Pages


Jumat, 30 Juli 2010

Chapter 41 part. 01: Yushin's Visiting

Dua hari kemudian.
Kediaman Perdana Menteri Bi Dam. Sore hari.
Bi Dam yang baru pulang dari Istana keluar dari tandunya “aku pulang..” serunya. “selamat datang..” sambut Deok Man. yang berdiri di samping pintu. Bi Dam segera berjalan menghampirinya. “kau tak perlu menyambutku di sini..kau bisa menunggu di dalam saja..” katanya khawatir. “aku baik-baik saja Bi Dam.. kebetulan aku sedang berjalan di dekat sini..” jawab Deok Man tersenyum. Tak lama kemudian, sebuah tandu datang dan berhenti di samping tandu Bi Dam. Kim Yushin berjalan keluar dari tandunya. “Panglima Yushin..” sapa Deok Man. Bi Dam berjalan menyambut Yushin “selamat dating kawan...” Lalu tiba-tiba dari dalam tandu keluar bocah laki-laki kecil kira-kira berusia 5 tahun langsung menggandeng tangan Yushin sambil memeluk bola yang dibawanya. “ayah..” panggilnya. Bi Dam tersenyum kepada bocah laki-laki kecil itu “siapa namamu nak?” tanyanya ramah sambil mengusap kepala bocah itu. Sama seperti ayahnya, ia tidak pemalu namun sopan. “Paman Perdana Menteri.. perkenalkan nama saya Kim Hyun Wo..” katanya sambil memberi hormat kepada Bi Dam. “ Bi Dam tertawa lalu mengusap kepala Hyun Wo “anak pintar..kau bisa memanggilku Paman Bi Dam nak.." "ia sangat mirip denganmu Yushin..” katanya pada Yushin. Hyun Wo tersenyum nyengir seperti layaknya anak kecil. Hyun Wo berjalan digandeng ayahnya bersama Bi Dam. “Tuan Putri..” Yushin memberi hormat kepada Deok Man. Deok Man tersenyum menyambut kedatangan Yushin dan putranya. “selamat atas kemenanganmu Panglima Yushin..” katanya. “terima kasih Tuan Putri..” jawab Yushin sambil membungkukan badan. Di samping ayahnya, Hyun Wo memberi hormat kepada Deok Man. “Hyun Wo..ayo sini sama bibi..” kemudian menggandeng Hyun Wo masuk. Di belakang mereka berdua Bi Dam dan Yushin berjalan bersama. “ada yang ingin kubicarakan denganmu Bi Dam..” Dari sorot mata Yushin, Bi Dam mengerti ada hal penting yang harus mereka bicarakan. “Deok Man?” panggil Bi Dam. “ya?” Deok Man menoleh. “kau dan Hyun Wo duluan saja.. kami akan menyusul..”katanya. Deok Man mengangguk lalu berjalan kembali bersama Hyun Wo dan ditemani Soo Hye.
Lalu Bi Dam mempersilahkan Yushin masuk dan duduk di ruang kerjanya.
“maaf bila aku sudah menggangumu..aku tahu seharusnya aku membahas ini di ruang kementerian saja… tapi setelah tadi aku membahasnya di Kementerian Pertahanan selama dua hari ini..kurasa aku harus sesegera mungkin membahas ini..” kata Yushin.
“apakah ini menyangkut masalah rumor kerja sama Goguryeo-Baekje?” tanya Bi Dam. Yushin terkejut “kau sudah mengetahuinya?” “mata-mata Shilla yang ada di Goguryeo tadi baru saja melaporkan bahwa ada isu bahwa Goguryeo akan mengadakan kerjasama dengan Baekje untuk menghadapi Shilla..tapi mungkin tidak dalam waktu dekat ini..” kata Bi Dam. “kau yakin?” tanya Yushin. “aku yakin..karena belum ada tanda-tandanya kesepakatan siapa di antara mereka berdua tentang pembagian wilayah yang mereka peroleh dan siapa yang akan memimpin pasukan gabungan mereka..sampai sekarang belum terpecahkan dan mungkin akan tetap begini dalam waktu yang cukup lama..”
“tapi jika itu terjadi apa kau punya rencana cadangan?” Bi Dam diam berpikir. “aku memiliki dua bayangan namun aku tak yakin dengan keduanya..yang pertama pasti kita harus menguasai wilayah yang merupakan perbatasan kedua kerajaan itu..agar mereka tak bisa berafiliasi…tapi ini cukup sulit..dan yang kedua…” “apa yang kedua?” tanya Yushin. “Yang kedua adalah….”
Chapter 06 Side Story: The Sisters

Ruang Kerja Kementrian.
Alcheon, Kim Yong Chun, dan Zhi Yeon berjalan memasuki ruang kerja kementrian. “Pejabat Kim Yong Chun memasuki ruangan..” seru seorang kasim. Para pejabat lain berdiri dan memberi hormat kepada Kim Yong Chun. Zhi Youn dengan ragu-ragu berjalan masuk mengikutinya, para pejabat lain memandang heran dirinya. “siapa gadis itu ?kenapa ia bisa masuk ke sini?” tanya para pejabat. “tenang..” Yong Chun menghentikan semua kegaduhan dalam ruangan. “gadis ini yang kan membantu kita..mengatasi masalah ini..” katanya. “gadis ini?bagaimana bisa?” para pejabat semakin meragukan Zhi Youn. “nona aku percaya pada rencanamu.. bicaralah..” bisik Alcheon berusaha menenagkan Zhi Youn yang gugup. Ini pertama kalinya ia berhadapan dengan para pejabat Istana yang lebih senior dari ayahnya. Entah mengapa rasa gugup dan groginya menghilang begitu mendengar bisikan semangat Alcheon. Zhi Youn mengepalkan tangannya kuat-kuat membulatkan keberaniannya. “saya mempunyai seorang kenalan…namanya Go Jung Hyo..ia dan teman-temannya sangat terampil dan cepat melakukan konstruksi..mungkin tuan-tuan sekalian belum pernah mendengarnya tapi di daerah saya, namanya sangat terkenal…sekarang ia menetap tak jauh dari Dosal Seong…saya bisa memintanya untuk membangun kembali..izinkan saya untuk meminjam seorang utusan tercepat untuk memintanya mengerjakan konstruksi gudang persediaan pangan prajurit yang rusak..dalam waktu 1-2 hari pasti selesai..” “Go Jung Hyo?aku tak pernah mendengar nama itu?kau“ para pejabat kembali gaduh. “tenang!” seru Kim Yong Chun “apakah Pejabat Kim Yong Chun yakin mau menggunakan rencana gadis itu?” tanya salah seorang pejabat. “ya aku akan menggunakannya..pilihan yang kita miliki terbatas..daripada kita menyerahkan pada tukang bangunan biasa yang hanya mampu mengerjakan dalam waktu 5 hari..kita butuh yang lebih cepat dari 5 hari atau tentara kita akan mati kelaparan…aku percaya pada Zhi Youn..” jawab Kim Yong Chun sambil menepuk pundak Zhi Youn. “baiklah..saya dan para bangsawan lainnya akan berusaha mempercayainya…nah nona silahkan kau tulis surat untuk temanmu itu..aku akan meminta utusan tercepat untuk mengirimnya. “ba..baik…” jawab Zhi Yeon. Hatinya merasa sangat lega dan senang karena para pejabat mau menggunakan usulnya. Ia pun segera menuliskan surat itu dan menyerahkannya kepada bangsawan itu. Tak lama kemudian seorang kasim masuk dan menghadap Kim Yong Chun. “apakah sudah ada surat instruksi dari Perdana Menteri?” tanya Yong Chun. “sepertinya Tuan Perdana Menteri sendiri yang akan ke sini…beliau meminta agar Ruang Rapat segera disiapkan..” “benarkah?” Kim Yong Chun. Kasim mengangguk mengiyakan. “baiklah..aku akan menyelesaikan masalah pembangunan ulang ini..kau siapkan ruang rapat..” “baik Tuan..” kasim itu memberi hormat lalu pergi. “Zhi Youn…” panggil Yong Chun. “ya paman..”jawab Zhi Youn. “terima kasih atas bantuanmu hari ini…sekarang kau pulanglah aku akan meminta Alcheon mengantarmu pulang..titip maafku untuk ayahmu karena tak bisa mengucapkan salam perpisahan untuknya..dan bilang Paman sangat bangga akan putrinya..” “terima kasih paman karena telah percaya padaku..aku senang bisa membatu Paman di sini..” jawab Zhi Yeon tersenyum lebar. “Kepala Pengawal Alcheon…” panggil Yong Chun. “ ya Tuan..” Alcheon menghadap. “maukah kau mengantar Zhi Youn pulang?kasihan jika ia harus pulang sendiri..” Alcheon menganggukan kepalanya “baik Tuan..” Lalu ia meberi hormat kepada Kim Yong Chun. “mari nona..” katanya sopan meminta Zhi Youn ikut dengannya. Zhi Youn mengangguk lalu berjalan mengikutinya.
“idemu sangat brilian Nona..kau sangat cepat dan tanggap menghadapi suatu masalah…” kata Alcheon sambil tersenyum kepadanya. “ah pujian Tuan itu terlalu berlebihan..itu hanya kebetulan saja..kebetulan aku mengingat Go Jung Hyo..” jawab Zhi Yeon. Lalu mereka kembali diam. Yang ada hanya suara langkah kuda yang ditumpangi Zhi Youn dan suara langkah sepatu Alcheon. Mereka bingung mau bicara apa. “duh..kenapa aku jadi berdebar-debar begini..” pikir Zhi Youn. “lewat sini Tuan..” Zhi Youn menunjukkan jalan ke rumahnya. Mereka pun tiba di depan kediaman Bangsawan Il Myung Min. “sepertinya kita sudah sampai..” gumam Alcheon. Lalu ia membantu Zhi Youn turun dari kudanya. Zhi Youn mengangguk “jika Tuan berkenan, bagaimana kalau Tuan ikut makan siang bersama kami?..masakan bibi sangat lezat..pasti Tuanakan menyukainya” tanya Zhi Youn. “terima kasih tapi aku harus…” Belum selesai Alcheon berbicara, sebuah teriakan memotong ucapannya “Zhi Younn…” Alcheon dan Zhi Youn menoleh ke arah asal suara teriakan itu. Tiga orang gadis berjalan menghampiri mereka. Zhi Youn langsung memeluk mereka satu persatu “Kakak Yoo Hee..Yuri..Young In..kok kalian bisa berada di sini?” tanyanya. “kami diberitahu ibumu kau sedang berada di Seoraboel, makanya kami sengaja tidak memberitahumu bahwa kami juga akan ke sini..hanya bibi dan paman yang tahu..kami ingin memberimu kejutan..” jawab Yoo Hee “aku suka sekali kejutannya..sudah lama aku tak bertemu kalian..” katanya sambil memeluk mereka lagi. “kakak, Tuan ini siapa?” tanya Young In yang bingung dengan kehadiran Alcheon. “oh..maaf..Tuan ini adalah Tuan Kepala Pengawal Istana Kim Alcheon…”kata Zhi Youn memperkenalkan Alcheon kepada mereka.”ya ampun..kita belum memberi hormat kepadanya..” seru Yoo Hee. Lalu mereka bertiga langsung menundukkan kepala memberi hormat kepada Alcheon. “ah kalian tak perlu bersikap kaku begitu..”ujar Alcheon. Lalu Zhi Youn memperkenalkan mereka satu per satu kepada Alcheon “Tuan..mereka ini saudara-saudara sepupuku dari Sokham Seong..yang ini adalah Kakak Yoo Hee..lalu Yuri, dan si bungsu,Young In..” “senang bertemu kalian..” ujar Alcheon sambil tersenyum. “waktunya makan siang..” seru Bibi Yoo Seon dari dalam rumah. “wah kebetulan banget nih..aku sudah lapar..” ujar Young In sambil menepuknepuk perutnya. “hush..tidak sopan..ada Tuan Kepala Pengawal Istana..jaga sikapmu..” tegur Yuri pada adiknya. Sementara Yuri dan Young In bertengkar dan Yoo Hee berusaha melerai, Zhi Youn berdiri berduaan saja dengan Alcheon. “kurasa kau sudah dipanggil ke dalam untuk makan siang..aku pergi dulu..tugasku sudah menunggu..” kata Alcheon pada Zhi Youn. “hati-hati ya Tuan..terima kasih karena sudah mengantarku sampai rumah..” jawab Zhi Youn. Alcheon tersenyum mengangguk lalu memacu kudanya menuju istana. Zhi Youn tetap berdiri di tempat sampai bayangan punggung Alcheon menghilang. “ehm..sepertinya ada yang sedang jatuh cinta nih..” ledek Yoo Hee dari belakang Zhi Youn. “aduh kakak..Tuan Alcheon itu tadi cuma mengantarku ke sini karena diminta Pejabat Kim Yong Chun..tidak lebih..” “ya tapi kau suka dia kan?” timpal Yuri. “iya.pasti kak Zhi Youn suka Tuan Kepala Pengawal itu..iya kan?” Young In ikut-ikutan. “aih..sudah..sudah..bibi sudah menunggu kita makan siang..” elak Zhi Youn lalu berjalan masuk ke dalam rumah. “kak, kita harus cari tahu..”ujar Yuri. “tentu saja..” jawab Yoo Hee. “hei kalian mau sampai kapan di luar?nanti lauknya kuhabiskan!” seru Zhi Youn. “eh jangan…tunggu kami!!” seru Yoo Hee, Yuri, dan Young In serempak mengejar Zhi Youn.

Selasa, 27 Juli 2010

Chapter 40: I Wish I Could Eliminate The Bitter Taste Left

Malam hari. Kediaman Perdana Menteri Bi Dam.
"hmm..lezatnya.." seru Bi Dam setelah melahap suap terakhir makanannya. Deok Man tersenyum bahagia melihatnya. "ayo makanannya harus dihabiskan...lalu setelah ini kau harus minum obat.." kata Bi Dam sambil mengambilkan lauk untuk istrinya. Deok Man tersenyum lalu menyantap kembali makanannya.
Setelah selesai makan malam, mereka berdua berjalan menuju ruang baca, tempat mereka biasa bersantai dan menghabiskan waktu. Bi Dam kembali menyelesaikan membaca buku seni perang Bangsa Romawi dan di sampingnya Deok Man menikmati buku kumpulan sastra Latin. “oh ya..tadi Yushin sudah kembali dan aku bertemu dengannya..ia bilang akan berkunjung ke sini mungkin besok atau lusa..” kata Bi Dam menoleh menatap istrinya. “hmm benarkah?baiklah aku akan meminta Soo Hye untuk menyiapkan semuanya..”jawab Deok Man. "sraak.." Soo Hye berjalan masuk sambil membawa nampan. Di atas nampan itu terdapat mangkuk berukuran sedang yang terisi cairan hangat berwarna coklat kehitaman dengan beberapa helai daun kecil yang sudah direbus dan secangkir air. "maaf Tuan Putri..waktunya untuk minum obat.." kata Soo Hye sambil memberi hormat di hadapan Deok Man dan Bi Dam. Deok Man meletakkan bukunya lalu mengambil mangkuk itu. Ia menarik napas dan menahannya kemudian menegaknya dalam sekali tegukan. Wajahnya mengernyit menahan rasa pahit dari obat itu. "ini airnya.." kata Bi Dam sambil memberikan secangkir air kepada Deok Man. Deok Man segera meminum air itu dan menghela napas lega setelahnya kemudian meminta Soo Hye membawa air lagi. "masih terasa sangat pahit ya?" tanya Bi Dam. Deok Man mengangguk "sedikit.." "ada sedikit sisa obat di bibirmu.. akan kubersihkan.." tunjuk Bi Dam sambil mengambil sapu tangannya dan bergerak mendekat. Namun alih-alih mengusap bibirnya, Bi Dam menggunakan cara lain. Bi Dam mengecup bibirnya. Melingkari istrinya dengan kedua lengannya, menciumnya perlahan penuh kehangatan. Alih-alih terkejut, Deok Man memejamkan matanya, melingkari Bi Dam dengan kedua lengannya, membalas ciumannya. "Bi Dam.." selanya. Di akhir, Bi Dam mengecup keningnya "kuharap aku bisa menghilangkan rasa pahit yang tersisa.." gumamnya . Deok Man melepas pelukannya membiarkan suaminya berlutut di hadapannya. "rasa pahitnya sudah hilang.." katanya sambil menempelkan tangannya pada pipi Bi Dam. Mendengarnya, Bi Dam tersenyum mengenggam erat tangan di pipinya.
Chapter 05 Side Story: The First Debut

Pagi hari. Kediaman Bangsawan Il Myung Min
“hoahmm..” Zhi Youn melangkah keluar dari kamarnya sambil merenggangkan badannya. “haiik…” terdengar seruan beberapa orang laki-laki dan bunyi besi yang beradu dari halaman belakang. Zhi Yeon mengintip dari balik tembok. “sedang apa mereka?” pikirnya. Karena sulit untuk melihat, ia pun melangkah lebih dekat lagi dan mengumpat dari balik semak. Dilihatnya 6 orang laki-laki sedang memukul logam panas dengan palu besi. ”apakah mereka sedang menempa?” pikirnya. Ketika sedang sibuk berpikir, tiba-tiba seseorang menepuk bahu Zhi Yeon. “waaa…” teriak Zhi Yeon kaget hingga ia jatuh terjerembab ke semak-semak. Zhi Yeon menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang telah membuatnya kaget setengah mati. “bibi..” sergahnya. Bibinya, Lee Yoo Seon hanya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku keponakannya itu. “tak kuduga kau akan sekaget itu..” Lalu ia membantu keponakannya itu untuk bangun. “kau sedang apa di sini?” tanyanya. “aku hanya penasaran bi..sedang apa mereka di sini..” jawab Zhi Yeon sambil membersihkan pakaiannya dari daun-daun yang menempel di bajunya Bibinya hanya menghela napas tersenyum “seperti biasa kau selalu penasaran dengan hal-hal baru..” “apa yang sedang mereka lakukan bi?” tanya Zhi Yeon penasaran. “kau tahu kan kalau pamanmu itu seorang pedagang dan ia juga tertarik dengan pedang sama sepertimu?” tanya Bibi. Zhi Yeon mengangguk. “nah..belum lama ini pamanmu itu berhasil memperoleh pedang dari Baekje…dan sekarang pamanmu itu sedang meneliti yakni perbandingan antara pedang Baekje, pedang Tang, dan pedang Shilla..manakah yang paling unggul…pamanmu sedang mempelajarinya..” “ooh..jadi paman sedang meneliti pedang..” jawab Zhi Yeon sambil mengangguk-anggukkan kepala. “ya sudah sekarang kau mandi…bibi sudah membuatkan sarapan untukmu dan ayahmu sudah menunggu di ruang makan…cepatlah..” pinta Bibi Yoo Seon. “baik bi..” jawab Zhi Yeon lalu pergi cepat-cepat menuju kamarnya. “ada-ada saja anak itu..” pikir Yoo Seon sambil tersenyum.
Ruang Makan.
“selamat makan…” seru Zhi Yeon sambil mengambil mangkuk nasinya. “adik dimanakah suamimu..aku tidak melihatnya dari tadi..” tanya Seolju pada Yoo Seon. “dia sedang berada di halaman belakang bersama dengan para pekerja…” jawab Yoo Seon. “apakah Paman tidak sarapan bi?” tanya Zhi Yeon. “hmm..pamanmu itu kalau sudah asyik dengan pedangnya pasti tak mau diganggu..nanti bibi akan bawakan sarapannya ke belakang..” jawab Yoo Seon sambil mengambilkan lauk untuk kakaknya. “oh ya kurasa aku harus memberitahu kalian bahwa nanti siang aku akan berangkat ke Myeonghwal sanseong..” “kenapa ayah pulang begitu cepat?” tanya Zhi Yeon. Seolju menghela napas “kan ayah sudah bilang ayah hanya sebentar berada di sini lagipula ayah harus cepat pulang..banyak pekerjaan yang harus ayah selesaikan..” lalu ia menatap adiknya “adik..kutitipkan putriku Zhi Yeon padamu selama ia berada di sini..jika ia nakal atau berulah segera kau kabari aku..” “ayah..aku kan sudah berjanji tidak akan membuat ulah..” protes Zhi Yeon. Yoo Seon hanya tersenyum mengangguk “baik kak..” jawabnya. “Zhi Yeon, bukankah hari ini kau ada janji untuk belajar dengan Pejabat Kim Yong Chun?” tanya Seolju. “iya ayah..setelah sarapan aku akan pergi ke kediamannya” jawab Zhi Yeon. Seolju meminum teh yang disuguhkan adiknya “kalau begitu ayah akan mengantarmu ke sana sekaligus pamit dengannya..” “baik ayah..”

Kediamana Bangsawan Kim Yong Chun.
“Tuan…Tuan Kepala Pengawal Istana ingin bertemu dengan Tuan..katanya hal yang penting dan mendesak…” lapor seorang pelayan kepada Kim Yong Chun yang sedang menikmati tehnya. “persilahkan ia menunggu di ruang tamu..” kata Kim Yong Chun “ada apa gerangan?” pikirnya . Alcheon berjalan memasuki ruang tamu kemudian memberi hormat kepada Kim Yong Chun. “Tuan ada hal gawat…” lapornya.

“ingat Zhi Youn..kau harus mematuhi aturan di sini..jangan sampaikau berbuat ulah di sini..” Seolju mengingatkan putrinya itu. “iya ayah..Zhi Youn ingat…ayah tak perlu khawatir..” jawab Zhi Youn santai “justru kamu yang paling mengkhawatirkan..” pikir Seolju.
“lho?..ayah kenapa Paman Yong Chun pergi tergesa-gesa begitu?..apakah ia lupa dengan janjinya bertemu dengan kita?” tanya Zhi Yeon yang melihat Kim Yong Chun berjalan tergesa-gesa bersama Alcheon. “Pejabat Yong Chun..” Seolju berjalan menghampiri temannya itu. Zhi Yeon memberi hormat kepadanya dan Alcheon. “apakah ada masalah di istana?” tanya Seolju. “gudang persediaan pangan prajurit dekat Goguryeo, wilayah Dosal Seong diserang dan dibakar oleh pasuka Goguryeo..” jawab Alcheon. Seolju dan Zhi Yeon sama-sama kaget mendengarnya. “kerusakannya cukup besar…tapi kita tak perlu panik..karena Panglima Yushin sedang melakukan serangan balik…yang sekarang perlu kulakukan adalah mengatur pembangunan kembali, mengatur ulang pendistribusian pangan, dan mencegah agar kabar ini tidak sampai menurunkan semangat rakyat…oleh karena itu aku harus pergi sekarang...” jawab Kim Yong Chun. Seolju mengangguk mengerti. lalu ia membalikkan badannya dan pergi diikuti Alcheon. “pembangunan..konstruksi..” pikir Zhi Youn. “ayo kita pulang Zhi Youn…dan berdoa semoga masalah ini bisa selesaikan..” ujar Seolju. “ya..aku tahu..” seru Zhi Youn. Lalau bukannya ia berjalan mengikuti ayahnya tapi ia malah berlari mengejar rombongan Kim Yong Chun. “kau kemana Zhi Youn?” teriak ayahnya. “aku tahu solusinya ayah..”seru Zhi Youn lalu ia berlari mengejar Kim Yong Chun dan Alcheon. “paman..paman..tunggu” panggilnya. Kim Yong Chun menoleh dan berhenti berjalan. “Zhi Youn?” “maafkan kami nona, tapi kami harus segera pergi..tolong jangan ganggu kami” ujar Alcheon. “aku bukannya mau mengganggu tapi…”
Chapter 39: The Day After

Keesokan paginya.
Deok Man berdiri membantu suaminya mengenakan pakaian sangdaedeungnya "sabukmu kurang rapi.." komentarnya lalu memasangkan tali sabuk Bi Dam. Bi Dam hanya bisa berdiri pasrah menatap istrinya. "nah sekarang sudah rapi.." ujar Deok Man tersenyum senang. Deok Man menatap suaminya yang sedang terdiam "Bi Dam.." panggilnya. Bi Dam tersadar dari lamunannya "hm ya?" "jangan bilang kau berpikir untuk melanggar janjimu kemarin?" tanya Deok Man penuh selidik sambil menatap mata suaminya dalam-dalam. "ti..tidak..tentu saja tidak.." jawab Bi Dam. "lantas apa yang sedang kau pikirkan tadi?" tanya Deok Man. Bi Dam menghela napas "aku..aku hanya sedikit khawatir..itu saja.." lalu mengalihkan perhatian dengan mengenakan topinya. Kedua tangan Deok Man memegang kedua pipi Bi Dam agar ia bisa menatap mata suaminya. "aku baik-baik saja Bi Dam..tak ada yang perlu kau khawatirkan di sini.." ujar Deok Man. "kau yakin ini yang terbaik?Yang Mulia Raja telah memberiku izin untuk bekerja di rum.." jawab Bi Dam. Deok Man memegang kedua tangan suaminya "ini yang terbaik Bi Dam..percayalah padaku.." Bi Dam tak bisa berkata apa apa lagi, ia hanya menganggukan kepalanya. Kemudian ia menggandeng tangan istrinyanya dan berjalan bersama menuju gerbang depan. Sesampainya di depan tandu, Bi Dam mengecup kening istrinya "aku berangkat..". "hati-hati ya.." jawab Deok Man. "Soo Hye..jaga Tuan Putri baik-baik..bila ada apa-apa segera beritahu aku.." kata Bi Dam kepada Soo Hye yang baru saja datang di samping Deok Man. "siap Tuan.." jawab Soo Hye dengan posisi siap ala prajurit. "baiklah..kalo begitu aku berangkat.." ujar Bi Dam tersenyum. Kemudian ia masuk ke dalam tandunya dan pergi menuju Istana. "apakah Han Hye Jin sudah datang?" tanya Deok Man. "belum Tuan Putri..mungkin sebentar lagi.." jawab Soo Hye. "hmm..baiklah aku akan menunggunya di gazebo..dan tolong siapkan obatku Soo Hye.." "baik Tuan Putri.." jawab Soo Hye.
Ruang Kerja Perdana Menteri. Istana.
"Perdana Menteri memasukki ruangan.." seru penjaga pintu. Para pejabat di ruangan itu berdiri memberi hormat. Bi Dam berjalan masuk dan duduk di tempat duduknya. "bagaimana perkembangan terakhir di perbatasan?" tanya Bi Dam sambil membaca gulungan laporan di mejanya. "belum ada pergerakan lebih lanjut" jawab salah seorang pejabat. "hmm..rupanya Panglima Yushin berhasil mendiamkan mereka..lalu bagaimana dengan kondisi dalam negeri, apakah ada masalah?" "ada sedikit gejolak di masyarakat karena berita terbakarnya gudang persediaan pangan namun sudah berhasil diredakan.." jawab pejabat yang lain. Bi Dam menutup laporan yang selesai dibacanya "bagus..jaga harga bahan pangan di pasaran agar tetap stabil..dan pacu semangat rakyat dengan berita kemenangan Panglima Yushin.." Tak lam kemudian seorang kasim tergopoh-gopoh masuk dan memberi hormat kepada Bi Dam. “Tuan Panglima sudah kembali..” katanya. “benarkah?dimana ia sekarang” tanya Bi Dam. “Tuan Panglima sedang berjalan menuju Istana Ingang..“ Bi Dam bangun dari duduknya “aku akan meyambutnya..”katanya sambil tersenyum lalu berjalan keluar.
Pelataran Istana. Siang hari.
Panglima Kim Yushin diikuti Jenderal Baek Eui, Wolya, dan Pil Dan serta Kolonel Go Do berjalan memasuki lorong pelataran istana. Di ujung lorong, Bi Dam sudah menantinya. “Panglima Kim Yushin..” sapanya. Yushin menjabat tangan Bi Dam lalu memeluknya. Tidak sama seperti dulu, pelukan kali ini penuh ketulusan, tak ada kecuirgaan atau perselisihan di antara mereka “Bi Dam..” sapa Yushin. “kuucapkan selamat atas kemenangan kalian..kau memang seorang Panglima yang hebat..” Yushin menepuk bahu Bi Dam “ini juga berkatmu..kalau ka tak meberikan buku itu belum tentu kita bisa menang..” Bi Dam tersenyum. “oh ya mungkin besok atau lusa aku akan berkunjung ke kediamanmu..sudah lama aku tak mengunjungimu..apakah kau mengizinkan..” Bi Dam tertawa “tentu saja kami akan mneyambut kunjunganmu..” Lalu mereka berdua berjalan menuju Istana Ingang untuk menghadap Raja.
Sore hari. Kediaman Perdana Menteri Bi Dam
"aku pulang.." seru Bi Dam selepas turun dari tandunya. Namun tak ada jawaban, yang ada hanya seorang pelayan datang memberi hormat kepadanya. "maaf Tuan, Nyonya sedang beristirahat di kamarnya.." "hmm..baiklah.." jawab Bi Dam. Bi Dam kemudian berjalan masuk ke dalam rumahnya menuju kamarnya. Dengan pelan-pelan, ia membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam kamar. Dilihatnya Deok Man tertidur lelap di atas pembaringannya. Bi Dam kemudian duduk di kursi yang ada di samping istrinya itu. Ia tersenyum melihat wajah Deok Man yang tertidur begitu damai. Melihat peluh yang bermunculan di kening istrinya, Ia mengambil sapu tangannya dan menghapus peluhnya pelan-pelan. "kau pasti sangat lelah ya hari ini.." pikir Bi Dam. Lalu ia membungkuk dan mengecup kening istrinya. "tidurlah yang nyenyak.. Deok Man.." gumamnya. Setelah itu ia membalikan badannya dan berjalan keluar kamar.
"Bi Dam..." langkah Bi Dam terhenti di depan pintu kamarnya mendengar Deok Man memanggil namanya. Bi Dam menoleh, Deok Man sudah terbangun dari tidurnya dan sekarang sedang menatap ke arahnya. "Bi Dam.." panggil Deok Man sambil tersenyum. Bi Dam kemudian berjalan menghampirinya lalu duduk kembali di tempatnya tadi. "aku di sini Deok Man.." jawab Bi Dam lalu mengecup tangan Deok Man yang ia genggam. Deok Man tersenyum mengangguk. Lalu ia berusaha bangun untuk duduk. Bi Dam menahan punggungnya membantunya untuk duduk. Karena perutnya yang semakin membesar, ia agak kesulitan untuk bangun sendiri. "aduh.." keluh Deok Man sambil memegang pinggangnya. Bi Dam pun panik melihatnya "kau kenapa?apakah ada yang sakit?akan segera kupanggilkan tabib.." Melihat kepanikan suaminya, Deok Man malah tertawa. "suamiku..suamiku.."tawanya. Bi Dam jadi bingung melihatnya. "pinggangku hanya nyeri, Bi Dam..jadi kau tak perlu panik seperti itu.." jelas Deok Man. "pinggangmu nyeri?" tanya Bi Dam. Deok Man mengangguk "kata Han Hye Jin rasa nyeri ini adalah hal yang wajar untuk wanita yang sedang hamil sepertiku.."
Lalu Bi Dam duduk di belakang istrinya. "Bi Dam?" tanya Deok man. "apakah bagian ini yang sakit?" tanya Bi Dam sambil menekankan jarinya pada bagian yang ditunjuknya. "ya bagian itu dan di sekitarnya..tunggu Bi Dam apa yang akan kau lakukan?" jawab Deok Man. Tanpa disuruh, Bi Dam mulai memijat pinggang istrinya itu. "apakah terasa agak lebih baik?" tanya Bi Dam. "sangat.." jawab Deok Man yang sedang menikmati pijatan suaminya itu. Setelah dipijat cukup lama "kurasa cukup Bi Dam..nyerinya sudah tidak terasa lagi.." kata Deok Man sambil menarik kedua tangan Bi Dam dan meletakkanya di atas perutnya. Bi Dam meletakkan dagunya di atas bahu kanan istrinya "jika terasa nyeri lagi, panggil aku dan nanti akan kupijat.." "ya..terima kasih ya suamiku.." jawab Deok Man setengah bercanda lalu mengecup pipi kiri suaminya. Bi Dam tersenyum kemudian membisikkan sesuatu di telinga istrinya "bolehkah aku meminta hadiah lebih?". Wajah Deok Man memerah malu mendengarnya. Melihat wajah istrinya, Bi Dam tertawa "istriku..istriku..itu hanya bercanda..kena kau.." Deok Man mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Bi Dam. Wajahnya nampak sebal sekali. "aku marah.." katanya sambil berdiri lalu berjalan meninggalkan tempat tidurnya. "tunggu Deok Man.." Bi Dam mengejarnya dan berhasil memeluknya dari belakang. "maafkan aku..aku tak bermaksud..." kata Bi Dam. Deok Man menoleh menatapnya kemudian menciumnya tiba-tiba. Bi Dam pun terkejut dan ia mendekap erat Deok Man dalam pelukannya. "kena kau.." canda Deok Man setelahnya. Bi Dam tersenyum mengalah "baiklah Tuan Putri aku mengaku kalah.." candanya sambil memeluk Deok Man. Deok Man pun tertawa bahagia dalam pelukannya.

Jumat, 23 Juli 2010

Chapter 38: The Day After

Keesokan paginya.
Deok Man berdiri membantu suaminya mengenakan pakaian sangdaedeungnya "sabukmu kurang rapi.." komentarnya lalu memasangkan tali sabuk Bi Dam. Bi Dam hanya bisa berdiri pasrah menatap istrinya. "nah sekarang sudah rapi.." ujar Deok Man tersenyum senang. Deok Man menatap suaminya yang sedang terdiam "Bi Dam.." panggilnya. Bi Dam tersadar dari lamunannya "hm ya?" "jangan bilang kau berpikir untuk melanggar janjimu kemarin?" tanya Deok Man penuh selidik sambil menatap mata suaminya dalam-dalam. "ti..tidak..tentu saja tidak.." jawab Bi Dam. "lantas apa yang sedang kau pikirkan tadi?" tanya Deok Man. Bi Dam menghela napas "aku..aku hanya sedikit khawatir..itu saja.." lalu mengalihkan perhatian dengan mengenakan topinya. Kedua tangan Deok Man memegang kedua pipi Bi Dam agar ia bisa menatap mata suaminya. "aku baik-baik saja Bi Dam..tak ada yang perlu kau khawatirkan di sini.." ujar Deok Man. "kau yakin ini yang terbaik?Yang Mulia Raja telah memberiku izin untuk bekerja di rum.." jawab Bi Dam. Deok Man memegang kedua tangan suaminya "ini yang terbaik Bi Dam..percayalah padaku.." Bi Dam tak bisa berkata apa apa lagi, ia hanya menganggukan kepalanya. Kemudian ia menggandeng tangan istrinyanya dan berjalan bersama menuju gerbang depan. Sesampainya di depan tandu, Bi Dam mengecup kening istrinya "aku berangkat..". "hati-hati ya.." jawab Deok Man. "Soo Hye..jaga Tuan Putri baik-baik..bila ada apa-apa segera beritahu aku.." kata Bi Dam kepada Soo Hye yang baru saja datang di samping Deok Man. "siap Tuan.." jawab Soo Hye dengan posisi siap ala prajurit. "baiklah..kalo begitu aku berangkat.." ujar Bi Dam tersenyum. Kemudian ia masuk ke dalam tandunya dan pergi menuju Istana. "apakah Han Hye Jin sudah datang?" tanya Deok Man. "belum Tuan Putri..mungkin sebentar lagi.." jawab Soo Hye. "hmm..baiklah aku akan menunggunya di gazebo..dan tolong siapkan obatku Soo Hye.." "baik Tuan Putri.." jawab Soo Hye.
Ruang Kerja Perdana Menteri. Istana.
"Perdana Menteri memasukki ruangan.." seru penjaga pintu. Para pejabat di ruangan itu berdiri memberi hormat. Bi Dam berjalan masuk dan duduk di tempat duduknya. "bagaimana perkembangan terakhir di perbatasan?" tanya Bi Dam sambil membaca gulungan laporan di mejanya. "belum ada pergerakan lebih lanjut" jawab salah seorang pejabat. "hmm..rupanya Panglima Yushin berhasil mendiamkan mereka..lalu bagaimana dengan kondisi dalam negeri, apakah ada masalah?" "ada sedikit gejolak di masyarakat karena berita terbakarnya gudang persediaan pangan namun sudah berhasil diredakan.." jawab pejabat yang lain. Bi Dam menutup laporan yang selesai dibacanya "bagus..jaga harga bahan pangan di pasaran agar tetap stabil..dan pacu semangat rakyat dengan berita kemenangan Panglima Yushin.." Tak lam kemudian seorang kasim tergopoh-gopoh masuk dan memberi hormat kepada Bi Dam. “Tuan Panglima sudah kembali..” katanya. “benarkah?dimana ia sekarang” tanya Bi Dam. “Tuan Panglima sedang berjalan menuju Istana Ingang..“ Bi Dam bangun dari duduknya “aku akan meyambutnya..”katanya sambil tersenyum lalu berjalan keluar.
Pelataran Istana. Siang hari.
Panglima Kim Yushin diikuti Jenderal Baek Eui, Wolya, dan Pil Dan serta Kolonel Go Do berjalan memasuki lorong pelataran istana. Di ujung lorong, Bi Dam sudah menantinya. “Panglima Kim Yushin..” sapanya. Yushin menjabat tangan Bi Dam lalu memeluknya. Tidak sama seperti dulu, pelukan kali ini penuh ketulusan, tak ada kecuirgaan atau perselisihan di antara mereka “Bi Dam..” sapa Yushin. “kuucapkan selamat atas kemenangan kalian..kau memang seorang Panglima yang hebat..” Yushin menepuk bahu Bi Dam “ini juga berkatmu..kalau ka tak meberikan buku itu belum tentu kita bisa menang..” Bi Dam tersenyum. “oh ya mungkin besok atau lusa aku akan berkunjung ke kediamanmu..sudah lama aku tak mengunjungimu..apakah kau mengizinkan..” Bi Dam tertawa “tentu saja kami akan mneyambut kunjunganmu..” Lalu mereka berdua berjalan menuju Istana Ingang untuk menghadap Raja.
Sore hari. Kediaman Perdana Menteri Bi Dam
"aku pulang.." seru Bi Dam selepas turun dari tandunya. Namun tak ada jawaban, yang ada hanya seorang pelayan datang memberi hormat kepadanya. "maaf Tuan, Nyonya sedang beristirahat di kamarnya.." "hmm..baiklah.." jawab Bi Dam. Bi Dam kemudian berjalan masuk ke dalam rumahnya menuju kamarnya. Dengan pelan-pelan, ia membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam kamar. Dilihatnya Deok Man tertidur lelap di atas pembaringannya. Bi Dam kemudian duduk di kursi yang ada di samping istrinya itu. Ia tersenyum melihat wajah Deok Man yang tertidur begitu damai. Melihat peluh yang bermunculan di kening istrinya, Ia mengambil sapu tangannya dan menghapus peluhnya pelan-pelan. "kau pasti sangat lelah ya hari ini.." pikir Bi Dam. Lalu ia membungkuk dan mengecup kening istrinya. "tidurlah yang nyenyak.. Deok Man.." gumamnya. Setelah itu ia membalikan badannya dan berjalan keluar kamar.
"Bi Dam..." langkah Bi Dam terhenti di depan pintu kamarnya mendengar Deok Man memanggil namanya. Bi Dam menoleh, Deok Man sudah terbangun dari tidurnya dan sekarang sedang menatap ke arahnya. "Bi Dam.." panggil Deok Man sambil tersenyum. Bi Dam kemudian berjalan menghampirinya lalu duduk kembali di tempatnya tadi. "aku di sini Deok Man.." jawab Bi Dam lalu mengecup tangan Deok Man yang ia genggam. Deok Man tersenyum mengangguk. Lalu ia berusaha bangun untuk duduk. Bi Dam menahan punggungnya membantunya untuk duduk. Karena perutnya yang semakin membesar, ia agak kesulitan untuk bangun sendiri. "aduh.." keluh Deok Man sambil memegang pinggangnya. Bi Dam pun panik melihatnya "kau kenapa?apakah ada yang sakit?akan segera kupanggilkan tabib.." Melihat kepanikan suaminya, Deok Man malah tertawa. "suamiku..suamiku.."tawanya. Bi Dam jadi bingung melihatnya. "pinggangku hanya nyeri, Bi Dam..jadi kau tak perlu panik seperti itu.." jelas Deok Man. "pinggangmu nyeri?" tanya Bi Dam. Deok Man mengangguk "kata Han Hye Jin rasa nyeri ini adalah hal yang wajar untuk wanita yang sedang hamil sepertiku.."
Lalu Bi Dam duduk di belakang istrinya. "Bi Dam?" tanya Deok man. "apakah bagian ini yang sakit?" tanya Bi Dam sambil menekankan jarinya pada bagian yang ditunjuknya. "ya bagian itu dan di sekitarnya..tunggu Bi Dam apa yang akan kau lakukan?" jawab Deok Man. Tanpa disuruh, Bi Dam mulai memijat pinggang istrinya itu. "apakah terasa agak lebih baik?" tanya Bi Dam. "sangat.." jawab Deok Man yang sedang menikmati pijatan suaminya itu. Setelah dipijat cukup lama "kurasa cukup Bi Dam..nyerinya sudah tidak terasa lagi.." kata Deok Man sambil menarik kedua tangan Bi Dam dan meletakkanya di atas perutnya. Bi Dam meletakkan dagunya di atas bahu kanan istrinya "jika terasa nyeri lagi, panggil aku dan nanti akan kupijat.." "ya..terima kasih ya suamiku.." jawab Deok Man setengah bercanda lalu mengecup pipi kiri suaminya. Bi Dam tersenyum kemudian membisikkan sesuatu di telinga istrinya "bolehkah aku meminta hadiah lebih?". Wajah Deok Man memerah malu mendengarnya. Melihat wajah istrinya, Bi Dam tertawa "istriku..istriku..itu hanya bercanda..kena kau.." Deok Man mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Bi Dam. Wajahnya nampak sebal sekali. "aku marah.." katanya sambil berdiri lalu berjalan meninggalkan tempat tidurnya. "tunggu Deok Man.." Bi Dam mengejarnya dan berhasil memeluknya dari belakang. "maafkan aku..aku tak bermaksud..." kata Bi Dam. Deok Man menoleh menatapnya kemudian menciumnya tiba-tiba. Bi Dam pun terkejut dan ia mendekap erat Deok Man dalam pelukannya. "kena kau.." canda Deok Man setelahnya. Bi Dam tersenyum mengalah "baiklah Tuan Putri aku mengaku kalah.." candanya sambil memeluk Deok Man. Deok Man pun tertawa bahagia dalam pelukannya.

Selasa, 20 Juli 2010

Chapter 38: Heart to Heart

Malam hari.
Di pelataran rumahnya, Bi Dam berdiri dengan tangan bersila di depan dada sambil menyandarkan badannya pada salah satu tiang kayu rumahnya. Menatap kolam koi di halaman rumahnya dengan pandangan hampa.
"sraaat" pintu menuju ruang baca terbuka. Bi Dam menoleh melihatnya. Dari balik pintu, Deok Man berdiri di hadapannya. "ada yang perlu kita bicarakan.." ujar Deok Man yang kemudian berjalan menuju gazebo. Dan Bi Dam pun mengikutinya. Lalu mereka berdua duduk di kursi panjang yang ada di dalam gazebo tersebut. "masalah di istana dan gudang pangan sudah kau selesaikan?" Deok Man memulai pembicaraan tanpa menatap Bi Dam. "sudah..gudang pangan sedang dibangun kembali..paling lambat besok sudah selesai..dan pendistribusian sudah diatur.." jawab Bi Dam. Lalu mereka terdiam kembali "Deok Man..aku.." Bi Dam berusaha memecahkan kebekuan. "aku marah padamu Bi Dam.." ujar Deok Man. "ya..aku sudah menduganya..tapi kau harus mengerti kulakukan itu semua juga demi kebaikanmu..dan tentu aku juga tidak melupakan tanggung jawabku kepada negara.." "itu semua berlebihan Bi Dam..kau tahu aku paling tidak suka kau menjadikanku sebagai alasan..kau harus jujur padaku apa yang kau sembunyikan dariku selama ini.."
Bi Dam tetap menatap ke depan "kau dan anak kita adalah alasanku untuk hidup.. apakah itu juga tidak boleh?" "...tetapi kau menggunakannya untuk berbohong kepadaku..untuk menutupi sesuatu dariku..." "tapi aku melakukannya demi kebaikanmu dan juga anak kita.. aku takut terjadi apa-apa di saat aku tidak ada... mungkin memang aku tak bisa mencegah dan mengetahui kapan penyakit itu akan menyerang..aku hanya bisa mendukungmu dan merawatmu..aku memang tak berguna..akan tetapi ku harap kau mengerti.. bahwa aku bukanlah orang berdarah dingin yang bisa lebih mengutamakan kepentingan negara di saat orang yang kucintai membutuhkanku.." Deok Man sejenak terdiam mendengarnya. " aku memang membutuhkanmu..namun bukan seperti ini yang kuinginkan..saat ini Yang Mulia Raja sedang berusaha melanjutkan penyatuan 3 negara..impianku..impian semua orang...Raja-raja terdahulu mewariskan impian ini kepada kita..ku harap kau tetap fokus Bi Dam..dengan tanggung jawabmu sebagai Perdana Menteri...tak perlu kau mengkhawatirkanku berlebihan seperti ini..aku akan baik-baik saja" ujar Deok Man. Mendengar jawaban itu, Bi Dam beranjak dari duduknya "hari sudah mulai larut..kau perlu beristirahat, Deok Man..meskipun kau belum mengerti..setidaknya kau tahu perasaan dan alasanku yang sebenarnya.." Deok Man tetap duduk dan menatap ke depan "mengenai masalah perasaan.. Bi Dam tahukah kau perasaanku sendiri bagaimana? aku sendiri juga takut.." meskipun suaranya penuh ketegaran namun kedua matanya mulai berkaca-kaca. "takut jika tiba-tiba nanti jantung ini benar-benar berhenti..dan harus meninggalkanmu..aku sedih melihatmu menyalahkan diri sendiri dan yang paling utama dari semuanya..aku juga ingin selalu bersamamu, mendapat dukungan darimu..tahukah kau?" ujar Deok Man. Air mata mengalir membasahi pipinya. Mendengar itu Bi Dam segera memeluk istrinya dari belakang "oleh karena itu aku melakukannya..aku ingin selalu bersamamu dan memberimu dukungan, melakukan apa saja asalkan kau sembuh..meskipun itu semua belum cukup menebus kesalahanku.." Deok Man menarik tangan Bi Dam yang memeluknya, memintanya duduk kembali di sisinya. Bi Dam perlahan menghapus air mata istrinya dengan jemarinya "lagi-lagi aku membuatmu menangis..aku memang suami tak bergu.." "penyakit ini bukan salahmu Bi Dam..aku yang salah..aku yang lupa akan kesehatanku sendiri.."Deok Man menggenggam erat tangan Bi Dam. "dan penyakit itu semakin parah karena ulahku..kau pasti sangat bekerja keras sampai-sampai kau jatuh sakit parah..jika bisa, aku akan meminta Han Hye Jin menukar jantung kita berdua.." "jangan bodoh Bi Dam..itu tak akan mungkin bisa..dan jika seandainya bisa pun aku juga tak akan mau karena nanti kau yang akan sakit..lagipula masih ada harapan untuk sembuh kan?" jawab Deok Man tersenyum optimis. "Deok Man..." gumam Bi Dam. Sekilas dalam pikirannya muncul bayangan ketika Han Hye Jin menyampaikan pada Bi Dam bahwa penyakit Deok Man belum ada obat yang bisa benar-benar menyembuhkannya. "oleh karena itu berjanjilah padaku untuk tidak melakukan hal seperti tadi lagi...aku ingin kau lakukan tanggung jawabmu seperti biasa Bi Dam..sama seperti dulu..berjanjilah.." "tetapi Deok Man.." sergah Bi Dam "dan aku juga akan berjanji padamu bahwa aku akan selalu menjaga kesehatanku dan anak-anak kita.." janji Deok Man sambil meletakkan telapak tangan Bi Dam di atas perutnya. Bi Dam terdiam sejenak mempertimbangkannya "tetapi setidaknya Soo Hye atau pelayan lain harus bersamamu setiap saat aku tidak ada.." katanya Deok Man menganggukan kepalanya "..aku terima permintaanmu..tetapi kau harus fokus penuh pada tanggung jawabmu pada kerajaan?" Bi Dam diam sejenak mempertimbangkan kembali semuanya dalam-dalam lalu menatap Deok Man sambil tersenyum "hmm..baiklah Tuan Putri..saya berjanji.." "aku pegang janjimu..Bi Dam.." jawab Deok Man. "kuharap kau juga tidak melupakan janjimu tadi Deok Man.." Deok Man tersenyum mengangguk "kau bisa pegang janjiku..aku janji.." Lalu Deok Man menyandarkan kepalanya di bahu kiri suaminya. Bi Dam melingkarkan tangan kirinya di pinggang istrinya dan mendekapnya erat. "Bi Dam..aku masih punya 1 permintaan lagi.." gumam Deok Man. "apa itu?" tanya Bi Dam. "kumohon kau jangan menyalahkan dirimu lagi.. penyakit ini bukan salahmu.." jawab Deok Man. Bi Dam hanya terdiam. "anggaplah ini sebagai cobaan yang harus kulewati.." lanjut Deok Man "kita lewati.. tak kan kubiarkan kau menanggung ini sendirian..kita akan melaluinya bersama-sama.." sahut Bi Dam. "ya.. kita bersama-sama.. oleh karena itu kau jangan menyalahkan dirimu lagi Bi Dam..sangat menyakitkan bagiku melihatmu menyalahkan dirimu terus menerus.." kata Deok Man sambil menatap mata suaminya dalam-dalam lalu mengalihkan pandangannya ke bawah. Bi Dam mendekap erat istrinya lalu mengecup keningnya "aku berjanji aku tak melakukan hal yang menyakitimu lagi Deok Man.. atau itu akan menjadi hal yang paling kusesali seumur hidupku.." Deok Man mengangguk tersenyum.
Chapter 37: Problem and Problem again..

Pagi hari. Kediaman Perdana Menteri Bi Dam.
Setelah selesai sarapan, Bi Dam dan Deok Man berjalan menuju gazebo. Pagi ini, Deok Man akan memulai pengobatan akupunturnya dan Bi Dam pun tanpa diminta akan menemani istrinya . "Bi Dam, kau tidak pergi ke Istana lagi hari ini?"tanya Deok Man sambil duduk di sebelah suaminya. "hmm.. tidak.. hal-hal yang penting sudah kuselesaikan kemarin dan sudah kubawa semuanya ke Istana tadi..kau tidak perlu khawatir Deok Man.." jawab Bi Dam. "tadi kau ke istana?kapan? bukannya aku tidak suka..hanya saja rasanya aneh, kau tetap berada di rumah terus seharian ini.. ku harap kau tetap bertanggung jawab atas pekerjaanmu Bi Dam..tanggung jawabmu terhadap Shilla.." Bi Dam menoleh menatap istrinya lalu menggenggam tangannya "ya..aku mengerti..namun yang terpenting sekarang aku bisa menemanimu di sini.."
Tak lama kemudian Han Hye Jin datang menghampiri mereka. Ia menunduk dan memberi hormat. "apa Tuan Putri sudah siap?" tanya Han Hye Jin penuh semangat. Deok Man tersenyum mengangguk "tentu.. oh ya aku sudah meminum obat racikanmu pagi ini.." "bagus Tuan Putri.. nanti malam jangan lupa meminumnya kembali..minumlah secara teratur Tuan Putri.."jawab Han Hye Jin. "iya..kalau begitu kita mulai.." kata Deok Man seraya bangun dari tempat duduknya. Bi Dam berusaha memapahnya membantu istrinya. "aku masih bisa sendiri Bi Dam.." Deok Man tersenyum menolak bantuan suaminya. Bi Dam hanya terdiam dan berjalan di belakang istrinya menuju kamar mereka. Deok Man berbaring di tempat tidurnya, di sampingnya Han Hye Jin menyiapkan jarum dan segala peralatan yang diperlukannya "baiklah kita mulai.." ujar Han Hye Jin sambil mulai memasangkan jarum pada lengan kanan Deok Man yang memperhatikan dengan seksama jarum-jarum yang mulai menyentuh kulitnya. Bi Dam duduk di sisi istrinya sambil menggenggam lembut tangannya yang lain.
Beberapa lama kemudian..
"kita istirahat dulu Tuan Putri..nanti baru kita lanjutkan lagi.." ujar Han Hye Jin. Deok Man mengangguk, berusaha untuk bangun dan duduk di samping Bi Dam "fiuuh.." gumamnya sambil menghapus peluh dari keningnya. Bi Dam mengambil handuk kecil lalu menghapus peluh di wajah istrinya. Deok Man menggenggam tangan Bi Dam "terima kasih Bi Dam.." "aku di sini selalu mendukungmu Deok Man.." jawab Bi Dam tersenyum. Tak lama kemudian terdengar suara dari balik pintu,
"maaf Tuan ada surat dari Bangsawan Kim Yong Chun.." Bi Dam segera bangun dari duduknya dan menghampirinya. Ia tahu ini pasti ada kaitannya dengan Istana dan ia tak mau Deok Man mengetahuinya. "ada apa?" tanya Bi Dam dalam suara pelan sambil membuka pintu kamar. Seorang kasim menunduk memberi hormat dan menyerahkan gulungan itu untuk Bi Dam "maaf Tuan..ini dari utusan Istana..katanya ini mendesak.." Bi Dam segera membuka gulungan itu.
Perdana Menteri Bi Dam, beberapa gudang persediaan pangan prajurit dekat Goguryeo diserang.. Bangsawan Kim Yong Chun agak kewalahan mengatur pendistribusian ulangnya dan kondisi internal Kerajaan..mohon surat instruksi Perdana Menteri sekarang..
Bi Dam menggulung kembali suratnya "akan segera ku kirim suratnya.." Tiba-tiba Deok Man yang sudah berdiri di belakang Bi Dam dan mengambil gulungan itu lalu membacanya. "Bangsawan Kim Yong Chun mengurus internal Kerajaan?bukankah itu tanggung jawabmu?"tanya Deok Man dengan nada marah penuh selidik tersembunyi dalam suaranya. "mengenai itu.." Bi Dam tergagap menjawabnya. "kau harus pergi ke Istana, Bi Dam..sekarang.."ujar Deok Man. "aku bisa membuat surat instruksi..itu yang mereka but.." jawab Bi Dam sambil menatap istrinya dalam-dalam. "pergilah ke Istana..ini perintah Kerajaan, Perdana Menteri Bi Dam.." jawab Deok Man dingin. Bi Dam kaget Deok Man memanggilnya demikian. "tapi aku bisa membuat instruksi dari sini..aku.." "ini perintah Kerajaan..jangan pernah mementingkan kepentingan pribadi..Shilla lebih penting di atas segalanya..pergilah.." jawab Deok Man keras dan tegas. "Deok Man.." panggil Bi Dam. "kau harus pergi Perdana Menteri Bi Dam.. masalah ini tanggung jawabmu..dan harus kau selesaikan.. ini perintah kerajaan dari.. ku" ujar Deok Man lalu membalikan badannya, memunggunginya Bi Dam. "baiklah Tuan Putri..akan saya laksanakan.." jawab Bi Dam lalu memberi hormat. Kemudian Bi Dam pergi berjalan meninggalkan halaman.
Soo Hye yang dari tadi mengintip dari balik punggung kasim sambil membawakan teh untuk Deok Man, Bi Dam, dan Han Hye Jin, berpapasan dengan Bi Dam. " jika terjadi apa-apa, segera beritahu aku..jaga dia.."gumam Bi Dam. Soo Hye dapat melihat kesedihan di wajah tuannya itu "ba..baik Tuan.." Setelahnya, Soo Hye menghampiri tuan putrinya yang sedang duduk beristirahat "maafkan saya Tuan Putri jika hamba lancang..namun apakah tadi itu tidak terlalu keras?" "aku tahu..tapi aku terpaksa melakukannya.."jawab Deok Man "pasti ada yang ia sembunyikan dariku selama ini.." pikirnya.
Istana. Ruang Kerja Perdana Menteri.
"Perdana Menteri memasuki ruangan.." ujar kasim penjaga pintu. Para pejabat berdiri dan memberi hormat kepada Bi Dam yang melangkah masuk dan duduk. "bagaimana situasi terakhir di sana?" tanya Bi Dam. "lapor Perdana Menteri, Panglima besar Kim Yushin berhasil melakukan serangan balasan kepada pasukan Goguryeo dan menduduki wilayah mereka dan bangsawan Kim Yong Chun sudah mengatur pembangunan ulang..hanya tinggal mengatur pendistribusian dan internal saja..." "baiklah..aku sudah membuat rencana jangka pendek dan panjang untuk masalah ini.." kata Bi Dam sambil membuka gulungan yang dibawanya.
Sore hari. Kediaman Perdana Menteri Bi Dam.
Bi Dam melangkah masuk ke dalam rumahnya. Soo Hye menunduk memberi hormat kepadanya. "Tuan Putri baik-baik saja kan?" tanya Bi Dam khawatir. "ya Tuan.. Tuan Putri sedang beristirahat di ruangannya.." jawab Soo Hye. "hmm..kurasa sementara ini kau harus selalu bersamanya..ia pasti masih marah padaku.." ujar Bi Dam sambil berjalan ke kamarnya. Deok Man terlelap dalam tidurnya di kamarnya. Bi Dam menatap istrinya dalam-dalam lalu berlutut di samping pembaringan istrinya. "aku hanya ingin melakukan yang terbaik untukmu..untuk anak kita.. Deok Man.."gumam Bi Dam lalu ia mengecup kening istrinya.
Malam hari.
Setelah melewati makan malam bersama dalam diam, Deok Man meminta So Hye membantunya menyusun pakaiannya dalam lemari. Bi Dam hanya diam saja memperhatikan. Ia tidak ingin memperkeruh suasana. Ia menunggu sampai Deok Man sudah tenang.
"Tuan Putri.." panggil So Hye. Deok Man menoleh "ya?" "maaf Tuan Putri jika hamba lancang tapi apakah Tuan Putri akan tetap marah terus seperti ini terhadap Tuan?akan sampai kapan?" Deok Man berhenti merapikan pakaiannya "selama dia belum menyadari kesalahannya itu..dan menceritakan semuanya.." "tapi saya rasa Tuan melakukannya bukan karena melupakan atau ingin melalaikan tugasnya..tapi karena ia mengkhawatirkan Tuan Putri.." "tapi tetap saja di saat situasi genting di Istana seperti tadi.. ia tetap memikirkan kepentingan pribadi.. memang bisa ada pengecualian jika itu berkaitan dengan nyawa orang lain..tapi kurasa pengecualian itu belum berlaku di sini sekarang..dan ia berusaha melakukannya tanpa sepengetahuanku.." "tetapi Tuan juga tidak melupakan kepentingan negara, Tuan tetap melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.. hanya saja dengan cara dan tempat yang berbeda..Tuan sangat khawatir terhadap kondisi Tuan Putri..Tuan melakukannya diam-diam karena Tuan tahu Tuan Putri pasti tidak akan menyukainya.." kata Soo Hye. "ya benar aku tidak menyukainya.. karena tak ada yang perlu ia khawatirkan..aku baik-baik saja.."jawab Deok Man sambil melipat pakaian di pangkuannya. "mengertilah perasaan Tuan, Tuan Putri.. Tuan melakukannya karena perasaan cintanya untuk Tuan Putri.. Jika mencintai seseorang tentu kita ingin terus bersamanya bukan?terutama saat kita tahu di saat orang itu membutuhkan dukungan kita.. kita tak mau kan meninggalkannya meskipun ada orang lain yang menemaninya?..." tanya Soo Hye
Mendengar itu, Deok Man hanya terdiam. Hati kecilnya membenarkan kata-kata Soo Hye tadi.
Chapter 36

Keesokan paginya.
Karena memikirkan kondisi Deok Man, Bi Dam semalaman tak bisa tidur hingga pagi. Perlahan Deok Man membuka matanya, bangun dari tidurnya "selamat pagi, Bi Dam.." Bi Dam menoleh menatap lembut istrinya. "selamat pagi Deok Man.." Tampak lingkaran hitam di bawah kedua mata Bi Dam. "kau tidak tidur semalaman ya?" tanya Deok Man. Bi Dam menggelengkan kepalanya "aku tidur..hanya saja bangun lebih awal tadi tadi.." "kau bohong Bi Dam..ada lingkaran hitam di bawah matamu..kau kenapa?" "hah?iya?" Bi Dam memijat-mijat matanya. "oh ya apa yang ingin kau lakukan hari ini, Deok Man?aku akan menemanimu seharian.." Bi Dam berusaha mengalihkan pertanyaan. "jawab pertanyaanku dulu Bi Dam..tidak biasanya kau tidak tidur semalaman seperti ini?" "a..aku tidur hanya saja pas tengah malam aku terbangun karena lapar..dan aku jadi susah mau tidur lagi..nah makanya sekarang ayo kita sarapan..aku sudah sangat lapar.."elak Bi Dam sambil bangun dari tidurnya lalu mengulurkan tangannya ke arah Deok Man. Deok Man hanya menghela napas lalu ia meraih tangan Bi Dam dan bangun dari tidurnya kemudian mereka keluar dari kamar mereka menuju ruang makan. "ia pasti memikirkan penyakitku semalaman..Bi Dam.." pikir Deok Man.
Siang Hari. Istana.
Han Hye Jin sedang memeriksa buku catatan kesehatan Deok Man dari tabib Istana yang pernah merawatnya. Pada umumnya, tabib Istana pasti memiliki buku riwayat kesehatan setiap anggota kerajaan yang disimpan sebagai arsip Kerajaan. "benar dugaanku.. dan ini adalah gejala kronisnya.."pikir Han Hye Jin. Lalu ia mengembalikan buku itu ke tempatnya semula dan pergi.
Siang hari. Kediaman Perdana Menteri Bi Dam.
Deok Man sedang memainkan lagu Barramggoc dengan sitarnya di gazebo ditemani Bi Dam. Di akhir permainan, Bi Dam tersenyum dan memberikan applaus untuknya. "bagaimana menurutmu Bi Dam?"tanya Deok Man. "sangat indah..kau benar-benar belajar ya selama aku pergi?"puji Bi Dam. Deok Man tersenyum mengangguk "sekarang mainkan serulingmu..kita bermain bersama.."Bi Dam mengambil serulingnya lalu mulai meniupnya dan Deok Man mengiringinya. "ternyata memang lebih indah dimainkan berdua"ujar Bi Dam tersenyum. Deok Man mengangguk setuju.
Tak lama kemudian, seorang pelayan datang menghampiri mereka, menunduk memberi hormat "maaf Tuan, Nyonya, Tabib Han Hye Jin datang berkunjung kemari.." "persilahkan dia duduk menunggu di ruang tamu..kami akan segera ke sana.."jawab Bi Dam. "baik Tuan.." pelayan itu menunduk lalu pergi. Bi Dam beranjak dari tempat duduknya lalu mengulurkan tangannya kepada Deok Man "kita ke ruang tamu, Deok Man.." Deok Man tersenyum mengangguk meraih tangan Bi Dam lalu bangun dari tempat duduknya dan berjalan bersama suaminya menuju ruang tamu.
Sraak. Han Hye Jin berdiri menunduk memberi hormat. Deok Man tersenyum "duduklah..". Lalu mereka bertiga duduk. Kemudian Han Hye Jin mengeluarkan kotak yang dibungkus kain berwarna emas dan meletakkannya di atas meja "ini obat yang sudah saya racik..Tuan Putri harus meminumnya.. di pagi dan malam hari setelah makan..setiap hari.." "terima kasih Tabib Han Hye Jin.."jawab Deok Man. "kapan kau bisa mulai melakukan pengobatan untuk istriku?" tanya Bi Dam. "besok pagi bisa dimulai..akupuntur akan dilakukan setiap 2 hari sekali..bagaimana Tuan Putri?" "baik..besok pagi.."jawab Deok Man semangat. Lalu Deok Man beranjak dari tempat duduknya. "mau kemana?"tanya Bi Dam. "sudah hampir waktunya makan siang..aku harus menyiapkan makan siang..tabib Han Hye Jin kau ikutlah makan siang bersama kami.."
"terima kasih Tuan Putri..tetapi maaf saya tidak bisa karena harus mengambil ramuan obat yang dikirim dari Tang siang ini di Pelabuhan.."jawab Han Hye Jin. "sayang sekali.."ujar Deok Man. "aku akan ikut membantu.."ujar Bi Dam ikut berdiri. Deok Man menggelengkan kepalanya "aku bisa sendiri Bi Dam lagipula sudah ada Soo Hye yang membantuku..aku tinggal dulu ya.." "ya Tuan Putri.."jawab Han Hye Jin. Lalu Deok Man berjalan keluar, meninggalkan Bi Dam dan Han Hye Jin berdua saja di ruang tamu. "Tuan Putri sangat tegar menghadapi semua ini.."ujar Han Hye Jin. "ya..kau tahu sampai sekarang aku sendiri tak tahu harus bersikap apa padanya..aku sangat senang melihat ia bahagia karena bayi kami kembar tapi di saat yang bersamaan berita mengenai penyakitnya membuatku hancur berkeping-keping..ia wanita paling mandiri, tegar, dan kuat yang pernah kutemui..namun bagiku sekarang ia sangat rapuh..penyakit itu bisa membuatnya jatuh setiap saat tanpa bisa kucegah..adakah yang kubisa lakukan untuknya agar ia bisa sembuh?agar aku saja yang menderita penyakit itu bukan dirinya? akulah yang menyebabkan dirinya jatuh sakit..seandainya aku tidak melakukan kebodohan itu.." jawab Bi Dam frustasi. Matanya berkaca-kaca. Han Hye Jin hanya bisa terdiam. Ia dapat mengerti perasaan cinta Bi Dam yang begitu besar untuk istrinya. "Bi Dam.." gumam Deok Man yang berdiri di balik pintu mendengarkan pembicaraan mereka.
Ruang Makan.
Setelah Han Hye Jin pergi, Bi Dam berjalan menuju ruang makan. Tentu saja, ia sudah menghapus raut wajahnya yang muram. Ia tahu ia pasti Deok Man tak akan suka jika tahu mengenai ketakutannya dan kekhawatirannya. "yang dibutuhkannya sekarang adalah aku yang kuat dan mendukungnya.."pikir Bi Dam sambil mengepalkan tangannya lalu berjalan masuk ke dalam ruang makan dan duduk menunggu istrinya.
"Tabib Han Hye Jin sudah pulang?" tanya Deok Man yang tak lama kemudian masuk. Bi Dam mengangguk "nah mari makan.." serunya penuh semangat sambil mengambil lauknya. Deok Man tersenyum melihat suaminya itu. "ada yang aneh ya?" tanya Bi Dam sambil mengemut sumpitnya. Deok Man menggeleng "tidak..aku hanya senang..senang melihatmu melahap masakanku.." Bi Dam tersenyum menghela napas lalu mengambilkan lauk untuk istrinya "kau juga harus makan Deok Man.." Deok Man mengangguk dan mengambil sumpitnya "selamat makan.."ujarnya.

Rabu, 14 Juli 2010

Side Story Chapter 03: First Chatting

Kediaman Bangsawan Kim Yong Chun.
"Paman..tadi mereka itu siapa?" tanya Zhi Youn. "yang berbaju merah itu adalah Kolonel Go Do..yang berbaju hitam adalah Kepala Pengawal Raja Kim Alcheon.." jawab Kim Yong Chun "aku merasa Tuan Alcheon adalah orang yang setia,disiplin dan teratur.." tutur Zhi Youn. "bagaimana kau tahu?" tanya Yong Chun. "dari pedangnya..dari gagangnya aku tahu itu pedang sudah lama, namun mata pisaunya tampak seperti sering diasah dan dirawat sehingga tetap bersih..bagi seorang ksatria..pedang adalah hidupnya.." Zhi Youn menjelaskan. Yong Chun tertawa mendengarnya "pengamatanmu bagus sekali..luar biasa.." pujinya. Lalu Zhi Youn bersama Kim Yong Chun melangkah masuk ke dalam ruang tamu. Di sana, Seolju sudah duduk menunggu "ayah.." panggil Zhi Youn takut karena cara ayahnya duduk pasti ayahnya sedang marah. "jika ini bukan di rumah pejabat Kim Yong Chun..ayah pasti sudah memarahimu..kau ini sebenarnya kemana..para pelayan mencarimu kemana-kemana tapi kau tak ada..." "maafkan aku ayah.."gumam Zhi Youn menyesal. "sudahlah..Zhi Youn tadi hanya tersesat dalam perjalanan ke sini.." Para pelayan Kim Yong Chun menyajikan makanan kecil dan minuman, lalu Yong Chun mempersilahkan mereka menyantapnya. "paman..ayo ceritakan padaku tentang Tuan Putri.." seru Zhi Youn. "Zhi Youn.."tegur ayahnya. Kim Yong Chun tertawa sambil mengelus janggutnya "sebenarnya aku berniat untuk memberi lebih dari sekedar cerita.." paparnya "maksudmu? tanya Seolju. "kalau diizinkan dan ia mau..aku ingin mendidiknya di sini...ia memiliki potensi.." "aku belajar di sini?" Kim Yong Chun tersenyum mengangguk "apakah kau mengizinkannya Seolju?" Seolju terdiam memikirkannya "aku takut ia akan menyusahkanmu dan bibinya di sini..aku saja kesulitan mendidiknya.." katanya "ayah aku berjanji tak akan menyusahkan bibi dan paman..dan akan belajar sungguh-sungguh..aku mohon.." pinta Zhi Yeon. Ayahnya menghela napas dalam-dalam "baiklah..ayah akan mengizinkan..tapi jika kau berulah..kau harus pulang dan dihukum.." “terima kasih ayah..” Zhi Yeon menundukkan kepalanya.

Keesokan paginya.
Istana.
Zhi Yeon ikut seta dengan ayahnya dan Bangsawan Kim Yong Chun ke Istana untuk bertemu dengan Yang Mulia Raja. “Zhi Yeon…ayah akan menghadap Yang Mulia Raja..kau tunggu di sini saja..” ujar Seolju. Zhi Yeon mengangguk “baik ayah..”
Seolju dan Kim Yong Chun masuk ke dalam Ruang Kerja Raja, sementara Zhi Yeon berdiri dipelataran luar Istana. “kau sedang apa sendirian di sini Nona?” Zhi Yeon kaget mendengar suara itu dan menoleh. Alcheon yang berdiri di belakangnya dan memanggilnya. Zhi Yeon memberi hormat kepada Alcheon “saya hanya menunggu ayah saya Tuan…” Alcheon berdiri di sampingnya lalu mereka terdiam sejenak. Masing-masing berpikir topik pembicaraan apa yang akan mereka bahas “ah..maaf..” ujar mereka bersamaan. “Tuan saja yang duluan..” “Nona saja yang duluan” ujar mereka lagi-lagi bersamaan. “Tuan saja yang lebih dulu..” kata Zhi Yeon. “baiklah..aku hanya ingin tahu apakah kau pernah belajar ilmu pedang?” tanya Alcheon. Zhi Yeon mengangguk dan tersenyum ketika ia mengingat masa kecilnya. “saya mempelajarinya dari latihan yang ayah berikan kepada prajurit..tentu saja ayah awalnya tidak mengetahui ini..tapi lama-lama ketahuan juga..awalnya ayah tidak mau mengajari..tapi akhirnya setelah ayah pun mau juga mengajari saya..katanya agar saya bisa menjaga diri..tapi bagaimana Tuan tahu?jangan-jangan…” Alcheon mengangguk “aku sempat mengintip ketika kau sedang memainkan pedangku…dan kupikir kau pasti sering berlatih pedang karena gerakanmu mencerminkan kau bukanlah orang awam…” Zhi Youn tersenyum mendengarnya “saya juga tahu Tuan pasti sangat menyayangi pedang Tuan..meskipun pedang itu sudah lama..” ”bagaimana kau bisa tahu?” “boleh kupinjam pedangnya?” tanya Zhi Yeon. Alcheon memberikan pedangnya padanya. “gagang pedang ini kelihatan sudah lama…tampak bekas genggaman tangan di sini..” tunjuk Zhi Yeon. Lalu ia menghunuskan pedangnya. “dan mata pedangnya nampak bersih berkilau dan tajam..itu berarti pedang ini sangat dirawat oleh pemiliknya..”lalu memberikan pedang itu kepada pemiliknya. Alcheon memandangi pedangnya “meskipun aku memiliki pedang baru tapi aku tak bisa melepas pedang ini…ini sudah menemaniku sejak aku menjadi nangdo, lalu hwarang, mengawal Tuan Putri Cheon Myeong, membantu Tuan Putri Deok Man, mengawal Yang Mulia Ratu dan sekarang Yang Mulia Raja…aku tak bisa melepasnya begitu saja..” “ membantu Tuan Putri Deok Man?ya ampun jangan-jangan Tuan itu salah satu dari 3 orang yang setia kepada Tuan Putri yang selalu di sisinya sejak awal..” Alcheon tertawa kecil mendengarnya “salah satu dari 3 orang yang setia?darimana ada julukan seperti itu?” “saya mendengarnya dari orang-orang..dari pengawal..saya penasaran seperti apa Tuan Putri itu..bagaimana ia bisa kembali ke istana sebagai putri..kata ayah yang memantau kabar dari ibukota, Tuan Putri memiliki 3 orang kepercayaan yang selalu setia bersamanya sampai sekarang..ayah hanya tahu Tuan Kim Yushin namun ayah tidak tahu siapa nama yang dua lainnya..tapi yang jelas ketiganya selalu setia bersamanya dari awal…dan ketika Tuan Putri naik takhta, mereka tetap bersama Tuan putri dan duduk di jabatannya masing-masing…yang ayah tahu salah satunya menjadi Panglima besar yakni Tuan Kim Yushin..” Alcheon tertawa lagi mendengarnya “Panglima Yushin dan Perdana Menteri Bi Dam adalah kedua tangan Tuan Putri…aku hanya memerankan peran kecil saja..jujur aku sangat kaget ketika Yang Mulia Ratu memilihku sebagai kepala pengawalnya…dan kurasa pengabdianku bagi Tuan Putri selama ini belum cukup membantu pengabdian Tuan Putri bagi negara ini apalagi membayar hutangku pada beliau.. ” “jadi ketiga orang yang dimaksud adalah Tuan Panglima Kim Yushin, Tuan Perdana Menteri Bi Dam dan Tuan sendiri..waah hebat…” Zhi Youn terkagum-kagum. “tetapi kontribusi yang lain jangan dilupakan..banyak juga oran lain selain kami yang ikut berjuang bersama Tuan Putri..seperti Yang Mulia Raja, Kolonel Go Do, Penasihat Juk Bang, Pejabat Kim Yong Chun, dan masih banyak lagi..” “aku dan ayah juga..ah maaf maksudnya saya dan ayah..maafkan saya” kata Zhi Youn sambil menunduk meminta maaf Alcheon lagi tersenyum “dulu mungkin aku akan menegur jika ada yang berbicara kurang sopan, dulu aku tidak mengerti kenapa Tuan Putri dulu yang mengizinkan Tuan Bi Dam memanggilnya namanya saja dan berbicara seakan-akan mereka adalah orang yang sederajat bukan sebagai Tuan Putri dan pengawalnya.. tapi setelah kuamati sekian lama aku bisa melihat Tuan Putri lebih bahagia dengan itu..dan sekarang aku bisa memahaminya..jadi kau tidak perlu meminta maaf kali ini..” Zhi Yeon mengangguk. “jadi ayahmu dan kau juga mendukung Tuan Putri?” Zhi Youn mengepalkan tinjunya dengan semangat “tentu saja..aku dan ayah mendukung Tuan Putri..ayah sangat setuju dengan kebijakan Tuan Putri mengenai pajak tanah dan penyediaan lahan dan peralatan seperti yang dilakukan di Bneteng Angang..tetapi ayah sempat ragu-ragu..” “ayahmu sempat ragu-ragu?” tanya Alcheon.
Chapter 35: Can't Sleep Well

Setelah Deok Man bangun dari tidurnya dan berhasil membujuk Bi Dam untuk pulang ke rumah mereka, mereka pun pulang bersama ke kediaman mereka. Yang Mulia Raja membagi tugas Bi Dam di Istana sebagai Perdana Menteri dengan Bangsawan Kim Yong Chun agar bisa menjaga Deok Man di rumah. Dan tentu saja hanya Raja, Bi Dam, dan Bangsawan Kim Yong Chun yang mengetahuinya.
Kediaman Perdana Menteri Bi Dam. Malam hari.
"beruntung, aku membuat banyak pakaian bayi dan selimutnya..bagaimana menurutmu Soo Hye, apakah ini sudah cukup?"ujar Deok Man sambil memperhatikan seisi kamar anak-anaknya kelak. "saya rasa ini sudah lebih dari cukup Tuan Putri.."jawab Soo Hye yang berdiri di samping Deok Man. Ia sudah diberitahu perihal penyakit Tuan Putrinya itu oleh Bi Dam, dan ia ikut sedih karenanya. "Deok Man.." Deok Man menoleh di belakangnya, Bi Dam berdiri memanggilnya "kau harus istirahat Deok Man..ini sudah malam.." Soo Hye menunduk memberi hormat kemudian berjalan keluar ruangan. "Bi Dam, kurasa kita membutuhkan 1 tempat tidur lagi untuk bayi kembar kita..bagaimana menurutmu?"tanya Deok Man. Bi Dam menghela napas tersenyum menggenggam tangan Deok Man. "baiklah besok aku akan memesan 1 tempat tidur lagi pada tukang kayu..sekarang kita harus kembali ke kamar.." Lalu mereka berdua berjalan meninggalkan kamar anak-anak mereka menuju kamar tidur mereka. Bi Dam membukakan selimut untuk Deok Man dan berusaha membantunya untuk berbaring. Namun Deok Man menolak dibantunya "aku masih bisa sendiri, Bi Dam.." Bi Dam hanya bisa diam mengawasinya lalu berbaring di sisi Deok Man. Bi Dam mengecup kening istri yang sangat dicintainya itu "selamat tidur Deok Man.." "apakah kau tidak mau mengucapkan selamat tidur pada anak-anak kita?" tanya Deok Man. Bi Dam berbaring ke samping lalu meletakkan telapak tangannya di atas perut Deok Man "selamat tidur anak-anakku..ayah sangat menyayangi kalian.. nah sekarang tidurlah Deok Man.." Bi Dam mengecup kening Deok Man lagi. Deok Man mengangguk lalu memejamkan matanya. Bi Dam menyandarkan kepalanya di lengannya dan menatap Deok Man yang nampak damai tertidur di sisinya. Kata-kata tabib tadi kembali terngiang dalam benaknya. Seketika itu juga kesedihan yang amat sangat merudung wajahnya..
Chapter 34 part. 02: ...Bad News?

"Han Hye Jin?"panggil Deok Man. "maafkan saya Tuan Putri jika saya lalai dalam menyadari hal ini tapi saya sungguh tidak pernah merasakan kehadiran 1 bayi lagi..maafkan saya.." Han Hye Jin membungkukan badannya "tak apa-apa..aku sendiri juga baru menyadarinya sekarang..mereka baik-baik saja bukan?" Han Hye Jin mengangguk "syukurlah.."gumam Deok Man sambil mengusap perutnya "apakah Tuan Putri pernah jatuh pingsan sebelum oleh penyebab yang sama?" Deok Man mengangguk. Ia ingat ia pernah jatuh pingsan karena hal yang sama ketika ia sedang menghadapi pemberontakan Yeom Jong dan bangsawan lain. "tapi itu sudah lama sekali..hampir setahun yang lalu..dan aku sudah meminta tabib istana membuatkan obat untukku sekali itu dan setelahnya aku tak pernah mengalaminya lagi..apakah itu berpengaruh?" Bi Dam menoleh menatap Deok Man "kau pernah jatuh sakit, Deok Man?aku tak pernah mendengarnya..apa jangan-jangan ini sama dengan yang kau alami waktu itu..waktu kau mencegahku memanggil tabib?" Deok Man tersenyum lemah menggelengkan kepalanya. "waktu itu kau sedang tidak di Istana, Bi Dam..memang hanya sedikit yang tahu karena aku meminta tabib istana untuk tidak memberitahukan siapa-siapa.." "apakah tabib Istana mengatakan sesuatu tentang penyebab Tuan Putri pingsan?"tanya Han Hye Jin "ya..ia bilang aku kondisiku cukup parah..dan itu membuatku pingsan ditambah lagi aku terlalu lelah dan..stress.." Bi Dam terkejut mendengarnya "kondisimu cukup par..”.." "tapi aku sudah meminta tabib memberiku obat.. dan itu tidak pernah kambuh lagi.." potong Deok Man untuk menenangkan Bi Dam. Bi Dam memukul keningnya kesal "kemana aku saat itu sampai aku tidak tahu.." "hanya itu saja Tuan Putri?apakah tabib tidak mengatakan apa penyebabnya?atau dimana letaknya?"tanya Han Hye Jin. Deok Man menggelengkan kepalanya "tabib ingin memeriksaku lebih lanjut namun aku menolaknya..lagipula setelahnya itu tak pernah kambuh lagi..aku merasa sudah sembuh..apakah itu berpengaruh?" Dengan berat hati, Han Hye Jin menyampaikan hasil analisisnya "dengan berat hati saya harus menyampaikan bahwa Tuan mengalami penyumbatan pada pembuluh darah di jantungnya..itulah yang menyebabkan Tuan Putri jatuh pingsan hari ini dan waktu itu.." Bi Dam sangat shock mendengarnya. "a..apakah itu berpengaruh bagi bayi-bayiku?apakah mereka tidak bisa lahir dengan selamat?"tanya Deok Man gemetar. "yang saya khawatirkan adalah kondisi Tuan Putri.. Kehamilan dan melahirkan seorang bayi adalah proses yang cukup panjang dan melelahkan..itu membuat jantung harus bekerja lebih keras namun karena ada penyumbatan, aliran darahnya mengalami gangguan dan ini bisa membahayakan nyawa Tuan Putri..beruntung selama masa kehamilan ini tak ada masalah..namun saat melahirkan nanti..apalagi melahirkan bayi kembar..itu membuat tubuh Tuan Putri bekerja sangat keras..dan itu harus didukung oleh kinerja jantung yang prima untuk melaluinya" "tapi pasti ada cara untuk mengobatinya bukan?" tanya Bi Dam frustasi sambil menggenggam erat tangan Deok Man. Kesedihan merudungi wajahnya. "ya..dunia pengobatan Tang berhasil menemukan cara untuk..untuk mengobatinya..menggabungkan akupuntur dan ramuan herbal..namun itu membutuhkan waktu paling cepat 6 bulan-1 tahun..namun metode ini belum pernah diterapkan pada ibu hamil..tapi saya akan berusaha agar Tuan Putri bisa melahirkan dengan selamat.." "tolong usahakan agar bayi-bayiku bisa lahir dengan selamat.. itu yang paling penting.."ujar Deok Man. Han Hye Jin mengangguk "saya akan membuat racikan obat untuk menguatkan tubuh dan jantung Tuan Putri agar prima selama kehamilan ini dan saat melahirkan nanti.." Deok Man tersenyum "terima kasih tabib Han Hye Jin.. kupercayakan semuanya padamu..aku ingin kau yang menangani kelahiran bayi-bayiku.." Han Hye Jin berdiri menundukkan kepalanya "suatu kehormatan bagi saya untuk bisa membantu Tuan Putri.. saya akan berusaha semaksimal mungkin..dan Tuan Putri sendiri harus menjaga diri..jangan sampai kelelahan apalagi stress.." Deok Man tersenyum mengangguk. Han Hye Jin menunduk memberi hormat "saya permisi dulu Tuan Putri..maaf Tuan Perdana Menteri bisakah kita bicara berdua sebentar di luar..ada yang ingin saya bicarakan mengenai bahan-bahan obat untuk Tuan Putri.." "tentu.." Bi Dam segera beranjak bangun dari sisi Deok Man. Tangan Deok Man menarik lengan pakaian Bi Dam "kalian bisa membicarakan itu di sini.." Bi Dam tersenyum "kau harus istirahat Deok Man jadi kami akan bicara di luar..aku akan segera kembali.." Bi Dam kembali duduk, menggenggam tangan Deok Man sambil menepuk-nepuk lembut dada Deok Man "tidurlah Deok Man.." Deok Man tersenyum lalu mulai menutup matanya dan tertidur. Setelah Deok Man tertidur lelap, Bi Dam dan Han Hye Jin berjalan keluar ruangan. "katakan yang sebenarnya.." ujar Bi Dam "maafkan saya Tuan Perdana Menteri..” Han Hye Jin menundukkan kepalanya dalam-dalam. “sebenarnya belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit Tuan Putri..hanya saja orang-orang Dinasti Tang menggunakan itu dalam mengobati para penderita penyakit ini selama bertahun-tahun..namun hasilnya belum diketahui secara pasti...apakah penderitanya sembuh atau tidak.." Bi Dam sangat shock mendengarnya. Matanya nampak berkaca-kaca menerima pukulan yang luar biasa menghujam dadanya. “tidak mungkin..Deokman..” gumamnya tercekat. Air matanya pun jatuh. “besarkah kemungkinannya untuk bertahan hidup?” tanya Bi Dam dengan nada putus asa. “saya tidak bisa memprediksikan kemungkinannya..penyakit ini bisq menyerang kapan saja..akan tetapi.. jika bisa bertahan sampai waktu kelahiran tiba, di atas kertas, ada peluang namun kecil karena melahirkan akan membuat jantung bekerja sangat keras apalagi ini adalah kelahiran bayi kembar..meskipun begitu saya akan berusaha menyembuhkan Tuan Putri semaksimal mungkin tanpa mengganggu kesehatan bayi-bayinya” "tolong usahakan semaksimal mungkin agar istriku dan anak-anakku selamat.. aku sangat memohon padamu.."ujar Bi Dam sambil memegang kedua tangan Han Hye Jin dan memohon kepadanya. Nampak air mata kesedihan tertahan di kedua matanya. "saya akan berusaha semaksimal mungkin Tuan Perdana Menteri.." Lalu ia mengeluarkan secarik kertas berisi bahan-bahan obat yang ia perlukan lalu memberikannya kepada Bi Dam "saya membutuhkan bahan-bahan langka ini untuk membuat obat dan kebun tanaman obat Istana memilikinya..namun saya membutuhkan surat izin Tuan, untuk bisa mengambilnya.." "aku akan segera membuatnya..nanti akan kuberitahu pengawasnya..dan adakah hal lain yang bisa kulakukan untuknya?agar penyakitnya tidak kambuh?" tanya Bi Dam. Wajahnya sangat memelas. Sangat berharap ia bisa melakukan sesuatu untuk istrinya. "usahakan agar Tuan Putri jangan sampai kelelahan apalagi stress..jaga pola makan dan istirahatnya.." jawab Han Hye Jin. Bi Dam mengangguk mengerti. "baiklah..saya permisi dulu Tuan Perdana Menteri..saya harus mempelajari lebih dalam metode pengobatan Tang..jika ada apa-apa panggil saya..saya akan selalu siaga.." Han Hye Jin menunduk memberi hormat. Bi Dam mengangguk "terima kasih tabib Han Hye Jin.." Lalu Han Hye Jin berjalan meninggalkan Bi Dam. "ya Tuhan kenapa ini terjadi pada Deok Man.." gumam Bi Dam sedih sambil meninju dinding. "Perdana Menteri Bi Dam" Bi Dam menoleh. Ternyata Permaisuri yang memanggilnya, ditemani Raja dan Alcheon. Bi Dam segera menunduk memberi hormat. "apa yang terjadi pada Putri Deok Man?"tanya Raja "Putri Deok Man baik-baik saja kan?"tanya Permaisuri. Bi Dam mengangguk dengan pandangan kosong "ya..dan Tuan Putri saat ini sedang beristirahat di kamarnya.." "tatap aku Bi Dam..katakan padaku apa yang terjadi sebenarnya.."sergah Raja. Bi Dam menoleh menatap Raja, Permaisuri, dan Alcheon. Mereka semua nampak khawatir. Lalu Bi Dam mulai menceritakan semuanya. Alcheon, Raja, dan Permaisuri terkejut mendengarnya. "Pu..Putri Deok Man menderita gangguan jantung?" Mata Permaisuri berkaca-kaca begitu mendengarnya. "apakah tak ada metode pengobatan lain?"tanya Raja. Bi Dam menggelengkan kepalanya. Lalu Bi Dam menoleh ke arah Alcheon "Alcheon, kau tahu kapan Tuan Putri pernah jatuh pingsan dan sakit seperti ini sebelum beliau turun takhta?" Alcheon terdiam. Tentu, ia masih mengingat kejadian itu dan waktu itu Deok Man memintanya merahasiakan ini. "jawab aku Alcheon..ini perintah kerajaan.."ujar Bi Dam. "apakah Yang Mulia tahu?"tanya Permaisuri pada Raja. "aku sendiri juga baru tahu kalau Ratu pernah jatuh sakit.."jawab Raja.
Dengan enggan, Alcheon menjawabnya "saat itu..Yang Mulia Ratu sedang menghadapi masalah pemberontakan Yeom Jong dan bangsawan lain..dan Tuan Perdana Menteri sedang tidak berada di sana..kondisi Yang Mulia Ratu saat itu sangat mengkhawatirkan... " Mata Bi Dam terbelalak mendengarnya "aku..ternyata ulahkulah yang membuatnya jatuh sakit.." pikirnya.

Jumat, 09 Juli 2010

fanfic bideok raining........... (scane 13 bag 1)

fanfic bideok rainng....... (scane 13 bag 1)
RYU IM AH - 05 JAN 2008- SEOUL


"kerja ya kerja, jangan sampai seperti ini.!!!" gerutuku menahan tangis saat melihat keadaan ayah di rumah sakit, ayah ku adalah seorang polisi dan ia melakukan itu sebagai pekerjaan yang mulia. demi keselamatan ku, ayah menitipkan ku di rumah bibik di pusan. tapi sebelumnya aku sempat tinggal di seoul sebelum kejadian itu, perceraian kedua orang tua ku. aku tidak mau menemui ibu, aku sangat marah pada nya. sampai sekarang aku tidak mengerti kenapa orang dewasa bercerai padahal mereka masih saling mencintai??, entah lah.


"iya, maafkan ayah. im ah, bagaimana dengan sekolahmu?" tanya nya mengalihkan pembicaraan, ayah memang suka seperti ini. tidak pernah mau mendengar ocehan, dasar menyebalkan.


"wah im ah sudah datang, bagaimana dengan luka mu misaeng?" tanya seseorang yang tiba-tiba masuk.


"paman" setelah membalikkan badan, tanpa waktu yang lama aku dapat mengenali sosok lelaki itu. ku sapa ia dan tentunya membungkukkan badan kearahnya sebagai tanda hormat, tradisi asia.


"yeomjong, tidak perlu repot-repot datang menjenguk ku. ini hanya luka kecil," sapa ayah sembari mempersilahkan paman yeomjong duduk di salah satu sisi nya.


"kau ini, tidak pernah berubah???. oh iya im ah, selama kau berada di seoul tinggal lah di rumah paman" pinta nya tulus.


"tapi paman, aku___"


"menginaplah di rumah paman yeomjong, disana aman. ayah tidak apa-apa disini." sela ayah cepat saat ia menangkap penolakan dari ku. terpaksa ku anggukkaan kepala tanda aku menyetujuinya, percuma berdebat dengan ayah hanya sia-sia.



hyun ri- 05 jan 08- seoul


"ayolah hyo ra, kau ini kenapa?. apa aku membuat mu tidak nyaman??" tanya ku sekian kali nya saat melihat hyo ra terdiam beberapa jam ini, sebenarnya sejak semalam.


"bukan itu"jawabnya tanpa menggerakkan tubuhnya seinci pun


"baiklah kalau begitu, aku pulang saja." ancamku, dan itu ternyata berlaku untuk hyo ra.


"kau ini!!!" sentaknya tiba-tiba membuatku terkejut. "kalau aku tidak suka kau menginap di rumah ku, pasti sejak seminggu yang lalu akusudah mengusir mu!!" jelasnya setengah merengek karena kesal. "kau mandi saja duluan, aku mau sendirian dulu" pintanya mengakhiri kalimat nya dan menjatuhkan tubuhnya ke meja belajar.


hyo ra benar juga, aku sudah menginap 2 minggu. sejak kejadian di pesta itu, papa sangat marah pada ku. papatidak menyayangiku, bahkan ia tidak mengakuiku sebagai anaknya. aku jadi ragu, jangan-jangan ia tidak pernah mencintai ibu ku. seharusnya ia bersyukur , mempunyaiistri yang baik dan sabar seperti ibu ku. ku bosan mendengar pertengkaran mereka, jadi aku lari saja ke rumah hyo ra. aku mencari alamat rumahnya berbekal dari kartu nama yang sebelumnya telah ia berikan untuk ku. hyo ra sangat ramah dan baik, sekejab kami menjadi sangat akrab rumah nya hyo ra kosong. orang tua nya sering berpergian ke luar negri untuk waktu yang cukup lama, semalam orang tua hyo pulang tapi yang aneh nya ia bukannya senang malah terlihat sedih dan murung. entahlah, ada apa dengan nya.




hyo ra- 05 jan 08-seoul


papa dan mama baru saja pulang semalam dari china, tapi kami bertengkar lagi. pertengkaran yang berawal dari masalah yang sama, kak yo sin. saat pemakaman kakak tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan papa dan seorang leleki berpakaian hitam, mereka menbuat kesepakatan kalau kakak akan dianggap mati sementara waktu hingga mereka menyelesaikan apa yang telah mereka sepakati yaitu menemukan seorang panjaht yang telah menyebebkan ini semua terjadi kepada kakak. kakak masih hidup walau keadaanya keritis, aku mengungkapkan semuanya di depan semua orang saat pemakaman dan sialnya tubuh kakak benar-benar terbujur kaku di dalam peti zenazah. semua orang menganggap aku gila, bahkan saat aku mengaku kenal dengan lelaki teman kakak yang menyebabkan semua ini tidak ada yang percaya.



di pesta itu, aku bersumpah bertemu dengan lelaki itu, tapi seperti biasanya tidak ada yang percaya. aku yakin kak yo sin masih hidup dan aku akan membuktikannya. pasti!!!




young hee -05 jan 08-seoul


"lihatlah diri mu sekarang?, sampai kapan aku harus melihat mu seperti ini?" keluh ku sambil menahan tangis ketika menatap tubuh lelaki yang sangat ku cintai terbujur penuh luka.


"young hee, kau datang." selanya setelah balas menggenggam tangan ku kemudian menuntunnya untuk membelai wajahnya, wajah yang sangat ku rindukan.


"im ah ada di seoul, apa kau mau bertemu dengannya?" tanya nya sedikit tersenyum mengetahui rasa cinta ku padanya tidak berkurang sedikitpun


"aku bersumpah, tidak akan pernah memaafkan mu kalau sesuatu terjadi pada im ah" ancam ku khawatir, membayangkan apa yang akan tertjadi di hadapan ku.


"tentu saja, aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi. kapan semuanya selesai?, apa kau telah menemukan keduanya?" tanya nya


"segera, dan ingat apa yang telah kau janjikan saat ini semua berakhir" inggatku dengan tatapan menerawang, menerawang jauh... jauh...... saat kami memutuskan untuk bercerai, hak asuh jatuh ke tangan nya dan terpaksa aku kehilangan buah hati ku im ah. tapi beberapa tahun kemudian, kami membuat kesepakatan, setelah aku menemukan keduanya ia akan berhenti dari pekerjaan kotornya dan akan hidup bersama lagi. memulai hidup baru yang indah.

bersambung..........
Side Story chapter 02: At The First Time I Saw You

“lepaskan aku..aku mengaku salah dan meminta maaf jadi lepaskan aku..” seru Zhi Yeon. Zhi Yeon melihat siapa yang telah menegur dan menolongnya. “sepertinya ia seorang yang berpangkat cukup tinggi..mungkin kolonel..” pikirnya. Laki-laki itu terdiam mengamatinya. "apa kau lihat-lihat?" Kemudian laki-laki itu menegurnya lagi dan menarik tangannya “kau..kau sudah memasukki tempat latihan hwarang tanpa izin..” Zhi Yeon berusaha melepaskan tangannya dari laki-laki itu " "lepaskan aku..aku kan sudah mengaku salah dan meminta maaf.." seru Zhi Yeon. "Kolonel Go Do! ada apa ini?" seru seorang laki-laki lain. "aku yakin ini pasti Jenderalnya..celakalah aku.." Laki-laki itu berjalan mendekat menghampiri mereka. "ada apa ribut-ribut ini?" Go Do menunduk memberi hormat kepada orang itu. "maaf Tuan Kepala Pengawal..tapi gadis ini berbuat ulah..ia memasukki tempat ini tanpa izin..dan memainkan pedang Jenderal.." "pedang tadi pedang milik Kepala Pengawal?celakalah aku.." pikir Zhi Yeon dalam hati. Lalu ia menundukkan kepalanya dalam-dalam "maafkan atas kelancangan saya Tuan..sungguh saya tidak tahu tempat ini apa dan pedang ini milik siapa..mohon ampuni saya.." katanya. "bangunlah nona.." kata laki-laki itu tegas. Zhi Yeon mengadah menatap langsung wajah laki-laki itu. Laki-laki itu terdiam menatapnya "aku tak pernah melihatmu sebelumnya..dan kau juga tidak memakai pakaian dayang.. apa kau salah satu kerabat pejabat di sini?"tanyanya. Zhi Yeon hanya terdiam menatap wajah laki-laki di hadapannya. "perasaan apa ini?kenapa jantungku berdebar-debar seperti ini.." gumam Zhi Yeon dalam hati. "Zhi Yeon.." Zhi Yeon tersadar dari lamunannya. menoleh ke arah siapa yang memanggilnya "Paman.." panggilnya. Kim Yong Chun berjalan ke arahnya. "Zhi Yeon sedang apa kau di tempat latihan hwarang?" "apakah nona ini kerabat Pejabat Yong Chun?"tanya laki-laki yang menjabat Kepala Pengawal itu. "ia adalah putri Gubernur Seolju, Kepala Pengawal Alcheon..sahabat lamaku..ia datang kurasa ini pengalaman pertama baginya datang ke istana..." Zhi Yeon mengangguk “namnya Alcheon..” gumamnya dalam hati. "tetap saja dia sudah memasukki tempat latihan hwarang dan memainkan pedang Tuan Alcheon sembarangan..." sahut Go Do. "tapi aku kan sudah mengaku salah..dan meminta maaf..” seru Zhi Yeon. Zhi Yeon lalu menundukkan kepalanya kepada Alcheon “maafkan saya Tuan…saya tidak tahu bahwa pedang itu milik tuan…” Alcheon menghela napas dalam-dalam dan mengangguk. “terima kasih atas pengertianmu Alcheon…nah…. Zhi Yeon…kita pergi ke kediamanku…ayahmu sudah menunggu di sana…” kata Kim Yong Chun. “baik Paman..” Tak lupa sebelum pergi, Zhi Yeon memberi hormat kepada dua prsjurit tadi Go Do dan Alcheon, lalu ia pergi bersama. Kim Yong Chun. “Tuan..kenapa Tuan mengampuni gadis itu..setidaknya beri dia peringatan atau..?” tanya Go Do “sudahlah Go Do..lagipula ia sudah mengaku salah dan meinta maaf bukannya berbohong dan mencari-cari alasan…” jawab Alcheon. “tapi gerakan pedangnya cukup bagus untuk ukuran gadis seperti dia…gadis yang jujur dan berani..” gumam Alcheon dalam hati sambil menatap Zhi Yeon dari belakang.
Chapter 34 part. 01: Good News or.....

Pelataran Istana.
Bi Dam dan Deok Man berjalan berdampingan melewati pelataran Istana. DUG. Deok Man menghentikan langkahnya "Ya Tuhan..kenapa rasa sakit ini kembali lagi.." pikirnya sambil memegang dadanya. Peluhnya bercucuran dari wajahnya. Bi Dam melihatnya segera menghentikan langkahnya dan menatap istrinya "keringatmu bercucuran..kau baik-baik saja Deok Man?apa kau kelelahan?aku akan mengantarmu pulang.." tanyanya khawatir sambil berusaha memapahnya. Deok Man menggelengkan kepala menolaknya "aku baik-baik saja..mungkin karena pengaruh panasnya cuaca.." Setelah meyakinkan suaminya bahwa ia baik-baik saja, Deok Man meminta Bi Dam untuk berjalan kembali. Baru berjalan beberapa langkah, Ia merasakan napasnya semakin sesak. Langkahnya terhenti lalu memegang dadanya sebelah kiri. Napasnya tersenggal-senggal menahan sakit yang tiba-tiba menyerang dadanya itu.
"Deok Man? wajahmu pucat sekali..kali ini aku akan benar-benar mengantarmu pulang dan memanggil tabib.."ujar Bi Dam menatap wajah Deok Man khawatir. Sangat khawatir. Deok Man menggelengkan kepalanya tersenyum lemah "ya mungkin aku agak sedikit kelelahan..tapi aku baik-ba.." "DEOKMAN" seru Bi Dam sambil menahan tubuh istrinya yang tiba-tiba jatuh pingsan kemudian menggendongnya.
siang hari.Istana. Kamar Putri Deok Man
Bi Dam duduk di sisi tempat tidur, memandangi wajah Deok Man yang masih belum sadar sambil menggenggam tangan istrinya itu kemudian menyalahkan dirinya karena tidak menyadari kondisi istrinya. "sraak" terdengar suara pintu digeser. Bi Dam menoleh. Tabib Han Hye Jin berjalan cepat-cepat memasuki kamar Deok Man. Ia terkejut melihat Bi Dam menatap ke arahnya. "aku bukan hantu, Tabib Han Hye Jin..aku masih hidup"ujar Bi Dam. "maafkan saya Tuan Perdana Menteri.."Han Hye Jin menunduk memberi hormat dan kembali fokus pada pasiennya. "apa yang terjadi Tuan Perdana Menteri?" kemudian ia segera memeriksa Deok Man. "tadi kami sedang berjalan..tiba-tiba ia memegang dadanya..wajahnya menjadi pucat..lalu pingsan..apakah ia dan bayi kami baik-baik saja?"jawab Bi Dam. "memegang dadanya?maaf tapi dada yang sebelah mana?" tanya Han Hye Jin sambil memeriksa denyut nadinya "denyutnya lemah sekali.." "kiri..apakah ia sakit?ini semua salahku..harusnya aku segera mengantarnya pulang beristirahat tadi.." Bi Dam menyalahkan dirinya. "kiri?" Kemudian ia segera mengeluarkan peralatan akupunturnya dan memasang jarum-jarum akupuntur di telapak kaki kiri Deok Man. Perlahan mata Deok Man mulai membuka "Bi Dam?" panggilnya lemah. Bi Dam segera menggenggam tangan Deok Man erat-erat "ya..aku di sini Deok Man..tabib Han Hye Jin sedang memeriksamu" "maaf Tuan Putri, apakah dada kiri anda tadi merasa sesak atau terhimpit?" Deok Man mengangguk lemah "apakah bayiku baik-baik saja?tolong periksa dia dulu.." Han Hye Jin segera memeriksa perut Deok Man dengan kedua tangannya. Tiba-tiba matanya terbelalak. "kau juga merasakannya?" tanya Deok Man. Han Hye Jin mengangguk. Ia masih kaget dengan apa yang dirasakan kedua telapak tangannya tadi "astaga jangan-jangan bayinya..." gumamnya "ada apa dengan bayinya?ia baik-baik saja bukan?"sergah Bi Dam. "kembar?.."tanya Deok Man. Han Hye Jin mengangguk. Air mata mengalir membasahi pipi Deok Man. Ia mengusap perutnya lalu menatap Bi Dam yang masih kebingungan "sudah kuduga..anak kita kembar Bi Dam.." "kembar?maksudmu kita akan memiliki 2 bayi?"
Deok Man tersenyum mengangguk "belum lama ini aku merasakan 2 tendangan bersamaan di tempat yang berbeda ..ku kira itu hanya perasaanku saja karena setelahnya aku tidak merasakannya lagi..tapi ternyata tadi bukan hanya aku yang merasakan hal itu.." Deok Man menarik tangan Bi Dam dan meletakkannya di atas perutnya "anak kita kembar.."gumam Bi Dam sambil mengusap perut istrinya. Tatapan matanya penuh dengan kebahagiaan yang membuncah. Deok Man tersenyum mengangguk.Deok Man menatap Han Hye Jin yang berdiri di hadapannya. Tampak kekhawatiran di wajah tabibnya itu

Kamis, 08 Juli 2010

Side Story Chapter 01: First Journey in The Palace

tokoh-tokoh:
sista Geby : Lee Zhi Yeon
Gubernur Seolju: ayah Lee Zhi Yeon

Tempat upacara pemakaman Bi Dam
Kim Yong Chun berdiri melihat sekeliling. Semua pejabat tampak gaduh karena baik Putri Deok Man maupun Yang Mulia Raja dan Permaisuri belum ada tanda-tanda kehadirannya. Di antara semua pejabat itu, ada seorang pejabat yang berdiri dengan tenang yang ia kenal sebagai sahabat lamanya ketika mereka masih belajar di kala mereka masih muda. Lalu ia datang menghampirinya dan menepuk bahu temannya itu.
“Gubernur Seolju?” panggil Kim Yong Chun. Pejabat itu menoleh dan menatap Kim Yong Chun sebentar sebelum memanggilnya “Pejabat Kim Yong Chun?” Kim Yong Chun tertawa lalu menawarkna jabat tangan pada Seolju “bagaimana kabarmu sahabat?”. Seolji merangkul kawan lamanya itu. “aku baik-baik saja sahabatku…” “sekarang kau bertugas dimana?kudengar kau sudah tidak lagi tinggal di Hwangsanbeol?” Seolji mengangguk “sekarang aku ditugaskan untuk memimpin Benteng Wolsong..jadi aku dan keluargaku sekarang menetap di sana sekarang..dan kau menjadi Sangdaedeung sementara..apakah benar jenazah Perdana Menteri Bi Dam belum ditemukan? ” Kim Yong Chun mengangguk muram “kami sudah mengerahkan pencarian kemana-mana namun tetap tidak menemukannya..” “sungguh sangat disayangkan padahal aku ingin bertemu dengan Perdana Menteri..”ujar Seolju. “bertemu dengan Perdana Menteri?” Tanya Kim Yong Chun. Seolju mengangguk “aku ingin mengajukan proposal agar Benteng Wolsong diperkuat baik dari segi bangunan maupun persenjataan karena seperti yang diketahui hasil panen tahun ini sangat melimpah di sana, sehingga kami bisa menyalurkannnya ke lumbung persediaan makanan prajurit dan lumbung kerajaan..tapi kurasa aku tak bisa mengajukan itu sekarang..” Kim Yong Chun memikirkan perkataan temannya itu lalu mengangguk-angguk “aku akan membantumu..mengajukan proposal itu langsung kepada raja..” ujar Kim Yong Chun “benarkah?terima kasih sahabat..” jawab Seolju sambil menepuk bahu sahabatnya itu. “ayah..ayah mengapa Tuan Putri Deok Man belum datang juga?” tanya seorang gadis yang berjalan menghampiri Seolju dan berdiri di sampingnya. “dia putrimu?” tanya Kim Yong Chun. Seolju mengangguk “ia puti bungsuku..” lalu menatap putrinya “Zhi Yeon berikan salammu pada Pejabat Kim Yong Chun..” tukasnya pada putrinya. Zhi Yeon menunduk memberi hormat pada Kim Yong Chun dan memperkenalkan dirinya “nama saya Lee Zhi Yeon ..Tuan…” Kim Yong Chun menatap Zhi Yeon lalu tertawa kecil “kau bisa memanggilku Paman nak..ayahmu adalah sahabat dekatku..ia sangat mirip sepertimu Seolju…” Seolju mengangguk “ia sangat berbeda dibanding kedua kakak perempuannya..ia lebih cerdas dan paling keras kepala..” Kim Yong Chun tertawa “benar-benar sama sepertimu..”
“aku berusaha mencarikannya jodoh namun semua yang kuajukan ditolaknya kuharap ada salah satu hwarang lajang di sini yang bisa menaklukannya..” ujar Seolju. “ayah!!” seru Zhi Yeon. Kim Yong Chun hanya bisa tersenyum melihat ayah dan anak ini.
“mengapa Tuan Putri dan keluarga kerajaan belum datang juga?” tanya Seolju pada sahabatnya. “aku juga tidak tahu..padahal Tuan Putri yang terakhir menyiapkan semua ini..” jawab Kim Yong Chun muram . “mungkinkah Tuan Putri belum bisa menerima kepergian Tuan Perdana Menteri?pasti sangat bagi beliau padahal Tuan Putri belum lama menikah..” ujar Zhi Yeon dengan wajah sedih . “meskipun wajahnya nampak tegar aku tahu pasti hatinya sangat terpukul..sangat..dari segala hal yang telah mereka berdua alami..aku juga tidak percaya bahwa akhirnya akan seperti ini..” “paman..paman sangat dekat ya hubungannya dengan Tuan Putri?bisakah Paman bercerita padaku mengenai kehidupan Tuan Putri yang paman lihat?” tanya Zhi Yeon dengan penuh semangat. “Zhi Yeon..” tegur ayahnya. “tak apa-apa kawan…kau sangat tertarik dengan kehidupan Tuan Putri ya?” Zhi Yeon mengangguk “aku ingin seperti Tuan Putri yang cerdas dan bijaksana dalam memimpin negara…aku ingin belajar banyak darinya..” Kim Yong Chun tersenyum “baiklah nak..Paman akan bercerita padamu tentang apa yang Paman ketahui setelah prosesi ini selesai..kalian berdua berkunjunglah ke kediamanku..” Zhhi Yeon menunduk memberi hormat “terima kasih banyak Paman…” “baiklah Zhi Yeon..Seolju kalau begitu aku permisi dulu..” kata Kim Yong Chun lalu berjalan meninggalkan mereka kembali ke depan untuk menenangkan kegaduhan para bangsawan.
“kau sangat mengidolakan Tuan Putri ya?” tanya Seolju pada putrinya. “kan ayah sendiri tahu jika bukan karena kebijakan Tuan Putri mungkin Wolsong tidak akan makmur seperti sekarang dan mungkin kita juga sudah terperosok dalam pemberotakan Seju Mishil..” “ya ayah tahu..namun yang sekarang ayah pusingkan yakni kau belum menikah sampai sekarang…kakak-kakakmu sudah menikah ketika mereka seusiamu.” kata Seolju. “”ayah! pokoknya dengan siapa aku menikah aku yang memilih dan menentukan ..aku tak mau dijodoh-jodohkan..kuharapa ayah mengerti..” kata Zhi Yeon tegas. “baiklah…baiklah..ayah sudah menduga kau menjawab begitu..” kata Seolju sambil menggeleng-gelengkan kepala. “habisnya ayah sendiri tetap memaksa padahal sudah tahu apa hasilnya..” gerutu Zhi Yeon. Zhi Yeon berjalan mendekat ke altar dan diam menatap altar Bi Dam yang tak jauh di depannya “Tuan Putri…Tuan Putri harus kuat menghadapi ini semua..hamba yakin Tuan Perdana Menteri juga berharap demikian..”
"lihat Yang Mulia Raja dan Permaisuri sudah tiba.."seru salah seorang pejabat. Semua pejabat berdiri untuk memberi hormat dan mereka tercengang begitu melihat dua orang yang berjalan di belakang Raja dan Permaisuri. "i..itu..Per..dan..a..Men.tri..Bi..Dam" mereka semua terkejut seperti melihat hantu dari kubur. Zhi Yeon menoleh kemudian berjalan kembali ke sisi ayahnya. “a..ayah bukankah itu Tuan Perdana Menteri dan Tuan Putri?” Seolju sendiri juga kaget melihat Bi Dam melintas di hadapannya, karena yang ia tahu Perdana Menteri Bi Dam jatuh dan hilang di laut kemudian dinyatakan meninggal oleh Kerajaan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Lalu Raja dan Bi Dam berjalan ke depan, berdiri di hadapan para pejabat sedangkan Deok Man, Permaisuri, dan Alcheon berdiri di sebelah Yushin dan Kim Yong Chun.
"harap tenang semuanya" seru Kim Yong Chun meredakan hiruk pikuk. Semua pejabat diam. Lalu Raja mulai berbicara
"aku tahu kalian semua pasti kaget melihat orang yang berdiri di sampingku ini..tapi akan aku pertegas satu hal bahwa dia memang benar-benar Perdana Menteri Bi Dam.."katanya. Lalu Raja mempersilahkan Bi Dam berbicara "ya..seperti yang kalian lihat, saya masih hidup dan berdiri di sini...bagaimana ceritanya saya bisa selamat, saya rasa itu bisa diceritakan nanti saja.. terima kasih"kata Bi Dam sambil menundukkan kepala. Seperti yang telah diumumkan, bahwa Bi Dam masih hidup, Raja meminta Kim Yong Chun untuk membatalkan upacara dan membubarkan para pejabat. Para pejabat kemudian beriringan meninggalkan tempat upacara sambil membahas hal yang baru saja mereka lihat. Zhi Yeon ikut berjalan keluar bersama dengan ayahnya meskipun sebenarnya ia ingin sekali bisa menyapa Deok Man namun sepertinya tidak mungkin. . “hmm rasanya sulit untuk bisa menyapa Tuan Putri sekarang..padahal aku ingin mengucapkan selamat kepadanya karena Tuan Perdana Menteri masih hidup dan sudah kembali” keluhnya dalam hati. Ia menoleh ke belakang dan melihat Tuan Putri idolanya sedang tersenyum berbicara dengan Perdana Menteri Bi Dam dan Panglima Kim Yushin. “tapi tak apa-apalah yang penting aku bisa melihatnya langsung seperti ini..” gumamnya sambil tersenyum kecil. “ayah ingin bertemu dengan beberapa pejabat sebentar..kau ingin ikut atau pulang ke rumah bibi?” tanya Seolju pada putrinya. “kurasa aku ingin berjalan-jalan di sini sebentar..ayah..” “baiklah..tapi jangan melanggar aturan yang ada di sini ya..kau tahu kana pa saja peraturannya?” ujar Seolju mengingatkan anaknya. Zhi Yeon tersenyum mengangguk. “baiklah..ayah pergi dulu..jangan pulang terlalu sore..nanti ayah akan meminta salah seorang pelayan menemanimu” kata Seolju sambil berjalan meninggalkan anaknya.. “baik ayah..”seru Zhi Yeon.
“aah..kemana ya enaknya.. apa aku ke rumah Paman Kim Yong Chun saja?” gumam Zhi Yeon sambil berjalan melihat sekeliling.
Saking sangat terpesonanya melihat pemandangan dalam kompleks Istana untuk pertama kalinya, Zhi Yeon berjalan tanpa melihat arah dan tujuannya. “tempat apa ini?apakah ini tempat latihan prajurit” katanya sambil melihat sekelilingnya. Di sekelilingnya hanya ada tiang-tiang kayu dililit tambang dan sebuah pedang tergeletak di atas meja di dekatnya. “pedang siapa ini?” tanyanya sambil melirik ke sekeliling. “tak ada yang punya rupanya..aku coba ah…” gumamnya sambil menghunuskan pedang itu perlahan. Zhi Yeon mengamati pedang dengan seksama “pedang yang sangat bagus..ringan..bahkan lebih ringan daripada pedang ayah di rumah..dan terawat..namun apakah ini tajam..” lalu mengarahkannya pada tiang kayu terkecil di dekatnya. “haiik..” serunya sambil menebaskan pedanganya ke arah tiang itu. Tiang itu pun terpotong seketika. Zhi Yeon menatap kagum pedangnya itu “hebaat..pedang ini ringan namun sangat tajam..mungkin bahannya berbeda dengan bahan pembuat pedang milik ayah.. “ Kemudian ia pun mencoba beberapa gerakan dengan pedang itu “hei kau…siapa kau berani-beraninya masuk ke tempat ini” seru suara seorang laki-laki mengeurnya dari belakang. Zhi Yeon berdiri terdiam “celaka aku..” gumamnya dalam hati. Keringat dingin mulai bercucuran dari keningnya. “jangan panik Zhi Yeon..tenang..semua pasti ada jalan keluarnya..” gumam Zhi Yeon. Ia bisa mendengar ada langkah derap kaki yang berjalan mendekatinya. Zhi Yeon menyarungkan kembali pedang itu dan mengambil ancang-ancang untuk lari. Langkah kaki itu pun semakin mendekat. “kaburr..” serunya Zhi Yeon dalam hati. Ia pun berlari. Ia bisa mendengar orang itu juga mengejarnya. Namun ada sebuat batu yang tidak Zhi Yeon lihat. Ia pun tersandung dan nyaris saja terjatuh jika bukan ada tangan seseorang yang menariknya dan menahan tangannya dari belakang
Chapter 33: What is The Meaning of Power If I Can't be with You

Pagi hari. Istana. Kamar Raja dan Permaisuri.
Raja dan Permaisuri sedang bersiap-siap untuk berangkat ke tempat upacara pemakaman. "Kepala Pengawal Raja memasuki ruangan"seru penjaga pintu. Alcheon berjalan masuk lalu menunduk memberi hormat Raja menoleh "ada apa Alcheon?mengapa kau belum mengenakan pakaian kabungmu?bukankah kau seharusnya bersiap-siap untuk upacara?"tanyanya. "maaf Yang Mulia, ada berita penting yang harus saya sampaikan"jawab Alcheon. Lalu ia menceritakan kejadian yang dilihatnya semalam. Raja dan Permaisuri terkejut mendengarnya "Perdana Menteri masih hidup?benarkah itu?apa kau sudah memberitahukannya kepada pejabat lain?" "itu benar Yang Mulia, saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri.. baru Bangsawan Kim Seo Hyun dan Putri Man Myeong yang saya beritahu tadi pagi, lalu saya sudah ke kediaman Panglima Yushin dan Bangsawan Kim Yong Chun, tetapi mereka sudah pergi.." "baiklah kita segera langsung ke tempat upacara saja..lalu kita beritahukan kabar ini"kata Raja. Alcheon menunduk "baik Yang Mulia"
Tempat upacara pemakaman Bi Dam.
Banyak pejabat yang berpakaian kabung sudah berdatangan untuk mengikuti upacara pemakaman
"mengapa Putri Deok Man belum datang?dimana beliau?Yang Mulia Raja dan Permaisuri juga belum.." tanya salah seorang pejabat. "mungkin Tuan Putri masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Perdana Menteri Bi Dam sudah tiada..pasti berat baginya menghadapi ini semua" kata pejabat yang berdiri di sebelahnya. Kim Yong Chun yang juga hadir di sana juga memikirkan hal yang sama seperti para pejabat lain. Namun di tengah semua hiruk pikuk itu, Yushin memilih untuk berkonsentrasi berdoa di depan altar tempat papan nama dan lukisan wajah Bi Dam terpampang "aku tahu ini semua salahku Bi Dam..seandainya saja aku tidak lemah sehingga ditawan musuh.. kau pasti masih hidup..dan Tuan Putri tidak perlu sedih kehilangan dirimu..maafkan aku" gumamnya.
Pelataran Istana.
Raja, Permaisuri diikuti para dayangnya dan Alcheon berjalan melewati pelataran Istana cukup cepat. Mereka sadar kalau mereka sudah terlambat untuk menghadiri upacara, tapi tentu saja ada hal yang lebih penting dari itu. Alcheon melihat ke arah halaman dan berhenti, matanya menyipit "maaf Yang Mulia, itu Tuan Putri dan Perdana Menteri baru saja tiba"katanya. Mendengar itu Raja dan Permaisuri juga menghentikan langkah mereka dan melihat ke arah lapangan. "dia..benar-benar masih..hidup.." gumam Raja terkejut.
Halaman Istana.
Bi Dam dan Deok Man keluar dari tandu mereka. Bi Dam melihat sekeliling "sepi sekali di sini.." "mungkin mereka sedang mengikuti upacara..seharusnya upacara sudah mula sejak tadi.."kata Deok Man seraya merapikan pakaiannya. " apa mungkin sebaiknya kita langsung ke sana saja ya.." "kurasa tak perlu..Yang Mulia Raja, Permaisuri, dan Alcheon sedang berjalan ke sini..berbaliklah "jawab Deok Man. Bi Dam membalikkan badannya. Raja, Permaisuri, dan Alcheon berjalan menghampiri mereka. Bi Dam dan Deok Man menunduk memberi hormat, Alcheon pun juga demikian. Raja dan Permaisuri tampak senang menyambut Bi Dam "selamat datang kembali Perdana Menteri..sungguh berita kepulanganmu adalah berita yang sangat mengejutkan dan menggembirakan bagiku.."kata Raja. Bi Dam menundukkan kepala "terima kasih Yang Mulia"
"maafkan saya Perdana Menteri, karena kemarin hari sudah larut malam, saya baru sempat memberitahukan berita ini tadi pagi, dan baru Bangsawan Kim Seo Hyun dan Yang Mulia saja yang mengetahuinya" kata Alcheon yang berdiri di samping Permaisuri.
"sudahlah, yang penting bagaimana jika kita segera ke sana, mereka pasti sedang menunggu kita.."ujar Permaisuri. Mereka semua mengangguk dan kembali berjalan ke tempat upacara.
Tempat Upacara Pemakaman Bi Dam.
Kim Seo Hyun ditemani istrinya berjalan memasuki tempat upacara. Dan semua pejabat di sana memandang heran. "mengapa Bangsawan Kim Seo Hyun dan Putri Man Myeong tidak mengenakan pakaian kabung?apa mereka lupa bahwa hari ada upacara pemakaman?tanya salah seorang pejabat. Kim Seo Hyun tetap berjalan tanpa mempedulikan hiruk pikuk itu, menghampiri Kim Yong Chun yang juga heran melihatnya. "ada apa denganmu?mengapa tidak mengenakan pakaian kabung?" Lalu Kim Seo Hyun membisikkan kabar yang disampaikan Alcheon kepadanya tadi pagi. Mata Kim Yong Chun terbelalak mendengarnya "kau yakin?"tanyanya. Kim Seo Hyun mengangguk. Yushin yang baru saja selesai berdoa, berjalan menghampiri ayah dan ibunya "mengapa ayah tak mengenakan pakaian kabung?"tanyanya.
"lihat Yang Mulia Raja dan Permaisuri sudah tiba.."seru salah seorang pejabat. Semua pejabat berdiri untuk memberi hormat dan mereka tercengang begitu melihat dua orang yang berjalan di belakang Raja dan Permaisuri. "i..itu..Per..dan..a..Men.tri..Bi..Dam" mereka semua terkejut seperti melihat hantu dari kubur. Yushin juga tercengang melihatnya "Bi..Dam.."gumamnya. Lalu Raja dan Bi Dam berjalan ke depan, berdiri di hadapan para pejabat sedangkan Deok Man, Permaisuri, dan Alcheon berdiri di sebelah Yushin dan Kim Yong Chun.
"harap tenang semuanya" seru Kim Yong Chun meredakan hiruk pikuk. Semua pejabat diam. Lalu Raja mulai berbicara
"aku tahu kalian semua pasti kaget melihat orang yang berdiri di sampingku ini..tapi akan aku pertegas satu hal bahwa dia memang benar-benar Perdana Menteri Bi Dam.."katanya. Lalu Raja mempersilahkan Bi Dam berbicara "ya..seperti yang kalian lihat, saya masih hidup dan berdiri di sini...bagaimana ceritanya saya bisa selamat, saya rasa itu bisa diceritakan nanti saja.. terima kasih"kata Bi Dam sambil menundukkan kepala. Seperti yang telah diumumkan, bahwa Bi Dam masih hidup, Raja meminta Kim Yong Chun untuk membatalkan upacara dan membubarkan para pejabat. Para pejabat kemudian beriringan meninggalkan tempat upacara sambil membahas hal yang baru saja mereka lihat. Hanya tinggal Bi Dam, Deok Man, dan Yushin. Yushin masih merasa takjub melihat Bi Dam berdiri di depannya. Bi Dam tertawa melihat tampang Yushin yang tercengang "hei..ada apa denganmu Panglima?"tanyanya. Yushin menggelengkan kepalanya dan tersenyum "rasanya aneh..baru saja tadi aku berdoa di depan altarmu..sekarang aku melihatmu berdiri di depanku..kau ada dimana selama ini?aku mencarimu kemana-mana..tapi aku sangat senang melihatmu Bi Dam"katanya sambil berjabat tangan erat dengan Bi Dam. "ceritanya panjang Yushin dan aku juga senang melihatmu..syukurlah kau bisa sehat kembali setelah apa yang kau alami.." Yushin mengangguk "hmm..baiklah kita akan membahas ini nanti..karena aku harus kembali ke markas sekarang.." Yushin menunduk memberi hormat lalu berjalan keluar. Sekarang hanya tinggal Bi Dam dan Deok Man. Lalu mereka berjalan meninggalkan tempat upacara. Bi Dam berhenti melihat altar pemakamannya "rasanya aneh melihat altarku sendiri dan semua orang berpakaian putih sedangkan pakaianku berwarna hitam dan kau oranye.."
Deok Man juga memandangi altar itu "jika kau tidak kembali kemarin, mungkin sekarang, aku sendiri sudah berpakaian putih dan berdoa di depan altarmu.."katanya Bi Dam menoleh menggenggam erat tangan Deok Man "kau mengiraku sudah meninggal ya?" Deok Man menatap wajah Bi Dam "sampai kemarin pun, aku belum bisa menerima bahwa kau sudah meninggal..bahkan aku sampai lupa mengenakan pakaian kabung..tapi kenyataan bahwa kau jatuh dan hilang di laut itu terus menghantuiku..aku takut suatu saat Yushin atau Godo menemukanmu sudah membujur kaku di lautan sana.." meskipun sudah mencoba untuk menahannya namun air matanya tetap menetes. “ah..kenapa aku jadi gampang menagis seperti ini..” gumam Deok Man sambil berusaha menghapus air matanya. Bi Dam menghapus air mata istrinya itu dan memeluknya erat "maafkan aku..."gumamnya. Deok Man tersenyum mengangguk dalam pelukannya. Setelah Deok Man menghapus air matanya, mereka kembali berjalan. "ada tempat yang aku kunjungi sebentar.."kata Deok Man. "ke mana?"tanya Bi Dam. Namun Deok Man hanya tersenyum dan meminta Bi Dam ikut saja.
Tak lama kemudian, mereka tiba di tempat yang dituju.
"i..ini kan..altar ibuku..maksudku Mi Shil"kata Bi Dam tercengang. "ya..kau tahu..ibumu lah yang memberitahuku bahwa kau masih hidup dan akan pulang.."jawab Deok Man. "memberitahumu?bagaimana bisa?"tanya Bi Dam penasaran. Lalu Deok Man menceritakan tentang mimpinya bertemu Mi Shil. Bi Dam kaget tak percaya mendengarnya "benarkah ibu bilang begitu?di mimpi itu ia menyebutku sebagai anaknya?” Deok Man tersenyum mengiyakan. Mata Bi Dam berkaca-kaca karena bahagia. Perasaan bahagia karena akhirnya dirinya diakui sebagai seorang anak. Deok Man mengangguk "oleh karena itu aku ingin berterima kasih padanya.."
Lalu mereka duduk sebelah menyebelah dan berdoa bersama.
Setelah selesai berdoa, Bi Dam menoleh ke arah Deok Man "sudah selesai?"tanyanya. Deok Man mengangguk. Lalu Bi Dam membantu istrinya untuk berdiri. Bi Dam menatap lukisan wajah ibunya sambil menggenggam erat tangan Deok Man "aku sudah menemukan hal yang lebih berharga dibandingkan nama yang dikenal sepanjang masa.. hal yang paling berharga dalam hidupku..dan sekarang ia berdiri di sampingku.." Deok Man menoleh menatap suaminya "Bi Dam.." Bi Dam menatap Deok Man "apalah artinya nama besar dan kekuasaan jika aku tak bisa bersamamu.." Deok Man tersenyum mengangguk. Dan mereka berjalan meninggalkan kuil Mi Shil.