mayat Hodong yang tergeletak di tanah. Ia mati akibat tertusuk belatinya sendiri tepat di lehernya. Wolya bisa melihat kobaran api dan asap dari arena peperangan. “mudah-mudahan aku belum terlambat untuk membalas budiku pada Shilla..” gumam Wolya. “Jenderal…” Wolya menoleh ke belakang. Ternyata Jenderal Yesung yang memanggilnya. “Jenderal Yesung, kenapa engkau kembali?bukankah aku memerintahkan dirimu untuk..”
Dari balik punggung Jenderal Yesung, seorang pria berpakaian besi berwarna emas dengan jubah merah  berjalan menghadap Wolya dan memberi hormat padanya. Wolya melihat lambang kerajaan yang terpasang pada lengan pakaian besi pria itu. “kau?” gumam Wolya. “saya Jenderal Zhou Yu diutus oleh Kaisar Taizong untuk membentuk aliansi Tang dengan Shilla..” ujar pria itu seraya menyerahkan sebuah gulungan pada Wolya.

Benteng Hwangsanbeol
2 buah panah melesat di udara lalu menghujam Daemusin tepat pada dadanya. “ugh..”  Daemusin menyemburkan darah dari mulutnya. “HEAA!!” Bi Dam dengan sekuat tenaganya yang tersisa menusuk  Daemusin hingga akhirnya Daemusin pun jatuh berlutut dan tersungkur di lantai tanpa bisa bangkit lagi. “haah…” Bi Dam pun kehabisan tenaganya dan mulai limbung kehilangan keseimbangannya. “Tuan Perdana Menteri!!” seru Alcheon bersama kelima hwarang pengawal Deok Man. Il Woo yang masih memegang busur di tangannya bersama Alcheon dan Bi Ryu berusaha memapah Bi Dam, sementara Dae Gil, Yong Joon, dan Shi Yoon berlari menuju Deok Man dan membebaskannya dari tali-tali yang mengikatnya.
“BI DAM..” Deok Man segera berlari menuruni tangga menghampiri suaminya.
“Deok Man…” gumam Bi Dam, ia berusaha melepaskan diri dari sanggahan para hwarang dan berjalan perlahan. “Deok Man..” gumam Bi Dam tersenyum ketika berada di hadapan istrinya. Dengan tertatih-tatih, Bi Dam berjalan sebelum akhirnya ia jatuh dalam pelukan hangat istrinya. “akhirnya aku  bisa memelukmu kembali…Deok Man..” bisik Bi Dam. “Bi Dam…” bisik Deok Man. “sraat..” Deok Man merasa tubuh Bi Dam semakin berat bersandar padanya. “Bi Dam?Bi Dam?” panggil Deok Man dengan nada khawatir. “bruuk..” Tubuh Bi Dam perlahan merosot dan hampir saja  jatuh jika Alcheon dan hwarang lainnya tidak memapahnya. “Bi Dam...Bi Dam bertahanlah….sebentar lagi kita kan keluar dari sini..” ujar Deok Man sambil berusaha menahan pendarahan Bi Dam dengan tangannya dibantu yang lain. “Bi Dam..kau harus bertahan Bi Dam…kau harus bertahan..” ujar Deok Man. Namun mata Bi Dam masih menutup rapat dan tidak membuka. Air mata mengalir semakin deras membasahi pipi Deok Man. “BI DAAM..” jerit pilu Deok Man.

Kamis, 17 Maret 2011

Our Future Still Continue Chapter 83: Fight Till Death



“KEPARAT KAU DAEMUSIN!!” Bidam menyerang Daemusin sambil mengeluarkan amarahnya. Daemusin terus melompat ke belakang menangkis setiap serangan Bi Dam.  Daemusin melompat ke atas dan sekarang berdiri di atas tembok. “jika kau ingin menyalahkan orang..salahkan dirimu sendiri..” serunya sambil menyeringai.”MAJU KAU!!” Bi Dam menggeram marah.  Daemusin  melompat dari atas tembok dan melakukan serangan atas. “kau mengkhianatinya!kau gagal melindunginya!lihatlah akibat apa yang ia alami sekarang karena ULAHMU!”  “TRAANG” Bi Dam menahan laju pedang Daemusin. “AKU MENCINTAINYA!!hyaa!!” Bi Dam mementahkan pedang Daemusin. Daemusin terdorong ke belakang sedikit lalu  berlari menyerang. “TRAANG!!” Bi Dam menangkis serangan pedang Daemusin. Daemusin pun geram “KAU TAK PANTAS MEMILIKINYA!BAHKAN MENGATAKAN CINTA PADANYA!! ” Ia  melompat dan melakukan tendangan berputar. Kali ini Bi Dam tak bisa menghindar, wajahnya terkena tendangan telak dari Daemusin dan hampir saja jatuh ke tanah jika tangan kirinya tidak menahannya.  Dengan berpijak dengan tangan kirinya, Bi Dam melakukan tendangan balasan yang tepat mengenai dagu Daemusin.  Bi Dam berguling dan kembali membangun serangan. Ia berlari mengacungkan mata pedangnya ke depan, namun Daemusin tidak lengah, ia justru menarik tangan kanan Bi Dam dan memilintirnya ke belakang, Daemusin berputar ke belakang dan menyikut wajah Bi Dam dengan sikut dan tinjunya. Kemudian ia menarik tangan Bi Dam dan melakukan bantingan ke depan.  Seketika lantai berbatu itu basah karena darah Bi Dam. “hmmmmph!!!” Deok Man berteriak sekuat-kuatnya dari balik penutup mulutnya melihat suaminya tergeletak bersimbah darah.

Luar Benteng Hwangsanbeol
“TEMBAK!!” seru Baek Ui dari atas kudanya. Ratusan anak panah melesat menembus hutan yang gelap. “aargh..” terdengar suara –suara orang kesakitan dari dalam hutan.  Namun semua suara kesakitan itu hilang bersamaan dengan munculnya seruan “HABISI PASUKAN SHILLA!!”  Ribuan pasukan bertombak dan berpedang Baekje berlari keluar dari hutan menyerbu pasukan Shilla yang sudah membentuk barisan. “SERANG BAEKJE!!” Yushin berseru sambil mengangkat pedangnya lalu memacu kudanya. Diikuti seluruh pasukan Shilla, mereka bertempur melawan Baekje.

“berapa pasukan kita yang tersisa?” tanya Gyebaek yang masih berada dalam hutan. “kira-kira 68.000 Jenderal..” jawab Jenderal Hodong. “jumlah pasukan Shilla?” tanya Gyebaek lagi. “diperkirakan jumlah pasukan mereka sudah hilang lebih dari separuh Jenderal..” jawab Jenderal Hodong. Gyebaek terdiam sebentar seperti sedang memperhitungkan sesuatu “aku tak ingin jumlah pasukan kita berada di bawah 60.000…Seoraboel belum kita taklukan..”  “siap Jenderal!” jawab Jenderal Hodong. Gyebaek diikuti Hodong  kembali memacu kudanya menuju medan pertempuran yang sudah menantinya di ujung hutan. “SIAPKAN SELURUH PERSENJATAAN!SEBELUM FAJAR SHILLA HARUS DITUNDUKKAN!!” seru Gyebaek sambil memacu kudanya melewati pasukan baris belakangnya. “HIDUP BAEKJE!!”

“TRANG!!TRAANG!!” Yushin dan Jenderal Yesung beradu punggung menghadapi pasukan Baekje yang mengepung mereka berdua. “apakah kau sudah mengirim surat ke kota sekitar?” tanya Yushin “sudah Panglima..sepertinya pihak Istana sudah memrintahkan evakuasi lebih dahulu sejak kemarin..dan dipastikan sebelum fajar menyingsing seluruh penduduk kota sudah dievakuasi..” jawab Jenderal Yesung. “bagus…sebisa mungkin kita menahan mereka di sini….kita tahan mereka SAMPAI MATI!!” seru Yushin yang mulai menyerang.

Benteng Hwangsanbeol, Baekje
“hmmph!!!”hmmph!!” Deok Man terus meronta dari kursinya. Ia berusaha memaksakan kedua pergelangan tangannya terlepas dari tali yang mengikatnya, namun yang terjadi, bukanlah tali itu terlepas, tetapi malah kedua pergelangan Deok Man terluka karenanya. “Bi Dam!!” jerit Deok Man dalam hatinya. Ia melihat suaminya perlahan bangkit dan bersiap untuk bertarung kembali. “lihatlah akibat perbuatanmu Bi Dam!!negerimu sedang berada di ambang kehancuran!!padahal Tuan Putri mempercayakannya padamu!!dan sekarang kau tak bisa melindungi Tuan Putri!KAU GAGAL!!KAU GAGAL!!” seru Daemusin. Daemusin pun menatap ke arah Deok Man “lihatlah Tuan Putri!ia menjadi kotor! Deok Man sudah kotor Bi Damkarena kebodohanmu!!!” Mendegar itu, Bi Dam segera melakukan serangan. “JANGAN PERNAH KAU SEBUT DIRINYA KOTOR!!” Ia memutar badannya dengan cepat sambil menghunuskan pedangnya. “aku hanya mengatakan kenyataan..” Daemusin menahan laju pedang Bi Dam dengan  sarung  pedang miliknya kemudian tangan kanannya menusukkan pedang tepat di lengan kanan Bi Dam. “CLAASH!!” darah membasahi lengan kanan Bi Dam. “urgh!” Bi Dam menahan rasa sakit pada lengan kanannya. Daemusin pun tak menyia-nyiakan kesempatan. Setelah mencabut pedangnya dari lengan Bi Dam, serangan darinya pun  berlanjut. Dari lengan kanan turun ke perut,Daemusin menghujamkan pedangnya tepat pada perut Bi Dam. “ARRGH!” Bi Dam mengerang. Dengan panjang pedang yang ditunjang kekuatan ototnya, Daemusin mengangkat  Bi Dam dengan mata pedangnya ke atas lalu melemparkannya. “kau sudah mengambil segala yang terbaik darinya!! takhtanya harus ia tinggalkan!! unifikasi 3 kerajaan yang menjadi impiannya harus dilepaskannya!! dan sekarang kehormatannya pun hilang sudah!!” seru Daemusin. Bi Dam terbaring terlentang sambil menahan pendarahan pada perutnya. “maafkan aku Deok Man..” gumam Bi Dam.

“BANG!” badan Alcheon beradu dengan teralis besi penjara tersebut. Alcheon berniat memukul kedua tangan yang menariknya itu dengan obor di tangannya, tapi rupanya sudah ada tangan lain yang menodongkan pisau pada lehernya.  “serahkan kunci sel ini!!” terdengar suara laki-laki dari sel itu. Sel itu cukup gelap sehingga Alcheon tak bisa melihat dengan jelas tangan-tangan siap itu. Tapi yang pasti ada 3-4 orang yang ada di situ. “baiklah aku menyerah…akan kuberikan kuncinya..” jawab Alcheon sambil merba-raba saku bajunya.Meskipun pisau yang ditodongkan padanya tidak menjauh namun perlahan tangan yang menarik kerah bajunya mengendur, Alcheon pun menarik tangan yang mengacungkan pisau padanya, memukulnya hingga pisau itu terlepas dari pemegangnya,kemudian ia memukul tangan-tangan yang memegangi kakinya dengan obor di tangannya. Alcheon terlepas dan melompat ke belakang. “siapa kalian?” seru Alcheon. Namun tak ada jawaban dari sel gelap itu.  Alcheon dengan hati-hati mendekatkan obornya pada sel itu. Rupanya ada 5 laki-laki dalam sel itu. “Kepala Pengawal Alcheon…” salah seorang dari keempat orang itu mengenalinya “ka..kalian??” Alcheon terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Luar Benteng Hwangsanbeol
“heaaa!!” Baek Ui mendorong 5 tentara sekaligus dengan golok panjangnya. “jleb..” ia menarik dan menusukkan mata goloknya dari satu prajurit ke prajurit yang lain. Ia melihat para pasukan Baekje bersiap untuk menembakkan panah-panah mereka. “PASUKAN SHILLA ANGKAT PERISAI KALIAN!!” seru Baek Ui.  Namun sebelum pasukan Baekje menembakkan panah-panahnya, ribuan panah api dari arah belakang pasukan Shilla sudah mengangkasa lebih dahulu. “panah siapa itu?” pikir Baek Ui. Ia pun menoleh ke belakang. Ribuan pasukan bersenjata lengkap menuruni lembah menuju area pertempuran.  Ribuan pasukan dimana Jenderal Wolya memimpin mereka di depan.
Yushin segera memacu kudanya menuju tempat sahabatnya itu.  “apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Yushin begitu menemui Wolya. Wolya datang tidak sendiri, ia ditemani Jenderal Im Jong dan Jenderal Deok Chung serta komandannya yang setia, Seolji.  “tugas kami di Wonju sudah selesai sehingga kami bersama sebagian pasukan memutuskan pergi ke sini membantu kalian sementara yang lain menjaga perbatasan dengan Goguryeo..kita semua di sini untuk berperang melawan Baekje..” jawab Wolya dengan mantap.

Ruang Kerja Raja, Istana Ingang, Shilla
“bagaimana situasi di Hwangsanbeol?” tanya Yang Mulia Raja yang baru saja duduk di kursinya. “dari laporan yang terakhir kami terima…Panglima Yushin berserta pasukannya berhasil memperoleh kemenangan pertama, namun karena seiring berjalannya perang, perbandingan jumlah pasukan pun  menjadi semakin tidak seimbang dan Panglima Yushin juga memberikan perintah evakuasi ” jawab Kim Yong Chun. “apakah pasukan Jenderal Wolya belum juga tiba di sana?” “belum Yang Mulia…tapi kami sudah menerima kabar bahwa mereka sudah melewati kota Taejon..” Yang Mulia Raja terdiam memikirkan langkah selanjutnya yang harus diambilnya. “hamba mohon menghadap Yang Mulia..” seru Jenderal Baek Jong. “masuklah..” jawab Yang Mulia Raja. “ Jenderal Baek Jong melangkah masuk ke dalam dan memberi hormat “Yang Mulia ada kabar penting yang harus saya sampaikan..” katanya dengan wajah tegang.

Benteng Hwangsanbeol, Baekje
“Bi Dam!!Bi Dam!!” jerit Deok Man dari balik kain penutup mulutnya. Air mata dan peluh mengalir dari wajahnya. “hhmph!!” Deok Man berusaha menarik tangannya yang terikat ke belakang pada kursi dengan sekuat tenaga. Akibatnya darah segar mengalir dari kulit pergelangan tangannya yang terluka. Shin Ae pun tidak tega melihat itu semua. Ia menghampiri Deok Man dan memintanya untuk berhenti melakukan itu. “Tuan Putri hentikanlah..tangan Tuan Putri bisa terluka..” ujar Shin Ae sambil mengelap darah dari pergelangan tangan Deok Man dengan sapu tangan. Namun Deok Man tetap nekat melakukan itu.  “hhmmph!!” Deok Man menarik dengan sekuat tenaga namun ikatan tali pada tangannya tidak juga terlepas. Tak lama kemudian Deok Man pun menangis putus asa. Mungkin dari sekian pengalaman dalam hidupnya ini akan menjadi yang terburuk dalam seumur hidupnya, melihat suami terluka parah tanpa bisa berbuat apa-apa dan dinodai oleh laki-laki lain. Air mata Deok Man mengalir semakin deras membasahi pipinya. “maafkan aku Bi Dam..aku sudah tak pantas lagi jadi istrimu..” gumamnya.

Shin Ae tidak tega melihat  kondisi Deok Man yang seperti itu. Mungkin posisi mereka sekarang adalah sebagai musuh yang berhadapan satu sama lain, tapi mereka mempunyai satu kesamaan yakni sebagai wanita. Wanita yang memiliki seorang pria yang dicintainya. “mungkin sebaiknya aku memberi tahukan kebenarannya..”  pikir Shin Ae

Luar Benteng Hwangsanbeol
“pasukan siapa itu?” geram Gyebaek. Jenderal Tae Hyun dan Jenderal Hdoong hanya diam karen tidak tahu. Seorang prajurit berlari menghadapnya “Jenderal, pasukan Shilla mendapatkan tambahan pasukan!” “tambahan pasukan?siapa yang memimpinnya?” tanya Gyebaek. “kata Jenderal Yul Gang yang berada di baris depan, pasukan itu dipimpin oleh Jenderal Wolya..” jawab prajurit itu. Mendegar itu, Hodong tiba-tiba turun dari kudanya dan menarik pakaian besi prajurit itu “Wolya katamu?!!apa kau yakin?!!”  geramnya. Prajurit itu nampak ketakutan “i..iya Jenderal..Jenderal Yul Gang sendiri yang berkata demikian..” Hodong pun melepaskannya lalu segera menaiki kudanya kembali dan memacunya menuju arena pertempuran. “Jenderal?Jenderal tidak menghentikannya?” ujar Jenderal Tae Hyun yang bingung karena  reaksi Gyebaek yang hanya membiarkan Hodong pergi bahkan menahan dirinya untuk tidak mengejar Hodong. “kau tak akan bisa menghentikan amarahnya..” ujar Gyebaek. “amarah?apakah ada hubungannya dengan Wolya dari Shilla?” tanya Jenderal Tae Hyun. “sangat erat hubungannya..” jawab Jenderal Gyebaek. “Wolya dari Shilla adalah orang yang menyebabkan luka di wajah Hodong…”

Benteng Hwangsanbeol, Baekje
“Tuan Putri ada yang saya ingin beritahukan pada Tuan Putri..” Deok Man sama sekali tidak menggubris Shin Ae yang berlutut di sampingnya.  “Tuan Daemusin tidak pernah bersetubuh denganmu Tuan Putri..” Deok Man pun menoleh. Kedua alis matanya terangkat. Shin Ae mengerti bahwa Deok Man pasti bertanya “apakah benar?”  Shin Ae pun mengangguk “itu semua hanya bohong…Tuan memang melakukan sesuatu pada leher Tuan Putri...tapi ia tidak melakukan hal lain selain itu…”

 “bangunlah Bi Dam, aku tahu kau masih bisa berdiri..” seru Daemusin dengan nada mengejek. “apa kau sudah kehilangan alasan bertarungmu setelah tahu bahwa istrimu sudah kotor?” ejek Daemusin. Bi Dam dengan susah payah berusaha untuk bangun sambil menahan pendarahan pada perutnya.  “aku harus bangun..” gumam Bi Dam.  “aku sangat bahagia Bi Dam..” suara dan bayangan wajah Deok Man terngiang dalam pikirannya.  “aku ingin Yun Ho dan Yoo Na bisa tumbuh  di luar istana..bebas menenetukkan jalan hidup mereka sendiri..” ujar Deok Man sambil menyelimuti kedua anaknya.  “hhmmph!!” Deok Man yang ditutup mulutnya berusaha berteriak.  “aku ingin setelah aku pulang nanti…kita bisa seperti ini terus..” ujar Deok Man tersenyum sambil bersandar padanya.  “Deok Man…” gumam Bi Dam yang segera bangkit berdiri dan memasang kuda-kudanya untuk siap bertarung kembali. “akhirnya kau bangkit juga..” ujar Daemusin. Bi Dam sudah siap dengan kuda-kudanya  “tidak peduli apapun katamu..aku sudah bersumpah untuk melindungi Deok Man sepanjang hidupku…dan aku pasti akan membawanya kembali ke sisiku!!” serunya dengan suara lantang.  Ekspresi wajah Daemusin pun berubah menjadi penuh kekesalan “kalau begitu aku tak akan ragu lagi untuk membunuhmu!!heaa!!” Daemusin berlari menyerang Bi Dam.  Bi Dam bersiap menggeggam pedangnya erat-erat berispa menghadapi serangan “AKU BERTARUNG DEMI DEOK MAN!!” 

Luar Benteng Hwangsanbeol
“HEAA!!!!” seru Wolya sambil menebaskan pedangnya pada prajurit-prajurit Baekje yang menyerangnya
 Dengan satu gerakan memutar 5 prajurit berhasil dilumpuhkannya. “Jenderal!!Pertahanan baris tengah berhasil ditembus!!Jenderal Shin terbunuh!!”  seru seorang prajurit yang berlari menghadap Wolya.

“slaash!!” Jenderal Hodong menarik pedangnya yang menghujam perut Jenderal Shin. “dimana kau Wolya?!!” geramnya.

“Jenderal, pasukan Jenderal Hodong mulai memasukki pertahanan garis tengah…” lapor salah seorang prajurit pada Gyebaek. “Jenderal Tae Hyun, apakah jarak menuju Benteng Shilla masih jauh?” tanya Gyebaek. “kita sudah lebih dari separuh jalan Jenderal..” jawab Jenderal Tae Hyun. “bagus…perintahkan seluruh komandan untuk mengerahkan seluruh pasukan…kita akan menggempur mereka dengan kekuatan penuh…aku ingin saat fajar menyingsing 5 kota di wilayah Shilla sudah ditundukkan!!” seru Gyebaek.

Benteng Hwangsanbeol
“hah..hah…” Bi Dam dan Daemusin terengah-engah di kedua sisi yang berseberangan satu dengan yang lain. “aku senang sekali setidaknya kau punya jurus yang hebat...karena jika kau lemah, aku akan menganggap diriku pecundang karena kalah dari dirimu…” ujar Daemusin yang wajahnya nampak penuh dengan bilur sekarang.  Bi Dam hanya diam saja sambil menutup luka di perutnya dengan tangannya yang berlumuran darah.  Daemusin menatap Deok Man yang masih terikat pada kursinya, dan memainkan pedangnya lalu kembali menatap Bi Dam, mengambil ancang-ancang untuk menyerang.  Ia memegang pedangnya di samping wajahnya dan mengarahkannya kepada Bi Dam  dengan kaki kirnya selangkah di depan. Bi Dam pun bersiap dengan kuda-kuda khasnya. “kau memang benar…aku memang pernah mengkhianatinya..menyakiti perasaannya..itu suatu kenyataan yang tak akan bisa kuubah sekalipun aku menyesalinya…aku tak pernah paham mengapa ia selalu mengutamakan Shilla diatas hidupnya sendiri dan semuanya…aku berpikir dengan merebut Shilla itu berarti merebut dirinya juga sampai suatu hari aku mengetahui  bahwa dibalik itu semua  ia menyimpan impian lain yang ternyata  baginya itu adalah hal yang paling besar daripada takhta dan kekuasaan yang dimilikinya...impian mengenai kehidupan kami bersama... ” Emosi Daemusin pun terpancing “PERSETAN DENGAN MIMPIMU!!MAJU KAU!!AKU AKAN MEMBUNUHMU!! MENJADIKAN IA DAN 3 HAN INI SEBAGAI MILIKKU!!”  serunya. Bi Dam menatap istrinya. Kedua mata mereka saling bertemu satu sama lain. Ia pun tersenyum menatap istrinya itu.  “jangan khawatir Deok Man..kau akan segera terbebas dari sana setelah ini..” ujar Bi Dam dalam hatinya. Bi Dam melangkahkan kaki kirinya ke depan. “ada satu kenyataan yang tak bisa kau pungkiri Daemusin… Deok Man sudah menjadi istriku…meskipun kau merebutnya dan melakukan perbuatan nista padanya.. kau tak akan bisa mengubah kenyataan bahwa ia memilihku untuk menjadi seseorang yang bisa memanggil namanya…bukan dirimu…”  “TUTUP MULUTMU!! HAIIIK!!”  Daemusin berlari menuju Bi Dam. Matanya dipenuhi oleh hasrat membunuh yang berkobar. Bi Dam pun melangkahkan kakinya kuat-kuat dan ikut berlari menuju lawannya. “HEAAA!!!”

   “Guru, ajarkan aku jurus terkuat!!aku ingin menjadi lebih kuat!!” seru Bi Dam yang berusia 9 tahun. “apa yang kau ingin lakukan dengan jurus terkuat itu?” tanya Munno yang baru saja selesai melakukan meditasi. “yaa..kan guru adalah orang terkuat di tanah Shilla….semua orang mengakui kehebatanmu.. aku pun sebagai muridmu ingin juga diakui oleh orang lain…” Munno pun berdiri mengambil sebuah apel dari keranjang buah dekatnya. “keluarkan kemampuan terbaikmu dan rebut apel ini dari tanganku…aku akan menunjukkan jurus terkuat padamu…” Bi Dam pun segera mengambil kuda-kuda dan memberi hormat pada gurunya kemudian berlari menyerang. “hiaa!!” Bi Dam mengeluarkan tinjunya dan tendangannya pada gurunya. Sambil memegang apel pada tangan kanannya, Munno terus menghindari serangan Bi Dam. Ruangan pun penuh dengan teriakan Bi Dam yang berusaha mengalahkan gurunya.  Sampai matahari terbenam, Bi Dam belum juga berhasil merebut apel itu. Ia pun kelelahan dan akhirnya memutuskan untuk menyerah. “kau menyerah?” tanya Munno. Bi Dam yang masih sibuk mengatur napasnya mengangguk. “guru curang…guru terus menghindar…guru tidak menunjukkan satu pun jurus padaku…” keluh Bi Dam. “itu adalah jurus terkuatku..” jawab Munno. “bohong!!” sahut Bi Dam. “baiklah jika menurutmu itu bohong..aku ingin bertanya padamu apa kau berhasil menyentuh apel ini dari tanganku?” tanya Munno. Bi Dam pun menggeleng.  “aku berhasil melindungi apel ini tanpa tersentuh olehmu..bagiku itu adalah jurus yang terkuat karena jurus-jurusmu tidak berhasil menyentuhnya…apa kau sudah membaca buku yang kusuruh kemarin?”  “sudah guru..” jawab Bi Dam. “katakan padaku apa yang kau pelajari dari buku itu mengenai kekuatan!” seru Munno. “kekuatan  dimiliki bukan untuk menunjukkan dirimu adalah yang terkuat..tetapi menunjukkan bahwa ada sesuatu yang paling penting dalam hidupmu …”  “benar sekali..tapi apa kau memahami itu?” tanya Munno. 
“ya..aku tahu aku salah…seharusnya aku tidak menggunakan kekuatan itu hanya untuk sekedar pamer…tapi bagiku diakui adalah sesuatu yang penting…” Munno menghela napas panjang  kemudian melemparkan apel itu pada Bi Dam dan berjalan keluar dari ruangan meditasinya itu. “bermeditasi dan renungkan!!jika memahaminya maka kau akan menemukan apa yang cari..” 

Mata pedang Daemusin hanya tinggal selangkah lagi dari dada kiri Bi Dam. “MATI KAU BI DAM!!” Daemusin menyeringai.
“sekarang aku mengerti guru… menjadi yang terkuat bukanlah untuk sekedar pamer ataupun ambisi semata..tetapi untuk melindungi seseorang yang kucintai dengan segenap hidupku…” pikir Bi Dam. “untuk melindungi Deok Man!”
“CLAAKK!!”

Senin, 07 Maret 2011


Bidam's Battle at the Hwangsanbeol rooftop

(from left to right)
1. Bidam's appearance
2. Bidam killed the soldiers
3. Bidam saw Daemusin
4.Bidam's duel against Daemusin began

cr: Queen Seondeok MBC (I did'nt own this picture)

it's just a fanfic :)

Our Future Still Continue Chapter 82: Because I Want To Have Her




Benteng Hwangsanbeol, Baekje.
“itu dia penyusupnya..bunuh dia!!” seru prajurit-prajurit yang berjaga depan pintu. Bi Dam sudah bersiap dengan pedang di tangan kanannya “majulah kalian semua..”  “bunuh dia!!” segerombolan prajurit berlari dengan senjata mereka masing-masing. Dari pedang, tombak, golok panjang, hingga kapak. “hup..” Bi Dam menjejakkan kakinya di dinding. Menebas lima orang sekaligus. “heaa!!” dua prajurit berbadan besar menyerangnya dengan golok panjang. Bi Dam melompat ke belakang menghindar, lalu berlari dengan cepat menjejakan kakinya pada gagang golok panjang itu dan menebas kedua prajurit itu. Masih tersisa sepuluh orang lagi sebelum ia bisa mencapi pintu. “majulah kalian semua!!” seru Bi Dam.

Luar Benteng Hwangsanbeol, Baekje.
“UOONG!!” suara terompet dari tanduk kerbau bergaung dimana. Bersamaan dengan itu,  puluhan ribu pasukan Baekje membentuk formasi baru. Membentuk mata panah raksasa. “HANCURKAN PASUKAN SHILLA!!DEMI KEJAYAAN BAEKJE!!” seru Gyebaek.

Pasukan Shilla pun sempat terdiam sesaat melihat formasi pasukan Baekje.Formasi tersebut membuat jumlah pasukan Baekje tampak lebih banyak berkali-kali lipat dibandingkan saat tadi. “apakah jumlah pasukan mereka bertambah?” tanya beberapa prajurit yang tercengang. Yushin bisa melihat bahwa mental pasukannya mulai jatuh. “Jenderal Baek Ui, pindahkan pasukan pelontar ke baris tengah..kita akan memecah formasi mereka!!”  Kemudian Yushin memacu kudanya melintasi barisan depan Shilla sambil berseru “SHILLA TAK AKAN MENYERAH!! KITA AKAN MEMECAH FORMASI MEREKA!!DEMI KEBESARAN SHILLA!!KITA SERANG MEREKA!!”   Ia mengacungkan pedangnya ke depan.  “heaa!!!” Prajurit  garis depan Shilla mengangkat tombak dan perisai mereka dan berlari memulai penyerangan. Perang yang sebenarnya baru saja dimulai.

“TRAANG!!TRAANG!!” pasukan garis depan kedua pasukan saling adu kekuatan. “heaa!!” Jenderal Yul bersama pasukan garis depan yang dipimpinnya berusaha sebisa mungkin  mendesak pasukan garis depan Baekje mundur . Secara bergantian dengan pasukan bertombak bekerja sama dengan pasukan crossbow. Kesabaran dan kerjasama yang solid ditunjukkan oleh pasukan yang dipimpin Jenderal Shin dan Yul Jumlah pasukan yang tidak sebanding, membuat Yushin harus mencari cara lain selain mengepung Baekje dengan formasi lingkaran. Berusaha sebisa mungkin menghancurkan “mata panah” raksasa itu. “PASUKAN PELONTAR ARAHKAN KE BARISAN TENGAH BAEKJE!!TEMBAK!!” seru Yushin. “Jenderal Baek Ui!Jenderal Yesung!” panggil Yushin. “ya Panglima!” jawab mereka berdua. “kalian bantu garis depan!bawa pasukan dan serang garis depan mereka dari samping!kita akan menumpulkan mata panah mereka!” “siap Panglima!” jawab Yesung dan Baek Ui serempak. Mereka berdua bersama pasukan masing-masing berpencar ke sisi barat dan timur untuk melaksanakan strategi Yushin. Yushin kemudian menoleh kepada barisan pasukan pelontar. “kalian serang garis tengah pasukan Baekje terus menerus dan jangan berhenti sampai sampai ada komando dariku!!”  seru Yushin.  “siap Panglima!!” jawab mereka serempak. Kemudian Yushin memacu kudanya secepat mungkin menuju garis tengah. “aku harus memancing pemimpin perangnya turun ke depan..” pikir Yushin.

“awaas!!” Pasukan garis tengah Baekje berlarian menghindari bola-bola api yang berjatuhan dari langit. Gyebaek dan dua jenderalnya juga harus ikut menghindar. “rupanya Yushin berusaha mengacaukan formasi ini..kau akan menyesal Yushin melakukan itu secepat ini..” pikir Gyebaek. “Jenderal apakah sebaiknya kita tidak menyerang pasukan pelontar mereka langsung..” tanya Jenderal Tae Hyun. Gyebaek mengangkat telapak tangannya “justru itulah yang mereka mau…kita terpecah…kita bisa bernasib sama seperti Jenderal Seong Bin…” “Jenderal Hodong, siapkan anak panah terbaikmu!” seru Gyebaek. “siap Jenderal!” jawab Jenderal Hodong.  “PASUKAN PEMANAH!!”  seru Jenderal Hodong. Ribuan pasukan pemanah dari baris belakang bergerak maju ke depan. “SIAPKAN POSISI!!SASARANNYA ADALAH PELONTAR-PELONTAR ITU!” seru Jenderal Hodong. Ribuan prajurit itu duduk di tanah berpasangan kemudian menahan gagang panah dengan telapak kaki mereka dan menarik 3 panah api  sekaligus yang disediakan rekan mereka masing-masing  dengan kedua tangan mereka.  Jenderal Tae Hyun nampak ragu dengan strategi Gyebaek “tapi Jenderal apakah anak panah ini mampu mencapai dan merusak..” “lihatlah sendiri..” sela Gyebaek.  Jenderal Hodong pun tersenyum sinis mendengar keraguan Tae Hyun “TEMBAK!!” Ribuan anak panah api melewati  garis depan pasukan Shilla dan menghancurkan hampir semua  pelontar milik Pasukan Shilla dan membunuh para pasukannya. Gyebaek nampak puas melihat hasilnya dari teropongnya lalu menyerahkan teropong itu pada Tae Hyun untuk melihatnya sendiri. Jenderal Tae Hyun segera melihatnya dan nampak tercengang. “bagaimana bisa?anak panah biasa tak akan mampu mencapai jarak sedemikian rupa…”  gumam Tae Hyun. “perak..anak panah yang pasukanku gunakan terbuat dari perak..”sahut Jenderal Hodong sambil menyerahkan sebuah anak panah pada Jenderal Tae Hyun.  Sebuah anak panah pipih berwarna keperakan “ini dari perak?” tanya Jenderal Tae Hyun. “lebih ringan dibandingkan dengan anak panah yang dibuat dari baja..lebih mudah dibentuk sehingga tingkat akurasinya lebih tinggi dan bisa melawan arus angin dibandingkan baja atau besi….serta lebih tajam…namun pembuatannya lebih memakan biaya dibandingkan anak panah baja…sampai akhirnya Panglima Daemusin meminta beberapa bangsawan pendukungnya merelakan tambang perak milik mereka untuk membuat anak panah ini dibandingkan untuk perhiasan..” jawab Jenderal Hodong. “luar biasa…bagaimana kau bisa..” gumam Jenderal Tae Hyun. “wajahku memang rusak Tae Hyun..tapi tidak dengan otakku..” sahut  Jenderal Hodong. Gyebaek tahu bahwa sejak wajahnya menjadi rusak akibat perang melawan Shilla waktu itu, Hodong menjadi sangat sensitive dan emosional  terhadap apapun dan semakin terobsesi akan kata kemenangan. Dan anak panah ini adalah salah satu hasil obsesinya. Oleh karena itu ia harus mencegah agar emosi Hodong tidak meluap. “Jenderal Hodong perintahkan komandan pasukanmu untuk membantu garis depa merusak garis depan pasukan Shilla…begitu juga denganmu Jenderal Tae Hyun…” perintah Gyebaek. “baik!!” jawab mereka serempak.

“Panglima, semua pelontar yang kita miliki sudah hancur tak bersisa..” salah satu prajurit melapor pada Yushin yang baru saja selesai membunuh 5 orang prajurit yang menyerangnya serempak. Yushin berusaha menutupi keterkejutannya “ baiklah kembali ke barisanmu!dan katakan pada” ujarnya. Prajurit itu mengangguk dan segera berlari menuju barisannnya di belakang. “di saat seperti ini mengandalkan pasukan pemanah akan sulit….” “haiik!!” Yushin menebas prajurit Baekje di  depannya. “apapun yang terjadi, kami harus bertahan!!tidak ada yang mustahil!Heaa!!”  seru Yushin sambil menyerang pasukan Baekje di hadapannya.

  “braak..”  “aarrgh…” Bi Dam melompat keluar bersamaan dengan 3 orang prajurit yang dibuatnya terpental keluar dari pintu.   Bi Dam menjejakkan kakinya ke bawah dengan posisi berlutut. Ia menoleh ke samping, 3 baris pasukan bertombak dan berpedang sudah menantinya, dan diujung jauh di belakang pasukan dilihatnya seseorang laki-laki berpakaian baju zirah emas.  “itukah Daemusin?” geramnya.

Benteng Hwangsanbeol, Baekje.
“hmmph!!hmmpph!!” mata Deok Man menatap tajam pada Daemusin yang berdiri di hadapannya. Mulutnya disumpal kain sehingga ia tak bisa berkata apa-apa, sedangkan keringat dingin dan air mata mengalir membasahi wajahnya. Panik karena melihat pakaiannya yang dikenakannya sudah terkoyak-koyak. Deok Man berusaha meronta namun apa daya, dirinya tergantung dengan kedua tangan diikat dengan tambang ke atas begitu juga dengan kedua kakinya. Berdua saja dengan Daemusin dalam ruangan yang pengap dan sedikit cahaya itu. Ia  tak bisa berbuat apa-apa selain menatap tajam Daemusin dan berharap dalam hatinya bahwa hal buruk yang terlintas dalam pikirannya tidak terjadi padanya. “ia boleh menyiksaku habis-habisan tapi jangan sampai itu yang terjadi…” pikirnya  Namun Daemusin hanya tersenyum licik penuh kepuasan. Membuat hati Deok Man mencelos. 

“DAEMUSIN KELUAR KAU!!AKU TAHU KAU MENYEKAP DEOKMAN  DI  SINI!!” terdengar seruan Bi Dam dari luar. Deok Man terdiam sebentar. “itu suara Bi Dam..” pikirnya. Sementara itu senyum Daemusin semakin melebar begitu mendengar teriakan yang terdengar dari luar itu. “hmmph!!hmmph!!” Deok Man semakin berusaha meronta. “sepertinya Bi Dam akan menjadi orang pertama yang kuberitahu bahwa kau dan 3 han ini sudah menjadi milikku..” gumam Daemusin sambil membalikkan padanya dan berjalan meninggalkan Deok Man. “hmmph!!” jerit Deok Man.  Seorang prajurit memukulnya dari belakang hingga Deok Man tak sadarkan diri.

Luar Benteng Hwangsanbeol
“haiik!!” Yushin menebaskan pedangnya. 3 orang prajurit bertombak di hadapannya ditebasnya tepat pada perut mereka. Rupanya beberapa  pasukan Baekje berhasil memasukki barisan tengah pasukan Shilla. “RAPATKAN PERTAHANAN GARIS DEPAN!!” seru Yushin meneriakkan komando.  Akan tetapi tak ada teriakan komando dari Jenderal  Yul, pemimpin barisan depan. “RAPATKAN PERTAHANAN GARIS DEPAN!!” seru Yushin lagi. Namun lagi-lagi tidak ada balasan. Tak lama kemudian muncul seorang prajurit yang berlari tergopoh-gopoh melewati teman-temannya yang sedang bertempur dan membei hormat pada Yushin. “kenapa Jenderal Yul tidak melaksanakan komandoku?” tanya Yushin. “Jenderal Yul tewas terbunuh Panglima…” jawab prajurit itu.

“heaa!!BALAS DENDAM BAEKJE SUDAH DILAKSANAKAN” Jenderal Tae Hyun berseru dari atas kudanya sambil mengacungkan kepala Jenderal Yul yang dipenggalnya dengan golok panjangnya. “PASUKAN BAEKJE HANCURKAN SHILLA!!” serunya pada pasukannya.  Ribuan pasukan Baekje berbondong-bondong mengacungkan tombak dan pedangnya menyerang barisan depan Pasukan Shilla yang baru saja kehilangan pemimpin barisan mereka.
“Jenderal, barisan depan Pasukan Shilla berhasil ditembus..Jenderal Tae Hyun berhasil membunuh salah satu jenderal Shilla..” salah seorang prajurit melapor pada Gyebaek. Gyebaek tersenyum puas mendengarnya “keluarkan senjata rahasia kita..aku ingin pasukan Shilla terpecah belah..” jawabnya.  Prajurit yang berdiri di samping berbeda segera menabuh gendering mereka mengibaskan bendera berwarna merah dan hitam. “bum..” pintu gerbang Benteng Hwangsanbeol terbuka.

Benteng Hwangsanbeol, Baekje
“itukah Daemusin?” pikir Bi Dam. “heaa..” 5 orang pasukan bertombak mengepung dan menyerang dirinya bersamaan. Bi Dam melompat lalu menginjak mata tombak itu.  Lalu dengan satu gerakan berputar, ia menebas semuanya. Tinggal  1 barisan pasukan yang tersisa di hadapannya.
“akan kuuji apakah rumor itu benar atau tidak..bahwa kau membunuh puluhan prajurit demi Ratu…apakah kau benar-benar lawan yang standing denganku..” pikir Daemusin sambil menatap barisan pasukannya yang sedang diporak-porandakkan Bi Dam. “aku ingin melihat seberapa cepat kau menghindari ini..” Daemusin tersenyum kecil. “siapkan!!pasukan crossbow!!” perintahnya. “siap Panglima!” jawab prajurit yang berdiri di sampingnya.

Luar Benteng Hwangsanbeol
Pintu gerbang benteng terbuka. Ratusan kereta perang berkuda keluar dari dalam benteng. Dengan kedua rodanya yang dilengkapi dengan sebuah duri besi panjang di masing-masing tengah rodanya, kereta ini melaju dengan dua prajurit di atasnya. Kereta-kereta tersebut berbaris di depan Gyebaek.  “HANCURKAN BARISAN TENGAH PASUKAN SHILLA!!PORAK PORANDAKKAN MEREKA!!” seru Gyebaek.
Melihat pergerakan musuh, Baek Ui segera memacu kudanya cepat-cepat. Ia menghentikan kudanya tepat di hadapan Yushin dan memberi hormat padanya. “Panglima kita harus menarik mundur pasukan!!Baekje menggunakan kereta kuda Wa!”  Yushin terdiam sesaat sebelum akhirnya membuat komando “TARIK MUNDUR PASUKAN SAMPAI KE BELAKANG HUTAN!!”

Ratusan kereta kuda melaju cepat mengejar para pasukan Shilla yang berlari mundur menuju hutan. Kecepatan lari manusia belum sanggup mengalahkan laju kuda. Barisan depan pasukan Shilla satu persatu prajuritnya dilibas oleh kereta kuda tersebut.  Barisan yang berhasil masuk ke dalam hutan, berhasil selamat dari kejaran kereta kuda itu. “berapa pasukan kita yang tersisa sekarang?” tanya Yushin pada ketiga Jenderalnya yang tersisa. “mungkin tinggal separuhnya Panglima..” jawab Jenderal  Shin sambil menghapus darah yang mengalir dari pelipisnya. “kita tak bisa mundur lebih jauh lagi Panglima…bisa-bisa Baekje merebut Benteng kita dan kota terdekat..” ujar Jenderal Yesung yang wajahnya sekarang penuh dengan debu dan peluh serta sedikit cipratan darah. Yushin mengangguk mendengarkan pendapat jenderalnya. “Jenderal Shin!siapkan pasukan bertombak dan pemanah di garis depan!!”  perintah Yushin. “siap Panglima!” jawab Jenderal Shin sambil memberi hormat. Yushin menoleh pada Jenderal Yesun g “Jenderal  Yesung segera bawa prajurit yang terluka untuk diobati dan usahakan yang terluka ringan sebisa mungkin ikut berperang!”  “siap Panglima!”jawab Jenderal Yesung “Jenderal Baek Ui perkuat barisan tengah!” “siap Panglima!” jawab Jenderal Yesung.”aku akan mencari cara agar Benteng kita tidak direbut!DEMI KEJAYAAN SHILLA!!” seru Yushin sambil mengangkat pedangnya ke atas.”DEMI KEJAYAAN SHILLA!” ketiga Jenderalnya juga ikut mengangkat pedangnya.

Benteng Hwangsanbeol, Baekje
“tap..tap..” 2 baris pasukan crossbow berbaris sejajar . Mereka berlutut dan mengisi crossbow mereka dengan anak panah  lalu membidik Bi Dam yang sedang berhadapan dengan pasukan bertombak Baekje. “heaa..” Bi Dam menghindari mata tombak yang menuju ke arahnya kemudian menarik gagangnya dan menusuk pemegang tombak itu. Melihat barisan pasukan crosswbow yang membidiknya, Bi Dam segera menarik prajurit yang baru saja ditusuknya untuk dijadikan pelindungnya. “tembak!!” seru Daemusin. Panah-panah crossbow melesat lurus menuju Bi Dam. “shuut!shuut!jleb!jleb!” lima panah bersarang pada tubuh prajurit yang dijadikan pelindung oleh Bi Dam. “ugh..” erang Bi Dam, rupanya satu panah berhasil melukai lengan kiri Bi Dam yang tidak terlindungi. Daemusin nampak tersenyum puas melihatnya “rupanya itu hanya rumor belaka saja..” Bi Dam mencabut panah yang bersarang di lengan kirinya kemudian ia segera berlari cepat menuju barisan pasukan crosswbow yang sibuk mengisi panah senjata mereka. Bi Dam merampas pedang dari salah satu prajurit dan dengan kedua pedang di tangannya, dalam sekejap ia memporak-porandakan barisan pasukan tersebut . “plok..plok..” Daemusin memberikan tepuk tangan. Bi Dam membuang pedang di tangan kirinya lalu mengambil kuda-kuda khas dirinya. “dimana Deok Man?!” geramnya.

Daemusin hanya diam di tempat dan tersenyum kecil “kudengar kau sempat tertipu dengan mayat istrimu di dekat Taejon?”  ujarnya sambil tersenyum mengejek.  “aku tak peduli dengan apa alasanmu dan apapun perkataanmu!! dimana Deok Man?!!” geram Bi Dam. “hmm..bagaimana kalau kujawab istrimu sudah menjadi mayat, apa yang akan kau lakukan?” tanya Daemusin. “KAU!!”  seru Bi Dam. Emosi dan amarah sudah mencapai puncak.  “clang!!” terdengar suara pintu besi di belakang dibuka.  Shin Ae berjalan keluar diikuti dua orang prajurit yang memapah seorang wanita yang kepalanya ditutupi kain hitam serta diikat kedua tangan dan kakinya. Kedua prajurit itu menaruh wanita itu di atas kursi kemudian mengikatnya pada kursi itu. “DEOK MAN!!DEOK MAN!!” seru Bi Dam.

Namun wanita itu hanya diam terkulai lemas duduk di kursinya. Bi Dam menatap Daemusin dengan tatapan penuh kebencian dan amarah. “APA YANG TELAH KALIAN LAKUKAN PADANYA?!!!” bentaknya. Daemusin berjalan menuruni tangga “aku tak ingin ia mengganggu jalannya pertarungan ini…” ia menghunuskan pedang di pinggangnya.  Bi Dam menggenggam pedangnya erat-erat di depan dadanya. “aku sudah mengambilnya darimu dengan susah payah jadi begitu juga dengan dirimu..”  Daemusin memegang pedang dengan kedua tangannya di samping  wajahnya dan mengarahkan mata pedangnya ke depan.  “MAJU KAU DAEMUSIN!!” seru Bi Dam sambil berlari menuju Daemusin.

Luar Benteng Hwangsanbeol
Kereta-kereta perang Baekje terhenti di depan hutan. Mereka tak bisa mengejar pasukan Shilla yang sudah masuk ke dalam hutan. “siapkan pasukan pemanah!!bakar hutan ini!! “ seru Jenderal  Tae Hyun.”jangan!!” sahut Gyebaek. “jika kita membakar hutan ini, justru akan memudahkan kesempatan mereka untuk kabur dan akan menyulitkan kita mengejar mereka..”  “Jenderal  Yul Gang!” seru Gyebaek. Jenderal Yul Gang turun dari kudanya dan memberi hormat “siap Jenderal!” “aku berikan kau kesempatan sekali lagi untuk menghancurkan pasukan Shilla yang ada di dalam hutan ini..kalahkan mereka!!”  perintah Gyebaek. “siap Jenderal!!” jawab Jenderal Yul Gang. Ia segera menaiki kudanya dan memacunya menuju barisan depan. “PASUKAN BERTOMBAK DAN BERPEDANG BARIS DEPAN SIAPKAN PERISAI KALIAN!!KITA HANCURKAN HUTAN INI!! BENTUK KELOMPOK FORMASI  4  ARAH!!”

Pasukan berpedang dan bertombak yang dipimpin Jenderal Yul Gang memecah barisan mereka membentuk kelompok-kelompok segiempat kecil  yang terdiri dari 8 orang pasukan pedang yang membentuk segiempat dan 4 orang pasukan tombak yang berada di dalam ruang segiempat itu.  Kemudian kelompok-kelompok pasukan itu masuk ke dalam hutan dipimpin Jenderal Yul Gang.

Benteng Hwangsanbeol, Baekje
“TRANG!!TRANG!!”  Bi Dam dan Daemusin beradu teknik beladiri mereka masing-masing. Tak hanya teknik berpedang namun juga seni beladiri lainnya. Pedang Daemusin yang  memiliki ukuran yang lebih panjang daripada pedang umumnya, membuat Bi Dam harus berhati-hati dalam menjaga jarak  dengannya. “TRAANG!” Bi Dam menghindar ke samping agar pedang Daemusin tidak menyayat pipinya.  Lalu ia mengeluarkan tinju kirinya  namun Daemusin berhasil menghindar dan menarik tangan kiri Bi Dam sehingga posisinya berbalik.  Daemusin membalikkan mata pedangnya tepat menuju leher Bi Dam namun Bi Dam berhasil melepaskan diri dengan menyikut wajah Daemusin.  “sraaat…” Daemusin menahan laju kakinya yang terdorong ke belakang lalu menghapus darah yang mengalir dari pipinya. “heaa!!”  Daemusin maju ke depan dan mengayunkan pedangnya kencang-kencang. Melakukan serangan horizontal dari sisi kanan Bi Dam. “huph!!” Bi Dam melompat ke atas, mengangkat lututnya setinggi mungkin. “haiik!!” Bi Dam mengayunkan pedangnya kencang-kencang mengincar bahu kiri Daemusin.   “TRAANG!!” Daemusin berhasil menahannya. “rupanya kau terus mengamati seranganku ya?” ujar Daemusin. Daemusin mementalkan pedang Bi Dam. “rasakan ini!!” ia  melakukan tendangan samping  untuk menendang punggung pedangnya. Mengarahkan sisi tajam pedangnya pada Bi Dam. Bi Dam berhasil melindungi dada dan perutnya dengan pedangnya. “GABRUK!!” Bi Dam terhempas menabrak tembok di belakangnya. “SAATNYA KITA SERIUS BIDAM!!” seru Daemusin sambil menyeringai puas.

“kau sudah menjadi milikku Tuan Putri..“ Deok Man melihat Daemusin menyeringai kepadanya. “ugh..dimana aku?kenapa semuanya gelap?” pikir Deok Man yang baru saja sadar. Ia bisa merasakan kedua tangan dan kakinya terikat serta mulutnya yang ditutup dengan kain sehinnga ia tak bisa berteriak. Deok Man pun berusaha menggerakkan kepalanya agar kain hitam yang menutupi kepalanya terjatuh. “GABRUK!!” ia mendengar suara benturan keras.  “suara apa itu?” pikirnya. “SAATNYA KITA SERIUS BIDAM!!” terdengar suara seruan Daemusin. “Bi Dam?!!Bi Dam sudah ada di sinikah?!” pikirnya. “hhmph!!hmmph!” Deok Man berusaha meronta-ronta dengan segenap tenaganya. “Bi Dam!!” pikirnya.

Luar Benteng Hwangsanbeol
“sraak..sraak..” kelompok-kelompok pasukan Baekje berjalan dalam hutan. Mereka waspada dan melangkahkan kakinya dengan hati-hati. Takut terkena jebakan seperti kejadian yang sebelumnya. Jenderal Yul Gang melihat ke kanan kirinya. Mewaspadai setiap pergerakan yang ada. “jumlah pasukan mereka sudah sangat berkurang.. mereka pasti akan memanfaatkan itu serangan diam-diam untuk membunuh kami..” pikirnya. 

“Jenderal mereka sudah masuk ke tengah…” salahsatu prajurit melapor pada Jenderal Shin.  “kalian sudah siap?” bisik Jenderal Shin pada pasukan di belakangnya. “siap Jenderal ..” jawab mereka. “kalau begitu pada hitungan ketiga..kalian bergerak..” mereka mengangguk. “satu..dua..tiga..”  “UOONG!!” prajurit di sebelah Yul meniupkan terompet. Muncul titik-titik api menyala serta suara-suara gaduh dari sekeliling hutan yang membuat pasukan Baekje kebingungan dan mengendurkan formasi mereka. “SERANG MEREKA!!” seru Jenderal  Shin. Anak panah melesat dari sekeliling penjuru hutan dan bersamaan dengan itu pasukan berpedang Shilla menyerang pasukan Baekje.

“suara gaduh apa itu?” tanya Jenderal Tae Hyun. “sepertinya mereka melakukan serangan dadakan..” sahut Jenderal Hodong. Wajah Gyebaek sama sekali tidak menunjukkan keterkejutan “sepertinya Jenderal Yul Gang memilih segera masuk ke tengah hutan daripada memeriksa sekelilingnya terlebih dahulu…ketergesaan tak akan membawa kemenangan…serangan dadakan seperti ini adalah serangan khas Shilla saat mereka sudah terjepit dilihat dari situasinya mereka melakukan ini agar mereka bisa mengobati yang luka…sekarang giliran kita menyerang, siapkan seluruh pasukan!!” ujarnya. “siap Jenderal!!”  jawab Jenderal Tae Hyun dan Jenderal Hodong. “Panglima Yushin…kurasa ini akan menjadi akhir dari kejayaanmu..” gumam Gyebaek.
“habisi mereka!!” seru Jenderal  Shin.  Para tentara Baekje kewalahan mengantisipasi serangan dadakan seperti ini.Mereka ingin bergerak namun mereka takut bahwa siapa tahu ada jebakan di sekeliling mereka sama seperti serangan sebelumnya ke hutan ini.  “BERTAHAN DALAM FORMASI!!” seru Jenderal Yul Gang sambil menghindari panah-panah yang mengincar nyawanya.  “HYAAAA!!” terdengar seruan dari depan hutan. Jenderal Yul Gang menoleh ke belakang dan tersenyum “BANTUAN DATANG!!” serunya.

Seorang prajurit  Shilla berlari menerobos keluar hutan kemudian menghadap Yushin yang sedang membebat lengannya yang terluka.“lapor Panglima, Jenderal Shin berhasil menjebak sekelompok pasukan Baekje di tengah hutan…” “kelompok?” tanya Yushin. “ya..Baekje memecah pasukan bertombak dan berpedang mereka menjadi kelompok kecil…” jawab prajurit itu. “siapa yang memimpin pasukannya?” tanya Yushin. “jenderal yang terjebak pada jebakan sungai tadi..ya jenderal yang sama..” jawab prajurit itu. Mendengar itu Yushin segera memberi perintah “minta Jenderal Shin dan pasukannya untuk mundur sekarang!!” ujarnya. “sekarang?tapi..” prajurit itu nampak kebingungan.  “SEKARANG!!” seru Yushin. “ba..baik Panglima..” jawab prajurit itu, ia segera berlari masuk ke dalam hutan.  “ada apa sebenarnya Panglima?” tanya Baek Ui yang nampak bingung dengan reaksi Yushin. “jika benar yang memimpin perang ini adalah Gyebaek, ia  tidak akan melakukan cara yang sama jika memberikan kegagalan…kali ini ia mengirim jenderal yang sama untuk memimpin pasukannya padahal jenderal itu telah gagal sebelumnya…” “berarti  serangan ke hutan tadi..” ujar Jenderal Yesung. “ya itu adalah caranya untuk memancing kita..ia ingin tahu strategi kita di hutan..dan begitu mengetahui bahwa kita tidak di sana, ia akan segera menyerbu hutan dengan segenap pasukannya…kalian bersiaplah..” “baik Panglima!!” jawab Jenderal Yesung dan Baek Ui serempak.

Benteng Hwangsanbeol, Baekje
“hmmph!!hmmph!!”  Deok Man berusaha meronta-ronta dari kursinya. Shin Ae yang melihatnya hanya mendiamkannya dan kembali memperhatikan jalannya duel Daemusin dengan Bi Dam. “hah..hah..” Bi Dam menghapus darah dari pelipisnya yang terluka, ia memasang kuda-kudanya kembali. “bagunlah!aku tidak mau cepat-cepat memperoleh kemenanganku..” ujar Daemusin. Mata Bi Dam tertuju pada Deok Man yang meronta-ronta dari kursinya. “DEOK MAN!!DEOK MAN!!” seru Bi Dam. Daemusin pun menoleh ke arah mata Bi Dam tertuju lalu kembali menatap Bi Dam “percuma saja kau memanggilnya..aku sudah menutup mulutnya dengan kain..jadi ia tak bisa berteriak atau bergumam sekalipun..” Emosi Bi Dam kembali meninggi  “KEPARAT KAU DAEMUSIN!!” seru Bi Dam sambil berlari menyerang Daemusin. “kau belum tahu apa yang kulakukan padanya sebelum ini…” pikir Daemusin sambil menyeringai. “TRANG!!”  Daemusin menahan serangan Bi Dam. “kau ingin tahu kenapa aku menculik Tuan Putri?ada 3 alasan..” ujar Daemusin. “sraak..” Bi Dam berusaha menjatuhkan Daemusin dengan sepakan kakinya. Baju perang Daemusin dipikirnya pastilah berat dan akan menyulitkan pergerakan Daemusin meskipu n itu melindungi tubuhnya. “kau memaksaku utnuk terus melompat?rupanya kau memanfaatkan kelemahan pakaian besiku..” ujar Daemusin. Namun Bi Dam tak peduli, ia terus melancarkan serangan. “alasan ketiga..karena Tuan Putri adalah Ratu yang berusaha menyatukan 3 Han…” Daemusin menahan  serangan Bi Dam dengan menahan pedangnya dengan kedua tangannya. “TRAANG!  Ia mementahkan pedang Bi Dam dan melakukan serangan bertubi-tubi. “sraat..” Bi Dam melesatkan kakinya dan meliukkan badannya ke belakang, melewati serangan atas Daemusin. “alasan yang kedua..Tuan Putri berniat melakukan diplomasi dengan Tang yang kelak bisa membawa kehancuran Baekje…” “PERSETAN DENGAN ALASANMU ITU!!” seru Bi Dam. Daemusin hanya menyeringai lalu menyerang Bi Dam “kau akan menyesal karena telah mengatakan itu..” “TRANG!TRANG!” Bi Dam hanya mundur ke belakang sambil menangkis setiap serangan Daemusin dan tidak membalasnya. “ayo Bi Dam balas seranganku!” ujar Daemusin. “dengan senang  hati…” sahut Bi Dam. Secara tiba-tiba, Bi Dam membalikkan badannya lalu berlari  menjejakkan kakinya di tembok, melompati Daemusin  dan menyerang punggung Daemusin dengan  pedangnya. “bruuk..”  Daemusin pun tersungkur. “ Tuan!!” seru Shin Ae. Bi Dam tak mempedulikannya, ia segera berlari menuju tempat Deok Man diiikat. Daemusin tertawa kecil melihatnya “dan untuk alasan yang pertama kau harus mengetahuinya sendiri…” gumam Daemusin.

“Tuan!!” Deok Man  mendengar Shin Ae berseru memanggil Daemusin. “apakah Bi Dam berhasil mengalahkan Daemusin?” pikir Deok Man. “tap..tap..” ia bisa mendengar ada suara langkah mendekat. “sraang..argh..” terdengar suara tebasan pedang dan suara erangan kesakitan. “Bi Dam?” pikir Deok Man. “hosh..hosh..” Deok Man bisa merasakan hembusan nafas di depan wajahnya. “Deok Man ini aku..Bi Dam..” Kain penutup kepala Deok Man terangkat ke atas.  Ia bisa melihat wajah suaminya kembali. Wajah yang sangat dirindukannya. Namun sepertinya Bi Dam shock begitu melihatnya.

Luar Benteng Hwangsanbeol
Jenderal Shin beserta pasukannya berlari secepat mungkin sambil melepaskan beberapa anak panah ke belakang. Ratusan bahkan ribuan pasukan Baekje menyerangnya di belakang. Di luar hutan, Baek Ui beserta pasukannya sudah menanti dengan busur dan panah di tangan. “Jenderal Shin!segera ke belakang barisan!” serunya. Jenderal Shin mengangguk dan segera berlari menuju barisan pasukan Baek Ui. “tembak!!” seru Baek Ui.
“pasukan baris depan!siapkan perisai kalian!!” seru Jenderal Tae Hyun yang sekarang memimpin barisan depan menggantikan Jenderal Yul Gang yang ditarik ke belakang. “KITA HABISI MEREKA!!” seru Jenderal Tae Hyun.

Benteng Hwangsanbeol, Baekje
“hosh..hosh..” Alcheon menghapus peluh yang membanjiri wajahnya. Ia menoleh diam-diam dari balik tembok. “sial..mereka masih di sana..” gumamnya. Ratusan tentara yang memasukki benteng guna mengambil persediaan senjata mebuat dirinya harus pandai-pandai menghindar sekarang. Nyawa dan tenaganya tak akan cukup menghadapi prajurit bersenjata lengkap. “apakah sebaiknya aku menyusul Bi Dam ke bangunan itu?” pikirnya. “tap..tap..” terdengar suara langkah kaki mendekat. Alcheon pun segera menuruni tangga menuju ruang bawah tanah.  Ia mengambil obor di dinding sambil berjalan mengendap-endap “sepertinya ini penjara bawah tanah…” ujarnya.  Ia memeriksa satu per satu sel tahanan dan semuanya kosong. “sraak..sraak..” ia mendengar suara di sel ujung.  Alcheon menoleh ke belakang dan tak ada siapa-siapa.  Ia pun melangkah menuju  sel di ujung. Tempat suara itu berasal. Ia mengacungkan obornya ke dalam sel. “hanya ada jerami..mungkin itu tikus..” tapi tiba-tiba ada 2 tangan yang menarik kedua tangannya dan menarik kerah bajunya.

“Deok.. Man…” Bi Dam nampak shock dengan apa yang dilihatnya. Pakaian Deok Man terkoyak-koyak dan terlebih lagi di sekeliling leher Deok Man nampak bekas ciuman. Air mata Deok Man mengalir melihat wajah shock Bi Dam. Bi Dam segera mencabut pedangnya dan menatap Daemusin yang sekarang sudah melepas jubah besinya. Kedua mata Bi Dam nampak berkaca-kaca. Kali ini emosi dan amarahnya tidak terbendung lagi “BAJINGAN KAU DAEMUSIN!!APA YANG TELAH KAU LAKUKAN PADANYA?!!  serunya sambil  berlari menuju Daemusin.

Daemusin benar-benar tersenyum puas mendengar teriakan Bi Dam. “alasanku yang pertama..karena aku ingin memilikinya..” serunya sambil bersiap melakukan serangan.