Our Future Still Continue Chapter 55: We Need to Talk
Keesokan harinya. Pagi hari. Ruang Kerja Perdana Menteri.
Udara dingin pagi yang menusuk , membangunkan Bi Dam dari tidurnya. “uhm..” gumamnya sambil merenggangkan badannya. “sepertinya di luar hujan deras…” gumamnya begitu mendengar suara hujan dari luar. Sambil memijat-mijat pangkal hidungnya, ia berusaha mengingat apa yang harus dilakukannya hari ini. Di hadapannya ada dua buah gulungan laporan. Yang satu miliknya sedangkan yang lain tidak tahu milik siapa. “mungkinkah ini hasil laporan orang-orang yang kukirim?” pikirnya. Ia pun segera membuka gulungan itu dan membacanya. Namun begitu membacanya, raut wajahnya kembali muram dan kecewa. “tak ada satu perkembangan pun mengenai siapa pelakunya..sial..” ia membanting laporan itu dan berdiri dari duduknya dengan gusar. Lalu ia mengambil gulungan miliknya dari atas “aku harus menyerahkan ini kepada Yang Mulia segera…hanya ini satu-satunya harapan untuk menghentikannya..” gumamnya sambil memegang gulungan yang ada dalam genggamannya.
Kamar Putri Deok Man.
“oaa..oaa..” suara tangisan si kembar membangunkan Deok Man yang tertidur. Matanya perlahan terbuka menatap ruang kosong di hadapannya. “sepertinya Bi Dam tidak pulang semalam…” gumamnya sambil melihat sekeliling. Deok Man pun segera berjalan menuju tempat tidur si kembar untuk menenangkannya. “apakah ia berada semalaman di ruangannya?apakah kau marah padaku Bi Dam?” pikirnya.
Ruang Kerja Raja.
“Perdana Menteri memohon menghadap Yang Mulia..” seru kasim penjaga pintu. “masuk..” titah Yang Mulia Raja. Bi Dam melangkah masuk ke dalam sambil membawa sebuah gulungan di tangannya lalu memberi hormat sambil menyerahkan gulungan itu kepada Yang Mulia. “apa ini?” tanya Yang Mulia. “gulungan ini berisi langkah-langkah yang bisa diambil Yang Mulia untuk menyelesaikan semua masalah ini…” jawab Bi Dam. Yang Mulia Raja menghela napas dan tersenyum “sepertinya kau sudah tidak tidur semalaman untuk memikirkan ini semua…jalan-jalanlah sejenak di taman..seseudahnya kau kembali lagi untuk mendengar pendapatku..” kata Yang Mulia Raja. Bi Dam terkejut dengan perintah itu lalu berdiri memberi hormat “baik Yang Mulia..hamba harap Yang Mulia mempertimbangkan dalam-dalam tentang apa yang hamba tulis di sana..” kemudian membalikan badannya “tunggu Bi Dam..” “ya Yang Mulia..” jawab Bi Dam. “kuharap masalah ini tidak mengganggu rumah tanggamu…kurasa kau dan Putri Deok Man butuh waktu untuk bicara berdua dengan hati yang tenang..” ujar Yang Mulia Raja. “baik..Yang Mulia …” jawab Bi Dam.
Taman Istana.
Hujan sudah reda, sehingga Deok Man dan Soo Hye dapat membawa Yun Ho dan Yoo Na jalan-jalan ke taman. Yun Ho dan Yoo Na sangat senang diajak ke sana. “uuhh..ugh..” Yun Ho berusaha menagkap kupu-kupu yang terbang di sekitar dirinya dan ibunya. Deok Man tak bisa menahan tawa melihat tingkah putranya. Sementara Yoo Na yang digendong Soo Hye, sibuk memegang-megang bunga yang ada di sekelilingnya dan mengamatinya dengan seksama. Setelah puas berjalan-jalan di taman, mereka pun berjalan menuju tepi danau Anapji. Namun ternyata ayah Yun Ho dan Yoo Na sedang berdiri di sana. “Bi Dam..” gumam Deok Man begitu melihat Bi Dam dari kejauhan. “aa..baa..” Yun Ho berusaha melepaskan dirinya dari pelukan ibunya begitu melihat ayahnya. Yoo Na pun juga bereaksi sama. Kedua anak itu merindukan ayah mereka. “ibu pun juga merindukan dirinya…” pikir Deok Man seraya menenangkan Yun Ho. "uu..oaa...." Yoo Na menangis. Rupanya bunga yang dipegangnya jatuh ke danau. Soo Hye dan Deok Man berusaha menenangkannya namun Yoo Nam tetap menangis. Mendengar tangisan anak kecil, Bi Dam menoleh ke arah datangnya suara itu. “Yun Ho..Yoo Na..Deok Man..” gumamnya. Tangis Yoo Na semakin menjadi-jadi. Sepertinya bunga itu adalah benda kesayangannya, padahal Deok Man sudah menggendongnya dan mengalihkan perhatiannya. “Yoo Na..” Yoo Na segera menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Ayahnya yang memanggilnya. “Yoo Na..sini sama ayah..” kata Bi Dam sambil mengulurkan tangannya kepada Yoo Na yang sedang digendong Deok Man. Deok Man pun melepaskan gendongannya dan menyerahkan Yoo Na kepada ayahnya. Bi Dam segera menimang-nimang Yoo Na. “putri ayah yang cantik tidak boleh menangis..” katanya sambil mengecup kening putrinya itu. Perlahan lahan Yoo Na pun berhenti menangis lalu tertawa ketika Bi Dam mengelitikinya. Deok Man tersenyum meihat suaminya bersama putrinya. “aa..baa..buu..” Yun Ho berusaha melepaskan dirinya dari Soo Hye. Mengerti kemauan putranya, Deok Man mengambilnya dari gendongan Soo Hye lalu menggendongnya dan berjalan mendekati Bi Dam. Kedua tangan Yun Ho berusaha meraih baju ayahnya. Bi Dam mengerti dengan tingkah putranya itu, lalu memberikan Yoo Na yang sudah tenang dan menggendong Yun Ho. “sekarang giliran putra ayah yang bersama ayah…” ujar Bi Dam sambil mengelitiki Yun Ho. Yun Ho pun tertawa geli. Deok Man tak bisa menahan senyum lebarnya melihat suami dan putranya bersenda gurau.
Siang hari. Danau Anapji.
Meskipun hujan sudah berhenti, langit tetap mendung hingga siang hari. Waktu sudah hampir tengah hari. Waktunya makan siang bagi Yun Ho dan Yoo Na. Yun Ho mulai berceloteh dan tak bisa diam. Bi Dam tahu bahwa putranya pasti sudah mulai lapar. “Yun Ho sudah mulai lapar…kurasa ini waktunya pulang..” kata Bi Dam memecahkan kebekuan suasana. “ya..sebentar lagi kami akan pulang makan siang…” jawab Deok Man. Bi Dam pun memanggil Soo Hye dan memintanya menggendong Yun Ho. “Yun Ho..Yoo Na..kalian jangan nakal ya..” ujar Bi Dam sambil mengusap kepala kedua anaknya. Bi Dam sempat menatap istrinya sejenak sebelum akhirnya pun memberi hormat dan membalikkan badannya untuk pergi. “Bi Dam..” panggil Deok Man. “kau bisa makan siang bersama kami…” katanya. Bi Dam pun berhenti melangkah. “tentu jika kau mau..” lanjut Deok Man. Bi Dam membalikan badannya, menatap Deok Man “terima kasih Tuan Putri, tetapi hamba mempunyai pekerjaan yang harus hamba selesaikan..” jawab Bi Dam. Lalu ia pun meninggalkan tempat itu dan pergi. “Bi Dam..” gumam Deok Man. Setelah pergi cukup jauh, Bi Dam berhenti sejenak dan memejamkan matanya. “Deok Man…”
Ruang Kerja Raja.
Setelah diizinkan masuk, Bi Dam pun melangkah masuk, memberi hormat, dan duduk di samping Yang Mulia Raja. Yang Mulia Raja baru saja selesai membaca tulisan Bi Dam dan memnggulungnya kembali. “apakah Yang Mulia sudah membuat keputusan?” tanya Bi Dam. “ya..dan keputusanku ini sudah bulat..”jawab Yang Mulia. Bi Dam pun menjadi tegang. “apakah Yang Mulia akan menolak usulanku?” pikirnya. “keputusanku adalah..menyerahkan keputusan mengenai masalah ini ke tangan Putri Deok Man dan Perdana Menteri Bi Dam untuk membicarakan masalah ini berdua, sepakat membuat penyelesaian masalah ini bersama….dan aku menerima apapun keputusan dari kalian berdua..” jawab Yang Mulia Raja. “Yang Mulia..” Yang Mulia Raja menatap Bi Dam “aku memang penguasa negeri ini, namun aku tak bisa mengatur keluarga orang lain dengan seenaknya saja… masalah yang dihadapi sekarang ini hanya kalian berdua yang dapat menyelesaikannya…” “Yang Mulia..” jawab Bi Dam.
Sore hari. Kamar Putri Deok Man.
“hamba memohon menghadap Tuan Putri..” seru seorang kasim dari balik pintu. “masuklah..” jawab Deok Man. Kasim itu melangkah masuk dan memberi hormat kepadanya, lalu menyerahkan sebuah gulungan surat untuknya dan pergi. Deok Man segera mengambil dan membaca surat itu. Ia pun segera beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan ruangannya.
Ruang Kerja Raja
“Putri Deok Man meohon menghadap Yang Mulia Raja..” seru seorang kasim penjaga pintu. “ masuk..” jawab Raja. “sraak..” Deok Man melangkah masuk dan member hormat kepada Yang Mulia lalu duduk. “Putri Deok Man sudah membaca suratku?” tanya Yang Mulia Raja. “sudah Yang Mulia…Yang Mulia menulis bahwa Yang Mulia akan membuat keputusan…” Yang Mulia Raja mengangguk lalu membuka gulungan yang diberikan Bi Dam tadi dan membacanya. “….tertanda Perdana Menteri Bi Dam..” ujar Yang Mulia Raja begitu selesai membaca gulungan itu. “jadi Yang Mulia membuat keputusan untuk..” ujar Deok Man. “untuk menyerahkan keputusan mengenai masalah ini ke tangan kalian berdua..” jawab Yang Mulia. “meskipun Putri Deok Man adalah anggota kerajaan…tapi Putri juga bagian dari kehidupan Perdana Menteri Bi Dam..oleh karena itu hanya Putri dan Perdana Menteri berdualah yang bisa menyelesaikan masalah ini…bicarakanlah dengan baik-baik dan aku akan menerima keputusan apapun dari kalian berdua..” ujar Yang Mulia Raja sambil tersenyum. Deok Man sempat tercengang mendengar jawaban Yang Mulia Raja. Jawaban yang bijaksana dari keponakannya yang sudah menjadi raja itu. “kakak..rupanya putramu sudah menjadi raja yang bijaksana…” pikir Deok Man. “baik Yang Mulia..”jawab Deok Man.
Malam hari. Pelataran Istana.
Situasi siaga tak terduga seperti ini, membuat Bi Dam harus bekerja ekstra keras membaca semua laporan mengenai situasi dan pergerakan negara-negara yang sedang berperang dengan Shilla yakni Baekje dan Goguryeo. Laporan mengenai aktivitas militer Baekje adalah laporan terakhir yang harus ia baca. “tak ada pergerakan apapun dari kubu Baekje..apakah mereka hanya ingin menyaksikan perang antara Shilla dan Goguryeo?” pikir Bi Dam begitu membaca laporan itu. Setelah selesai membaca dan merapikan semuanya, “uhmm..” Bi Dam berusaha merenggangkan badannya yang pegal setelah duduk terlalu lama. Hanya tinggal dirinya sendiri di dalam ruangan, ia pun memutuskan untuk keluar dari ruangannya dan jalan-jalan sejenak menghilangkan kepenatan. “keputusanku adalah..menyerahkan keputusan mengenai masalah ini ke tangan Putri Deok Man dan Perdana Menteri Bi Dam untuk membicarakan masalah ini berdua, sepakat membuat penyelesaian masalah ini bersama….dan aku menerima apapun keputusan dari kalian berdua..”kata-kata itu kembali terngiang dalam benaknya.”apakah sebaiknya aku berbicara dengannya sekarang?”pikirnya. “sraak” Bidam melangkah keluar dari ruangannya. “Deok Man…” gumam Bi Dam terkejut melihat siapa yang sedang berdiri di pelataran luar ruangannya. Bi Dam segera memberi hormat. “Bi Dam ada yang harus kubicarakan denganmu..tetapi tidak di sini…” ujar Deok Man. “baik Tuan Putri..” jawab Bi Dam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar