Pages


Jumat, 26 November 2010

Our Future Still Continue Chapter 64: On The Same Day



Di hari yang sama.

Sore hari.
Ruang Kerja Perdana Menteri. Istana Ingang
“hhmph..” Bi Dam meregangkan tubuhnya yang pegal dan lelah karena memeriksa laporan yang bertumpuk-tumpuk itu. “sepertinya aku bisa pulang lebih awal…” pikirnya. “hamba mohon menghadap Tuan Perdana Menteri..”  seru seseorang dari balik pintu. “masuklah..” jawab Bi Dam. “sraak..” seorang pria berpakaian gelap melangkah masuk dan memberi hormat. Ia adalah salah satu mata-mata yang diutus Bi Dam. “apakah kau sudah menyelidikinya?benarkah prajurit Shilla yang menyebarkan itu?” tanya Bi Dam. “dari hasil penyelidikan saya dari pihak administrasi militer, tak ada satu pun prajurit Shilla yang berada di perbatasan sejak 3 bulan yang lalu, sesuai dengan perintah dari Yang Mulia Raja agar kita mengikuti kesepakatan dengan Baekje..dan setelah saya menyelidiki di antara prajurit, tak ada satu pun yang pernah mendengar bahwa Shilla akan menginvansi Goguryeo dalam waktu dekat atau 3 bulan..namun..” “namun apa?” tanya Bi Dam. “beberapa orang Baekje yang tinggal kota Imsil, yakni satu-satunya kota di perbatasan yang sempat disinggahi pejabat Goguryeo belum lama ini, bilang bahwa mereka melihat 3-5 prajurit Shilla sempat terlihat di sana…bahkan ada satu dari penduduk bertanya kepada mereka kenapa mereka masih di sana, dan prajurit itu menjawab bahwa ia sedang mengambil beberapa perlengkapan mereka yang tertinggal..jadi penduduk sana membiarkannya..” “jika bukan prajurit Shilla..lalu siapa yang ada di sana waktu itu?kau yakin mereka tidak berbohong atau salah melihat orang?apakah mereka mendeskripsikan wajah prajurit itu?” tanya Bi Dam. “saya rasa mereka tidak berbohong Tuan…saya sudah melakukannya sesuai prosedur, dan dari hasilnya sepertinya mereka tidak berbohong..mereka bilang mereka tidak begitu ingat wajah-wajah prajurit itu, namun mereka yakin mereka tidak salah liat karena mereka ingat sekali ciri pakaian prajurit Shilla..” Bi Dam terdiam sejenak menganalisis informasi yang diterimanya. “mengenai Baekje dan Goguryeo sendiri..apakah ada informasi lain?”  “ada Tuan..” mata-mata itu membuka tas yang dibawanya dan mengeluarkan sebuah buku yang dibawanya lalu menyerahkannya kepada Bi Dam. Bi Dam mengangkat satu alisnya “kau menulisnya dalam sebuah buku?” “ya Tuan..di dalamnya berisi tentang Panglima baru Baekje, Daemusin dan kondisi politik militer Baekje saat ini..lalu di Goguryeo sendiri saya dan yang lain hanya bisa menyelidiki sebatas luarnya saja, administrasi dalam kedua negara ini semakin sulit ditembus…sedangkan di Tang tak ada tanda-tanda apapun selain persiapan acara pesta kenaikan Takhta Kaisar Taizong… tak ada aktivitas militer di luar dari yang sewajarnya..hanya itu saja Tuan yang bisa hamba laporkan..“ “baiklah…kurasa untuk hari ini cukup..kau bisa kembali ke tempat tugasmu..” jawab Bi Dam sambil menaruh bukunya di atas meja. “baik Tuan..” mata-mata itu memberi hormat lalu pergi meningggalkan ruangan.  “sraak…” Bi Dam mengambil buku itu dan mulai membaca bukunya dengan seksama. Sesekali keningnya mengernyit. Pikirannya sedang bekerja keras menyimpulkan sebenarnya ada apa dibalik semua ini. “hmm..” Bi Dam menutup bukunya dan meletakkannya di atas meja. “kurasa aku harus mengirim surat kepada mereka berdua mengenai ini..” pikir Bi Dam sambil membuka gulungan baru yang masih kosong di hadapannya.

Malam hari.
Kota Taegu, Shilla.
“sraak..” “silahkan Nyonya..” seorang pelayan perempuan penginapan mempersilahkan Deok Man masuk. “terima kasih..” jawab Deok Man tersenyum lalu melangkah masuk ke dalam kamar yang akan menjadi kamar tidurnya malam ini.  “apakah Nyonya membutuhkan yang lain?air hangat untuk mandi sudah siap..” kata pelayan itu. Deok Man melihat sekeliling kamarnya “hmm..kurasa cukup..terima kasih..”  jawabnya sambil tersenyum pada pelayan itu. “jika ada apa-apa jangan ragu untuk memanggil saya..” ujar pelayan wanita itu, yang diam-diam melirik ke arah Yong Joon dan keempat hwarang lainnya, sebelum akhirnya ia keluar dari kamar Deok Man dengan wajah tersipu malu. “kalian juga beristirahatlah..karena besok kita akan berangkat pagi-pagi sekali..” ujar Deok Man tersenyum kepada 5 pengawalnya itu. “baik Nyonya..” jawab kelima hwarang itu serempak sambil memberi hormat lalu pergi. “sraak..” Deok Man menutup pintu kamarnya. “hmm…pasti anak-anak sudah tidur..selamat tidur anak-anakku…” gumamnya sambil menatap langit malam dari jendela kamarnya.
“malam ini biar aku saja yang giliran jaga…kalian istirahatlah..” ujar Bi Ryu. Para hwarang yang lain mengangguk. Dae Gil menepuk bahunya “jika kau lelah…kau bisa bergantian jaga dengan kami…jangan kau paksakan dirimu…”  “hmm..ya..” jawab Bi Ryu. Setelah teman-temannya masuk ke dalam kamar mereka, ia pun duduk di kursi di luar kamar Tuan Putrinya. Tiba-tiba seekor burung merpati terbang ke arahnya dan berdiri di hadapannya. Pelan-pelan ia memegang burung itu , sebelum memasukkan surat ke dalam kakinya dan melepasnya terbang di udara.

Desa Kumi (30 km dari Kota Taegu)
“sraak..” seorang laki-laki muda dengan buru-buru melangkah masuk ke dalam sebuah rumah, ia lalu memberi hormat kepada pria yang sedang duduk memunggunginya di depan tungku api “Tuan..” panggilnya  “apa kau sudah mendapatkan kabar?” tanya pria yang dipanggil Tuan itu. “sudah Tuan…baru saja hamba mendapatkan kabar bahwa rombongannya akan berangkat dari kota Taegu besok pagi-pagi sekali..”  “bagus..beritahu Jenderal dan tanyakan apakah kita akan melakukannya besok..” jawab pria itu. “baik Tuan..” jawab bawahannya itu lalu memberi hormat dan pergi keluar. “tak ada boleh ada kata kegagalan…” gumam pria itu sambil menatap api yang berkobar di hadapannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar