Pages


Senin, 29 November 2010

Our Future Still Continue Chapter 66: The Second Day




Hari kedua
Siang hari.
“sraak..” Yeon Gaesomun melangkah keluar dari ruangannya. “sraak..” seorang pejabat berjalan mengejarnya “Tuan..tunggu sebentarTuan.. apakah Tuan benar-benar yakin akan  mengirim pasukan kita ke sana?lalu kita akan bertempur dalam jumlah hanya segini..bagaimana jika ternyata ia gagal atau menipu?” ujar  pejabat itu. Yeon Gaesomun menghentikan langkahnya “apakah kau meragukanku pejabat Han?” tanyanya dengan tatapan menghujam. “ti..tidak Tuan..hanya saja..jika kita benar-benar melakukan ini…”  “kau pikir Wa bisa beraliansi dengan kita itu karena siapa?” “jika ia ingin menghancurkan kita untuk apa ia membantu kita beraliansi dengan Wa?kau pikir aku tak memikirkannya masak-masak…yang harus kau pikirkan adalah..SHILLA TIDAK BOLEH BERALIANSI DENGAN TANG!!”  seru Yeon Gaesomun. “ba..baik..Tuan..saya mengerti..akan saya laksanakan..” jawab pejabat itu gemetar. Yeon Gaesomun segera membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan pejabat itu “ya..Shilla tidak akan pernah beraliansi dengan Tang…kupastikan itu…”  gumamnya.

Tepi Danau Anapji, Shilla
“ssst..ssst..” Bi Dam sedang menggendong putranya yang belum juga tidur. “hmm..sepertinya memang hanya Deok Man yang bisa menidurkan Yun Ho dengan cepat…” gumamnya. “Perdana Menteri Bi Dam..” Bi Dam menoleh dan segera memberi hormat “Yang Mulia..” “apakah kau sedang menidurkan anakmu?” tanya Yang Mulia Raja. “ya Yang Mulia…seharusnya ia sudah tidur siang sekarang..”  jawab Bi Dam. “aa..baba..” Yun Ho berceloteh sambil menepuk-nepuk pipi ayahnya. “sst..Yun Ho kamu harus tidur siang…” ujar Bi Dam sambil menatap putranya.  Sekilas muncul dalam benak Yang Mulia Raja sosok Bi Dam yang dulu selalu mengerjainya, yang selalu ia hindari, dan ia benci karena ibunya, Mishil adalah orang yang membunuh kedua orangtuanya. Ia ingat bagaimana ia memprovokasi Bi Dam. Ia tidak percaya bahwa Bi Dam benar-benar tulus mencintainya bibinya dan tidak mengincar takhtanya. Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Ia yakin bahwa Bi Dam pasti akan mengincar takhtanya jika pernikahan kerajaan benar-benar terwujud. Pandangan itu terus ia pegang sampai suatu saat segalanya berubah, ia melihat sendiri bagaimana Bi Dam melindungi bibinya dari tembakan panah. Ia sadar bahwa kata-kata Yang Mulia Ratu ternyata memang benar.  Tak akan ada menyangka bahwa sosok pria yang sedang menggendong anaknya di hadapannya ini adalah  Bi Dam yang dulu berwajah kejam dan dingin seperti pembunuh. Di antara mereka, banyak masalah dan kesalahapahaman dan tak ada kata maaf ataupun memaafkan yang pernah terucap. “Tapi itu semua sudah berlalu, di lembaran yang baru ini itu semua tidak akan terulang lagi..” pikir Yang Mulia Raja begitu tersadar dari lamunannya. “kuharap Putri Deok Man bisa segera pulang dan berkumpul dengan keluarganya kembali..” ujar Yang Mulia Raja tersenyum  menatap Yun Ho yang melambaikan tangan ke arahnya.  “ya Yang Mulia..” jawab Bi Dam tersenyum.
Sore hari. 

Kota Kumi
“inikah kota Kumi?” tanya Deok Man dari tandunya. “ya  Nyonya..dan kita baru saja melewati gerbang kota ” jawab  Il Woo. “tolong turunkan aku..” ujar Deok Man. Para pengawal pun berhenti dan menurunkannya tandunya perlahan. “aku ingin melihatlebih dekat  kota ini..” ujar Deok Man begitu keluar dari tandunya. Yong Joon segera memberikan instruksi tanpa suara  Bi Ryu dan Dae Gil mengawal di depan Deok Man, sementara ia, Shi Yoon dan Il Woo mengawalnya dari belakang. Kota Kumi merupakan tempat singgah bagi orang-orang yang melakukan perjalanan dari kota Taegu menuju Taejon jadi kota ini cukup ramai dipadati orang-orang baik penduduk asli maupun pendatang. “ramainya kota ini..” ujar Dae Gil sambil menahan silaunya sinar matahari sore yang menerpa matanya.   “apa kau sadar ada yang mengikuti kita?” bisik Yong Joon pada kedua temannya. “ya..kami tahu..ada yang mengikuti kita sejak kita tiba di gerbang..” jawab Il Woo. “tapi bisa saja itu pengawalan di kota ini..Tuan Perdana Menteri bilang ia akan meminta pengawal dari kota ini untuk diam-diam mengawal Tuan Putri..” ujar Shi Yoon  “sebelum kita tahu orang ini siapa..kita harus lebih waspada menjaga Tuan Putri.kalian mengerti?” tanya Yong Joon. “kami mengerti..” jawab Shi Yoon dan Il Woo pelan serempak. “oaa..oaa..” terdengar suara tangis bayi. “aduh..aduh sabar ya Jun Ho..” “Yun Ho?” Deok Man berhenti melangkah dan menoleh ke samping. Dilihatnya. Seorang pria yang sedang kewalahan menggendong putranya yang menangis “omma sedang pergi..jadi appa yang hari ini bersamamu..cup..cup..Jun Ho anak manis..” Terbayang dalam benak Deok Man, bahwa pria itu adalah Bi Dam yang sedang kewalahan menenangkan kedua anak kembar mereka yang menangis rewel “Bi Dam..Yun Ho..Yoo Na..” gumamnya. “ada apa Nyonya?” tanya Dae Gil sambil memandang heran. Deok Man tersadar dari lamunannya “hmm tak ada apa-apa..” katanya lalu kembali berjalan. “setelah semua ini selesai, kita akan segera bersama-sama lagi..”  pikir Deok Man.

Malam hari
Hongsong, Baekje.
Para Bangsawan Baekje yang berpihak pada Panglima Daemusin berkumpul di rumah bangsawan di kota itu “Bangsawan Lee apakah kau tahu kenapa kita harus berkumpul di sini?kau kan yang menulis surat kepada kami” tanya bangsawan di sebelahnya. “aku sendiri juga tak tahu, tiba-tiba Panglima memintaku untuk mengumpulkan kalian di tempatku..” jawab Bangsawan Lee.  Semuanya pun gaduh dengan pertemuan mendadak ini. “sraak..” pintu ruangan terbuka. Semuanya diam melihat siapa yang datang. “tap..tap..tap..” Panglima Daemusin melangkah masuk dan duduk di tengah-tengah mereka. “akulah yang meminta kalian berkumpul di sini..” ujarnya. “maaf Panglima…untuk apa Panglima mengumpulkan kami di sini?” tanya salah satu bangsawan. “harinya sudah ditetapkan…” jawab Daemusin sambil membuka selembar kertas di tengah meja agar semua bisa melihatnya. Semuanya tercengang  “secepat inikah?”  komentar para bangsawan. “lalu bagaimana dengan Perdana Menteri apakah kita harus menyingkirkannya?” tanya Bangsawan Lee. “aku sudah membuat rencana mengenai itu dan  kau yang akan melaksanakannya mengenai itu Bangsawan Lee…” jawab Daemusin. “baik Panglima..” Daemusin mengangkat gelasnya “aku ingin kalian semua siap menghadapi ini…kekuatan militer negeri ini sudah di tangan kita..kita hanya perlu memiliki negeri ini sepenuhnya…untuk Baekje..” lalu ia meminum minumannya. Bangsawan Lee ikut mengangkat gelas “untuk Panglima Daemusin dan kita yang hadir di sini..” para Bangsawan lain ikut mengangkat gelasnya. “ya untuk Panglima Daemusin dan kita yang hadir di sini..”

Kota Kumi.
Deok Man sudah terlelap dalam tidurnya. Sementara itu Dae Gil berjaga di luar. Hari ini adalah gilirannya untuk jaga. ”sraak..” terdengar suara dari arah semak-semak halaman yang  berada di seberang kamar Deok Man. Dae Gil mengambil pedangnya lalu mengetuk pintu kamar tempat teman-temannya istirahat. “sraak..” pintu terbuka pelan, Yong Joon dan Il Woo keluar dari kamarnya. “ada apa?” bisik Yong Joon. “sst..kurasa ada orang di sana..” jawab Dae Gil pelan. Awan gelap yang menyelimuti bulan pun bergerak, sekilas mereka bisa melihat ada bayangan orang dari balik pohon di dekat sana. “sekarang!” ujar Yong Joon.  Ia dan Dae Gil berlari menuju pohon itu sementara Il Woo bersiap dengan busurnya di depan kamar Deok Man. “sraaak..” orang itu pun berlari kabur dari mereka. Yong Joon dan Dae Gil berlari mengejarnya. “ke sana..” tunjuk Dae Gil. Ada bayangan orang di balik pohon itu.  Mereka diam-diam mengendap-endap dari belakang pohon itu. “serahkan dirimu…” seru Dae Gil sambil mengacungkan pedangnya. “ma..maafkan aku…” orang itu segera berlutut mencium tanah di hadapannya. Dae Gil masih mengacungkan pedangnya “kau?!” Yong Joon menarik orang itu bangun dan segera mengeledahnya dengan pedang Dae Gil masih teracung pada orang itu. “apa ini?cincin?” ujar Yong Joon menunjukkan sebuah kantung kecil berisi cincin emas. Orang itu mengangguk gemetar ketakutan. “apa yang kau lakukan di sana tadi?jawab!!” seru Dae Gil mengacungkan pedangnya semakin dekat.  “a..aaku..” laki-laki  itu gemetar sekali bahkan sampai mengompol. Yong Joon meminta Dae Gil menjauhkan pedangnya. “sebenarnya apa yang kau lakukan tadi?” laki-laki itu pun terduduk lemas di hadapan mereka “a..aku hanya mengambil cincinku yang terjatuh tadi siang di sana..aku sudah mencarinya sejak sore tadi..dan baru menemukannya tadi..ini adalah cincin untuk kekasihku..aku sudah menabung cukup lama untuk ini dan aku tak mau kehilangannya..” “lalu kenapa kau lari?” seru Dae Gil. “kalian berlari sambil membawa pedang..tentu saja aku lari..lagipula aku masuk ke sini diam-diam…pemilik penginapan ini sangat tidak menyukaiku…aku kira kalian pengawalnya jadi aku pun kabur…“ “apa kau percaya pengakuannya?” tanya Dae Gil kepada ketuanya. “ia tak membawa senjata…dan sepertinya jawabannya jujur..ditambah lagi..” jawab Yong Joon seraya melirik tanah basah yang diduduki orang itu. “ya sudahlah..kau pergilah..” ujar Dae Gil kesal sambil menyarungkan pedangnya. “te..terima kasih tuan..” kata orang itu sambil membungkukkan badannya berulang-ulang. Dae Gil dan Yong Joon berjalan kembali menuju kamar mereka “ada-ada saja orang itu..” komentar Dae Gil. “hmm..sudahlah..setidaknya ia bukan penjahat..” ujar Yong Joon.

Desa Kumi (di luar kota)
“tap..tap..” seorang laki-laki berlari menuju gerbang desa, tempat dimana seseorang sudah menunggunya. “bagaimana?” tanya laki-laki yang menunggunya itu. “pengawalannya cukup ketat mereka terdiri dari 5 orang..dan sepertinya mereka bukan pengawal biasa…mereka mempunyai keahlian beladiri dan senjata sepertinya..” jawab laki-laki itu sambil mengontrol nafasnya yang terengah-engah. “lalu kenapa celanamu basah?” “ah itu bukan urusanmu sekarang mana bayaranku?” jawab laki-laki bercelana basah itu. “cring..cring..” laki-laki itu mengeluarkan sekantung uang dan menyerahkannya kepadanya “jangan tampakkan wajahmu di sana lagi..pergilah kau jauh-jauh dari sini..” laki-laki bercelana basah itu menatap sekantong uangnya dengan mata berbinar-binar tidak mempedulikan lawan bicaranya “tentu..aku pun sudah tak ingin lagi berada di kota ini...senang berbisnis denganmu”  lalu ia membalikkan punggungnya dan berjalan sambil menghitung uang dalam kantongnya. “jika mereka bukan pengawal biasa..berarti mereka adalah hwarang…” pikir laki-laki yang memberikan kantong uang tadi “ya mereka adalah hwarang Shilla..”

6 komentar:

  1. Chapter yg sooo sweeet... ^^
    Wiwikiwikwi...timang" baby *senyum"gaje*.
    Btw, bleh reQ khan?? Gmana lo blog'na dbwat ad label'na, biar gampang mo baca'na? Fic'na khan ad 3 macem tuch, jd dbwat 3 label, biar gmpang baca fanfic per jdul'na.
    Okeh...???
    _GongjuHime_

    BalasHapus
  2. siiip..Gongju requestmu sudah kukabulkan hhe (seperti ibu peri saya..hhw)...moga2 ini memudahkan kamu dan pembaca lainnya buat membaca FF dimari..hhe (kepuasan pembaca adalah bagian dari kesenangan penulis ^^) thank you atas usulnya

    BalasHapus
  3. Top dah, reQ diturutin *hugs sist miya*
    XD...
    _GonjuHime_

    BalasHapus
  4. Hmmm... Kok gak updet" sie???
    Gongju mo reQ lg, lo updet nanti hruz Lemon scene (LM). Gmana???
    Tp, seenggkny pnyakit eroQ, sdikit trobati ma ff QSD *Bideok lemon* d ffn *baru baca*. Seru dah fic'na... Wkwkwkwk... XDDD
    _GongjuHime_

    BalasHapus
  5. bah LM?gimana mau LM bidamnya dimana deokmannya dimana?hhw..masa jarak jauh...wkwkwkwk..oh iya udah baca itu yg ternyata itu cuma mimpi kan?

    BalasHapus