Our Future Still Continue Chapter 56: The Reason and The Dream
CHAPTER INI DEDIKASIKAN UNTUK PARA PEMBACA YANG MASIH BERUSIA DI BAWAH 17 TAHUN ~AUTHOR
Tepi Danau Anapji.
Mereka berdua berjalan dan tanpa sadar mereka sudah berada di tepi danau Anapji. Mereka berhenti di tepi danau yang berwarna hitam pekat memantulkan gelapnya langit malam yang semakin kelam karena diliputi awan mendung. “apakah Tuan Putri sudah mendengar keputusan Yang Mulia Raja mengenai kepergian Tuan Putri?” Bi Dam memulai pembicaraan. “semuanya tergantung keputusan bersama antara kau dan aku… ” jawab Deok Man. “hamba sudah menyiapkan proposal yang berisi berbagai cara yang bisa Tuan Putri pilih…hamba bisa meminta..” ”aku akan tetap pergi..” sela Deok Man. “aku memiliki keyakinan bahwa Kaisar Tang yang sekarang berniat mengundangku karena ia ingin membuka kembali hubungan aliansi dengan Shilla…dan begitu aliansi ini terbentuk kita tak perlu gentar menghadapi apapun..Goguryeo-Wa dan Baekje pasti bisa ditundukkan…oleh karena itu aku harus bertemu dengannya” Kedua alis Bi Dam terangkat begitu mendengarnya. “bagaimana Tuan Putri bisa begitu yakin?” tanyanya. “karena aku dulu juga seorang pemimpin..aku bisa mengerti jalan pikirannya…kami berdua sama-sama paham bahwa Shilla dan Tang mempunyai musuh yang sama dan saling membutuhkan satu sama lain..lagipula ini masih bagian dari tanggung jawabku..aku masih Tuan Putri di negeri ini…” jawab Deok Man. Bi Dam terdiam sesaat begitu mendengar jawaban itu “meskipun demikian, diplomasi adalah tanggung jawab Yang Mulia Raja…penguasa negeri ini…Tuan Putri bukanlah pemimpin negeri ini sehingga tak perlu merasa harus bertanggung jawab atas apapun mengenai penyelenggaraan negeri ini..” jawab Bi Dam. “aku tahu aku memang bukan penguasa negeri ini..” jawab Deok Man sambil menatap Bi Dam. “meskipun aku bukan lagi penguasa negeri ini…setidaknya aku akan berusaha melakukan apapun demi negeri ini..unifikasi 3 negara adalah visiku…dan saat ini Shilla terlibat perang dengan Goguryeo adalah karena ini adalah dampak dari unifikasi…aku masih bertanggung jawab dalam penyelenggaraan negara ini…lagipula aku punya alasan yang kuat mengapa aku harus melakukan ini…” Bi Dam hanya terdiam mendengar jawaban itu. Tak lama kemudian tetes-tetes hujan mulai turun, membasahi mereka berdua. Mereka berdua segera berteduh di dalam gazebo. Namun rintik-rintik hujan tersebut semakin deras menjadi hujan angin, bahkan bagian dalam gazebo mulai ikut basah. Deok Man merapat ke tengah sebisa mungkin, agar dirinya tidak basah oleh hujan. Tiba-tiba Bi Dam melepas mantel sangdaedeungnya dan memakaikannya ke Deok Man. Kemudian ia menarik tangan Deokman untuk ikut bersamanya “Bi Dam..” panggil Deok Man “sebaiknya Tuan Putri segera kembali ke kamar…hujan akan turun semakin deras…dan udara akan semakin dingin…” ujar Bi Dam. Ia kemudian menarik Deok Man, mengajaknya berlari melintasi pelataran Istana yang basah karena diterpa hujan angin. Rupanya Bi Dam sedang mengantar Deok Man menuju kamarnya. Sesampainya di depan pintu, mereka bisa mendengar suara anak mereka menangis. Sepertinya mereka terganggu dengan suara angin ribut di luar. Secara refleks, Bi Dam ingin melangkah masuk ke dalam, namun ia sadar bahwa sekarang ia tak bisa melakukan itu. Ia pun mengurungkan niatnya. Kemudian membalikkan badannya lalu berjalan meninggalkan Deok Man . “pembicaraan kita belum selesai..” sergah Deok Man. Bi Dam berhenti melangkah dan menoleh. “kurasa tak akan ada habisnya jika pembicaraan ini dilanjutkan…kurasa aku menemuka jalanku…aku akan berbicara dengan para pejabat dan para menteri, meminta mereka mendukungku…aku akan menggunakan semua kekuasaan yang kupunya..”kemudian ia membalikkan badannya lagi. “aku punya alasan yang kuat Bi Dam..alasannya adalah..” sergah Deok Man. “apapun alasannya…” Bi Dam menyela. “hamba ingin bertanya sesuatu..apakah keluarga Tuan Putri termasuk dalam visi Tuan Putri ?apakah Tuan Putri melihat kedua anak Tuan Putri dalam visi Tuan Putri?mungkin Tuan Putri tidak melihat hamba..tetapi setidaknya pikirkanlah Yun Ho dan Yoo Na…”sambung Bi Dam kemudian ia melanjutkan langkahnya, melewati hujan. Sementara Deok Man hanya terdiam sejenak sebelum ia melangkah masuk dan menemui kedua anaknya. “aku punya alasan yang kuat Bi Dam…alasan yang tak hanya menyangkut masa depan negeri ini namun juga masa depan keluarga kita..”pikir Deok Man.
Kamar Perdana Menteri Bi Dam
“huuft..sudah lama sekali aku tidak memakai kamar ini..” gumam Bi Dam sambil memandang kamar lamanya. Bi Dam menyalakan semua lilin di kamarnya agar ruangan terasa lebih hangat. “seharusnya aku masih menyimpan pakaian di sini..” gumam Bi Dam sambil membuka lemarinya. Namun kosong. Bidam menepuk keningnya “hmm..aku lupa para pelayan sudah memindahkannya ke kamar Deokman..” karena pakaiannya basah kuyup, Bi Dam pun melepaskannya dan menggantungnya. Menunggu sambil bertelanjang dada, berharap pakaiannya segera kering. “sraak..” Bi Dam mendengar pintu depan ruang tamunya terbuka. “tap..tap..” dan suara langkah kaki mendekat. “siapa itu?” tanya Bi Dam. “ini aku..Deok Man” jawab Deok Man dari balik pintu kamar Bi Dam. “aku ke sini untuk mengantarkan pakaian untukmu..kau memberikan mantelmu padaku pasti sekarang pakaianmu basah kuyup.. jadi kubawakan pakaian ganti untukmu hari ini dan besok..” “terima kasih Tuan Putri..letakkan saja pakaian hamba di sana..” jawab Bi Dam. Deok Man menatap bayangan suaminya yang ada di hadapannya. “kau tahu Bi Dam…aku melihatmu, melihat kedua anak kita dalam setiap pandanganku…dalam setiap rencana hidupku…kepergianku ke kekaisaran Tang adalah rencanaku untuk mengakhiri tanggung jawabku..karena setalahnya ku yakin Yang Mulia Raja bisa menaklukan Goguryeo dan Shilla dengan beraliansi dengan Tang..ini adalah akhir hidupku..akhir hidupku sebagai Putri Shilla…” Bi Dam hanya terdiam menatap bayangan istrinya dari balik pintu. “aku tahu ada orang-orang yang mengincar nyawaku..jujur aku takut..bukan takut kehilangan nyawaku…tapi takut aku tak bisa bersama kau dan anak-anak lagi… tapi aku tahu setelah melalui ini semua, aku akan mengawali hidup yang baru…bukan sebagai Putri Deokman lagi tetapi sebagai Deokman, ibu dari Yun Ho dan Yoo Na..istri dari seorang pria yang kucintai bernama Bi Dam…kita akan menetap di Chu A Gun sebagai keluarga normal yang bahagia….anak-anak bisa tumbuh dan bermain bersama anak-anak sebaya mereka dengan bebas..sedangkan kau dan aku tersenyum menatap mereka tumbuh dewasa..cukup hanya kita berdua yang merasakan beratnya kehidupan di Istana..aku ingin mereka tumbuh dan menentukan masa depan mereka sendiri..” “Deok Man..” gumam Bi Dam. Perlahan ia mengulurkan tangannya ke arah bayangan istrinya. Berharap tangannya mampu meraihnya. “mungkin kau menganggap ini hanyalah alasanku saja agar aku bisa pergi…kau pasti merasa bahwa aku mencintai negara ini di atas segala-galanya… tetapi aku menamakan itu tanggung jawab dan alasan ini adalah impian…kuharap kau mengerti…Bidam..” Lalu Deok Man membalikkan badannya “dan aku tahu pasti semua sikap dingin dan kata-kataku telah menyakitimu…aku pun juga merasakan hal yang sama…bersikap dingin terhadapmu, harus mendengarmu memanggilku Tuan Putri…rasanya begitu menyakitkan…” air mata Deok Man jatuh menetes. Deok Man pun mulai melangkah maju, meninggalkan bayangan Bi Dam di belakangnya. “tap..tap…” Bi Dam bisa mendengar suara langkah kaki istrinya bergerak menjauh. “sraak..” ia segera membuka pintu di hadapannya dan memeluk erat istrinya dari belakang. “maafkan aku Deok Man…ini semua salahku..seharusnya aku lebih mengerti dirimu..” gumam Bi Dam sambil memeluk pinggang istrinya erat. “aku pun juga salah Bi Dam…seharusnya aku lebih memahami perasaaanmu…kau pasti sangat mengkhawatirkanku…sedangkan aku malah tidak mempedulikannya…maafkan aku Bi Dam..” jawab Deok Man. Bi Dam memeluk istrinya semakin erat “sebagai seorang pemimpin kau tak boleh mudah mengucapkan kata maaf…” Deok Man tersenyum lalu membalikkan badannya dan menatap suaminya. “aku ada di hadapanmu sebagai istrimu, Bidam..bukan sebagai pemimpin..” jawab Deok Man. Bi Dam bisa melihat ada bekas tetesan air mata di pipi istrinya lalu mengusapnya “lagi-lagi aku membuatmu menangis..” Deok Man tersenyum “ini adalah air mata kebahagiaan bukan kesedihan..” Mereka berdua bertatapan. Bi Dam mendekatkan wajahnya, menempelkan keningnya pada kening istrinya. Deok Man tersenyum dan mendekatkan wajahnya juga. Mengalungkan leher suaminya dengan kedua tangannya. Mereka pun berciuman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar