Pages


Kamis, 30 Desember 2010

Our Future Still Continue Chapter 72 : The Heart and The Logic






Di hari yang sama
Siang hari.
Perbatasan Wonju. Kamp Militer Shilla.
“jadi dari semua bukti dan kejadian ini, aku menyimpulkan bahwa Baekje lah pelakunya..” ujar Yushin mengakhiri penjelasannya mengenai hasil analisisnya.  “jadi Baekje sengaja menghasut Goguryeo untuk berperang dengan kita..kurang ajar Uija..dia yang meminta perdamaian sekarang ia diam-diam memulai perang..” geram kesal salah seorang jenderal yang hadir di situ. “kurasa Uija tidak terlibat dengan masalah ini..ini adalah rencana Daemusin, Panglima Perang Baekje…namun aku tak tahu apakah mereka berminat menyerang kita bersamaan di saat kita berperang dengan Goguryeo…ataukah setelahnya..” “jumlah pasukan kita yang siap berperang adalah 50.000..itu berarti setidaknya kita harus membagi 2 pasukan…untuk menghadapi Goguryeo dan Baekje..” Im Jong mengemukakan pendapatnya.  “yah itu juga yang aku pikirkan..oleh karena itu bagaimana pendapat kalian..Goguryeo sekarang memiliki 31.000 prajurit…kita masih unggul jika menyerang dengan kekuatan penuh..namun jika Daemusin menyerang Shilla dengan kekuatan penuh beserta dengan pasukan Wa..aku ragu kita bisa bertahan..” “jika memang Baekje berniat menyerang kita..kira-kira darimana mereka akan mulai menyerang kita..ada cukup banyak benteng Baekje di sekitar perbatasan Shilla-Baekje..bagaimana jika 30.000 pasukan itu dibagi dalam kelompok kecil-kecil di setiap benteng itu…” salah satu jenderal bertanya. Yushin mengangguk mengerti dan menjawabnya “kurasa Daemusin akan memfokuskan kekuatannya itu berkumpul di tangannya…secara logika dengan begitu kekuatan akan mudah dikontrol dan diatur  apalagi 30.000 pasukan itu adalah pasukan asing…mereka tentu akan kebingungan jika dibagi terpecah-pecah di tempat yang mereka baru kenal..dan Hwangsanbeol  adalah benteng terbesar yang dimiliki Baekje yang cukup menampung semua pasukan itu dalam satu tempat..dan jaraknya tidaklah juah dari Shilla..” “jadi apa yang harus kita lakukan sekarang adalah membaginya atau tidak?” gumam para jenderal itu mengambil kesimpulan. “oleh karena itu aku akan mengadakan pengambilan suara mengenai hal ini, siapa yang setuju dibagi dan siapa yang tidak..” Yushin melanjutkan. Para jenderal pun mengangguk setuju. “pengambilan suara dimulai..”   

Bi Dam membuka matanya perlahan, “selamat pagi..” ia menoleh ke samping dilihatnya istrinya sedang berbaring tersenyum menatapnya. Bi Dam tercengang dengan apa yang dilihatnya “Deok Man…” gumamnya. “iya ini aku Bi Dam..” Deok Man mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir suaminya. “apakah ini mimpi?ataukah aku sudah berada di alam sana?” pikir Bi Dam. Deok Man tersenyum menatapnya “ayo kita mandi..hari ini kan kita berjanji akan pergi jalan-jalan bersama anak-anak…” kemudian bangun dari tidurnya dan membuka lemari pakaiannya mengeluarkan pakaian Bi Dam dan miliknya. “Bi Dam?” ia menatap suaminya yang masih tercengang. Bi Dam pun tersadar dari lamunannya “ah iya..”    ia pun bangun dari tempat tidurnya dan berjalan mengikuti istrinya ke kamar mandi. Setibanya di dalam kamar mandi, Bi Dam pun menanggalkan pakaiannya. “aku akan menggosok punggungmu dulu..” ujar Deok Man begitu selesai melepaskan pakaiannya. Bi Dam tersenyum mengangguk. Deok Man menuangkan  minyak mandi di punggung suaminya lalu menggosoknya perlahan. Bi Dam bisa merasakan sentuhan lembut tangan istrinya di punggungnya. “nah sekarang gantian..”  ujar Deok Man sambil tersenyum lebar. Bi Dam pun berganti giliran. Ia menuangkan minyak mandi di atas punggung istrinya. “aku tak peduli apakah aku sudah mati atau belum..atau dimana aku sekarang yang penting ia ada di depanku..”pikir Bi Dam sebelum ia memeluk istrinya. “Bi Dam?” Deok Man terkejut dengan pelukan suaminya. “aku mencintaimu..” gumam Bi Dam di telinganya sambil mengecup lehernya dari belakang. Deok Man tersenyum dan menggenggam kedua tangan suaminya yang sekarang memeluk perutnya. “aku juga mencintaimu Bi Dam..”  Lalu setelah membilas punggung istrinya, mereka masuk ke dalam bak mandi. Deok Man menikmati air hangat yang merendam tubuhnya sambil menyandarkan dirinya di bahu suaminya. Lalu tiba-tiba Deok Man bangun dari sandarannya “eh cincinnya..” gumamnya sambil meraba-raba dasar bak dengan tangannya “ada apa?” tanya Bi Dam melihat istrinya. “cincinku terlepas karena licin…” Bi Dam pun ikut mencarinya. Ia menceburkan kepalanya sebentar ke dalam air. Ia melihat sebuah cincin emas tergeletak tak jauh dari tempat istrinya duduk. Ia pun mengambilnya. Deok Man menghela napas lega begitu meilhat Bi Dam tersenyum menunjukkan cincin itu. “sini aku pakaikan..” ujar Bi Dam tersenyum.  Deok Man mengulurkan tangan kanannya. “aku berjanji untuk selalu mencintaimu sampai maut menjemputku..” gumam Bi Dam sambil memasangkan cincin di jari tengah istrinya. Deok Man tersenyum menatapnya dan mengusap pipi suaminya dengan lembut. “percayalah padaku..aku pasti akan segera kembali sisimu..” gumamnya sambil tersenyum. Bi Dam teringat itu adalah kata-kata istrinya sesaat sebelum pergi ke Tang. “Deok Man?” gumam Bi Dam. Lalu perlahan Deok Man pun mulai menghilang. “Deokman?!” Bi Dam bisa merasakan perlahan tangan Deok Man mulai menghilang dari genggamannya. Dan Deok Man pun menghilang dari pandangannya. “Deok Man!!” seru Bi Dam. Dan pandangannya pun kembali menjadi gelap.

Jalur Kumi - Taejon, Shilla.
“Tuan..Tuan Perdana Menteri..sadarlah..” Bi Dam bisa mendengar suara memanggil-manggilnya. Ia pun membuka matanya perlahan. Dilihatnya Alcheon duduk di sampingnya mengkhawatirkannya. “ugh..” Bi Dam mencoba untuk bangun, namun bagian belakang kepalanya sangat nyeri. “kepalaku diperban?” tanya Bi Dam. “ya Tuan..tadi Tuan terjatuh dari kuda…dan kepala Tuan terluka…” “ini dimana?” tanya Bi Dam sambil melihat sekeliling. “ini di dalam kemah milik komandan.…” jawab Alcheon. Bi Dam pun bangun dari tempat tidurnya  dan berjalan keluar kemah.  “Tuan mau kemana?” tanya Alcheon. Namun Bi Dam hanya diam dan berjalan menuju gubuk di hadapannya.  Alcheon pun tahu kemana Bi Dam pergi. Bi Dam melangkah masuk ke dalam gubuk. Ia melihat beberapa orang prajurit sedang berdiri  mengerumuni jenazah istrinya. “apa yang kalian lakukan?” para prajurit itu pun menoleh ke belakang dan memberi hormat. “kami sedang membalsamnya Tuan..agar tidak membusuk..”  ujar salah satu prajurit. “kalau begitu lanjutkan..” Setelah menunggu beberapa lama, para prajurit itu pun selesai lalu berjalan menuju ke tempat mayat yang lain,  Bi Dam mendekati jenazah istrinya. “Deok Man..kau berjanji akan segera kembali sisiku..tapi kau sekarang ada di hadapanku tidak bernyawa..” gumam Bi Dam. Air matanya kembali menetes. Ia melihat ada yang salah pada jenazah istrinya itu. Cincin yang dikenakan istrinya terbalik. Seharusnya di jari tengah kanan bukan kiri. “hei kalian?!” panggil Bi Dam. “ya Tuan..” sahut kesemua prajurit yang ada di situ. “siapa yang merubah posisi cincin ini?” tanya Bi Dam. Para prajurit itu hanya saling menatap heran satu sama lain. “kami tidak merubahnya Tuan..sejak ditemukan pertama kali..kondisinya memang seperti itu, tidak ada yang kami ubah..”  “Deok Man memakai cincinya di kiri?bukankah ia selalu memakainya di kanan?” Bi Dam pun teringat ketika Deok Man yang  masih dipanggilnya dengan sebutan Yang Mulia memberikannya cincin untuk pertama kalinya dan memintanya pergi ke Chu A Gun, Deok Man memakai cincinnya di jari tengah kanan. ”begitu juga di mimpiku tadi…” pikirnya. Tiba-tiba terbersit dalam benak Bi Dam untuk memeriksa keseluruhan jenazah dihadapannya itu. Pikiran dan hatinya pun saling adu argumen. “jika ini bukan mayatnya lalu ini siapa..Deok Man tidak membawa dayang-dayangnya..berarti seharusnya tidak ada wanita di dalam rombongan itu..bisa saja prajurit itu lupa kalau mereka memasang cincin itu terbalik..lagipula bagaimana kau bisa membuktikan bahwa ini bukan Deok Man..tanda lahirnya ikut menghilang bersama kepalanya..” logikanya berkata. Namun hatinya berkata lain ”ini bukan Deok Man..ia tidak mengenakan cincin di jari kirinya…periksa mayat itu..” Bi Dam pun tahu jika ternyata dugaanya salah berarti ia akan merasakan kenyataan yang lebih pahit, dan besar sekali peluangnya untuk salah dibandingkan benar. Kedua tangannya bahkan ikut gemetar untuk membuka pakaian jenazah itu. “Tuan? Apa yang akan Tuan lakukan?” tanya Alcheon yang baru saja masuk. Bi Dam hanya diam saja.  “semuanya akan baik-baik saja Bi Dam..aku akan segera kembali ke sisimu percayalah..” terbersit dalam benaknya saat-saat sebelum Deok Man pergi dan tersenyum padanya.  “meskipun peluangnya kecil akan kucoba..”  gumamnya sambil memantapkan tangannya yang gemetar. Ia pun membuka pakaian jenazah di hadapannya itu. Kulit mayat sudah putih pucat dan semua mayat pastinya kan berwarna seperti itu. Ia melepaskan pakaian mayat itu agar lebih jelas. “Tuan..apa yang Tuan lakukan?” Alcheon khawatir dengan yang dilakukan Sangdaedeungnya itu. “ini tanda lahir?” pikir Bi Dam melihat bercak coklat di bahu kanan mayat itu. Ia mengusap bercak coklat itu dan tak hilang. “hei prajurit?” panggil Bi Dam. “apakah ini bercak coklat ini sudah ada sejak lama?” tanya Bi Dam.  Seorang prajurit datang memeriksanya. Jantung Bi Dam berdebar dengan keras  menunggu jawaban. “ya Tuan..ini adalah tanda lahir wanita ini…ini sudah ada sejak kami temukan..”  Bi Dam jatuh berlutut menghela napas lega. “Tu..Tuan..” Alcheon dan prajurit itu berusaha memapahnya.  “syukurlah..dia bukan Deok Man..” gumam Bi Dam. “di..dia bukan Tuan Putri maksud Tuan?” “Deok Man tidak punya tanda lahir di bahunya tanda lahirnya hanya satu yakni di belakang telinga kirinya. ..” gumam Bi Dam. Mendengarnya, Alcheon menghela napas lega dan bersyukur dalam hatinya. “syukurlah ini bukan kau Deok Man…lalu kau dimana?” pikir Bi Dam. “oh ya Tuan..Yang Mulia Raja mengirimkan surat ini untukmu..katanya sangat penting… “ Alcheon menyerahkan sebuah amplop merah yang diberi cap kerajaan pada amplopnya. Bi Dam segera membukanya.


Bi Dam, sesaat setelah kau pergi, aku menerima surat dari Putri Huang Shi untukmu. Maafkan aku karena telah membaca suratmu, namun isinya ternyata sangat penting dan berguna karena sepertinya terkait dengan perang yang sedang berlangsung  ini juga, oleh karena itu aku mengirimkan  salinan separuh surat ini kepada Panglima Yushin dan mengirimkan aslinya kepadamu. Yang Mulia Raja.

Bi Dam mengeluarkan lembaran lain dari amplop itu. Ada dua lembar rupanya. Ia pun membaca semuanya mulai dari lembaran awal. “Goguryeo bekerja sama dengan Baekje..”  Bi Dam membuka lembarannya yang kedua.  “Pamanku yang juga seorang Jenderal Tang mengatakan sebenarnya ini rahasia namun kurasa aku bisa mempercayakan rahasia ini padamu… Baekje bisa dikatakan berhasil  diam-diam merampok persenjataan pedang dari kapal militer milik pasukan Tang..ini dirahasiakan lantaran tidak ingin Kaisar Taizong murka..lagipula setelah dilakukan penyelidikan, sampai sekarang belum ditemukan bukti kuat bahwa Baekje melakukannya..Paman menduga Baekje karena di perairan itu saat itu hanya ada 1 kapal asing selain kapal militer yakni kapal dagang Baekje yang tidak memiliki izin..namun  tidak ditemukan barang yang hilang di sana..” Bi Dam membacanya dengan seksama sampai ke selesai. “Baekje sialan!!” seru Bi Dam. “Tu..Tuan..” “ternyata Baekje yang berada di balik penyerangan ke kediamanku beberapa waktu lalu..dan sepertinya ini juga ulahnya..Alcheon..perintahkan komandan Choi dan pasukannya untuk mencari Tuan Putri di seluruh wilayah ini..periksa juga apakah Tuan Putri pernah sampai ke kota Taejon..sekarang!” perintah Bi Dam “baik Tuan..” jawab Alcheon sambil memberi hormat sebelum pergi.

Perbatasan Shilla- Baekje.  (30 KM dari Hwangsanbeol, 7 KM dari kota Taejon)
“tak lama setelah wanita itu pingsan, Tuan Seung Won membawanya ke hadapan kami dan memintanya agar ia dipisahkan dari kelima pria pengawalnya… ia menatap ibuku dengan tatapan bengisnya lalu menariknya dengan paksa…kemudian menyuruh kami pergi dari hadapannya…” In Seong tiba-tiba terdiam berhenti berbicara. Air matanya menetes membasahi pipinya.  Baek Ui yang sekarang duduk di sampingnya, merangkulnya seperti rangkulan seorang ayah kepada anaknya. “para prajurit memaksa kami pergi..namun aku berhasil kabur dan diam-diam melihat apa yang ia perbuat terhadap ibu…bajingan itu menusuk dada ibu dengan pedangnya lalu..lalu..”  isak tangis In Seong semakin keras “kepala ibu dipenggal olehnya..” “tak lama kemudian seorang prajurit berhasil menemukanku dan memukulku hingga pingsan..dan begitu sadar aku pun sudah berada entah dimana..ibuu..” In Seong menangis di dalam dekapan Baek Ui.  Setelah beberapa saat, ia pun mencoba berhenti menangis dan menenangkan dirinya. Baek Ui menuangkan segelas teh untuknya. “apa kau tahu nama wanita yang diculik?apakah kalian berniat untuk merampok?”  “tidak..kami tidak merampok barang satu pun..karena tak ada barang berharga di sana…aku tak tahu apa tujuan Tuan Seung Won, karena ia hanya menyuruhku untuk mengalihkan perhatian para pengawal wanita itu..dan mengenai wanita itu, wanita itu sangat cantik dan begitu baik terhadap kami…ia menerima kami berteduh bersamanya di gubuk itu…para pengawalnya memanggilnya dengan panggilan Nyonya..tetapi entah kenapa Tuan Seung Won menyebutnya Putri.. ya Putri Deok Man…” Baek Ui terkejut mendengar nama Putri Deok Man. “Pu..Putri Deok Man katamu?kau yakin tidak salah mendengarnya?” tanyanya. “i..iya…aku yakin Tuan Seung Won menyebut wanita itu Putri Deok Man..” jawab In Seong  “apalagi yang kau tahu tentangnya?mungkin tentang rombongannya?” tanya Baek Ui berusaha mencari tahu. “hmm…salah satu anggota rombongan kami pernah bertanya kepada salah satu pengawal rombongan itu tentang  asal mereka…mereka bilang mereka berasal dari Seoraboel  dan sedang menuju kota Taejon…hanya itu yang kutahu..” Baek Ui pun terdiam sejenak memikirkan apa yang baru didengarnya “tunggu… kabar yang terakhir kudengar…Tuan Putri berencana pergi ke Tang minggu ini…dan untuk mencapai pelabuhan menuju ke Tang..bisa saja Tuan Putri melewati jalur Kumi-Taejon..”  “dan sesuai dengan janjiku kepada Tuan..aku akan memberitahukan kemana Tuan Seung Won menyuruhku aku dan rombonganku membawa semua senjata ini…”  Baek Ui pun tersadar dari lamunannya. “kami diperintahkan membawanya ke benteng terbesar milik kerajaan asal kami, Baekje yakni Benteng Hwangsanbeol..” Baek Ui pun kembali dikejutkan oleh In Seong “Hwangsanbeol?jadi militer Baekje sendiri yang memasok senjata ini?” In Seong mengangguk “tak hanya rombongan kami..namun juga ada banyak rombongan yang menyamar seperti kami agar bisa melewati perbatasan…kami diperintahkan membawa semua senjata dari Goguryeo ke Hwangsanbeol..” “dari Goguryeo ke Hwangsanbeol?” tanya Baek Ui dengan wajah shock. “iya..karena kebijakan Yang Mulia Raja kami yang melarang pengembangan senjata di dalam Baekje, kami harus diam-diam menyeludupkan senjata-senjata ini ke sana…dan rombonganku di bawah perintah Tuan Seung Won memiliki tugas tambahan untuk membantu penyerangan rombongan pedagang itu…” “tunggu..berarti Tuan Seung Wonmu itu menculik wanita itu..apa kau tahu sekarang ia dimana?” In Seong pun menggelengkan kepalanya “aku tak tahu…setelah penyerangan itu , Tuan Seung Won dan pasukannya memisahkan diri dari kami….tapi sepertinya ia membawa wanita itu ke hadapan Tuan Panglima…karena ketika ia membawa wanita itu, bajingan itu bergumam dengan penuh kemenangan kalau Tuan Panglima akan mengangkatnya menjadi jenderalnya karena tugas darinya berhasil..” “jadi semua ini berawal di Hwangsanbeol..” pikir Baek Ui. “prajurit!” panggil Baek Ui. Salah satu prajurit berjalan dan memberi hormat kepadanya “siap Jenderal..” “kirimkan kabar kepada Jenderal Yesung untuk bertemu denganku di kota Taejon besok..aku akan menemuinya di sana..” Baek Ui memberikan perintah. “baik Jenderal..” prajurit itu memberi hormat.

Sore hari
Perbatasan Wonju. Kamp Militer Shilla.
“dari 9 jenderal yang hadir di sini, 5 setuju untuk membagi dua, 2 memilih untuk netral, dan 2 menolak untuk membagi dua..jadi sesuai dengan keputusan suara terbanyak, maka aku membuat keputusan untuk membagi 2 jumlah pasukan yang kita miliki..” “lalu siapa yang akan memimpin perang melawan Baekje dan siapa yang akan memimpin perang melawan Goguryeo?” tanya salah satu jenderal yang hadir di situ. Wolya pun ikut angkat bicara “jika aku boleh mengusulkan…aku yang akan memimpin pasukan melawan Goguryeo dan Panglima Kim Yushin yang memimpin perang melawan Baekje…kurasa kecerdikan Daemusin dari Baekje hanya bisa disandingkan dengan kepandaian Panglima Yushin dari Shilla..” “ya…aku setuju dengan usul Jenderal Wolya..” ujar para jenderal  satu sama lain. “baiklah..kalu begitu aku putuskan aku Kim Yushin yang akan memimpin perang melawan Baekje dan  Jenderal Wolya yang akan memimpin perang melawan Goguryeo..malam ini aku akan segera berangkat ke perbatasan dekat Hwangsanbeol..Jenderal  Shin, Jenderal Yul, Jenderal Tae Soo, kalian ikut denganku…kita akan bergabung dengan Jenderal Baek Ui dan Jenderal Ye Sung di sana.. ” “baik Jenderal..” jawab ketiga jenderal yang disebutkan namanya itu. Lalu para jenderal pun keluar dari kemah untuk bersiap-siap, hanya tinggal Wolya dan Yushin saja di sana. Yushin membuka kotak miliknya dan mengeluarkan sebuah buku, lalu memberikannya kepada Wolya. Wolya menerimanya dan agak terkejut melihatnya “buku ini..”  Yushin mengangguk “ya..ini salah satu buku 3 Han karya Gukseon Munno…mungkin ini bisa membantumu..seperti ini membantuku di perang-perang yang sebelumnya..”  Wolya tersenyum dan menepuk bahu sahabatnya itu “kenapa ekspresimu kaku seperti itu Yushin?apa kau takut aku akan kalah?” Yushin tersenyum kecil “bukan begitu..hanya saja aku merasa kita bertaruh sangat besar sekali untuk perang kali ini…25.000 melawan 31.000 dan 25.000 melawan 60.000…” “hmm…harus kuakui Daemusin sangat mempersulit hidup kita kali ini..ia berhasil memperdaya seorang Yeon Gaesomun dan menghimpun pasukan sebanyak itu…mungkin akan lebih mudah menghadapi mereka sekaligus dalam 1 aliansi daripada terpisah seperti ini” “justru itulah yang diincar Daemusin..jika beraliansi tentu bagian untuknya akan jauh lebih kecil, dibandingkan dengan apa yang akan ia dapatkan sekarang jika menang…jika ia berhasil menundukan Shilla tentu Goguryeo akan gentar menghadapinya..” Yushin hanya mengangguk sambil membereskan buku-bukunya. “tunggu apa perlu kita menyebarkan kabar ini ke telinga Yeon Gaesomun?siapa tahu ia akan menghentikan perang ini?ia tentu tak mau menjadikan Baekje sebagai musuhnya kelak.. ” ujar Wolya. “untuk apa?justru itu akan semakin memacunya untuk menghabisi kita…aku yakin dalam rencana Yeon Gaesomun sendiri pasti ada niat untuk menyerang Baekje suatu saat nanti setelah berhasil menundukkan Shilla… “ Wolya pun mengangguk mengerti “tapi rencana ini sedang diwujudkan oleh Daemusin…Yeon Gaesomun kalah selangkah jauh di belakang dari Daemusin..” “ya..oleh karena itu jika Yeon Gaesomun tahu..ia pasti akan berusaha menundukkan kita dahulu secepat mungkin…tapi pastinya Daemusin sendiri akan mencegah berita itu terdengar cepat…karena jika aku menjadi dirinya..tentu akan lebih mudah menaklukan negara yang sedang berperang…”  “hmm.. aku mengerti .. itu berarti aku harus bergerak lebih cepat dari kabar itu…setidaknya dengan begitu mereka akan berpikir bahwa kita menyerang mereka dengan 50.000 pasukan, tidak dengan 25.000..” jawab Wolya sambil membaca sekilas buku yang dipegangnya. “ya itulah sedikit keuntungan yang bisa kita ambil..meskipun nanti tidak Goguryeo tidak berhasil ditaklukan..tetapi setidaknya..buatlah mereka agar tidak bisa menyerang Shilla lagi untuk jangka waktu yang cukup lama..jangan paksakan dirimu untuk menaklukannya..”  Wolya mengangguk “ya..aku tahu itu..” lalu Wolya membantu Yushin mengemasi semua barang-barangnya. “kurasa aku siap berangkat sekarang..”  ujar Yushin yang sekarang sudah selesai mengemasi barangnya. “tapi sebelum kau pergi, ada sesuatu yang Seolji ingin tunjukkan padamu..” sahut Wolya. Yushin pun berjalan mengikuti arah Wolya pergi.

Perbatasan Wonju. Kamp Militer Goguryeo.
“braakk..” Eulji menggebrak mejanya “apa?! sampai sekarang belum ada satu pun pasukan Wa belum dikembalikan?”  “i..iya Tuan..” jawab kurir pengantar surat itu taku-takut.  “apakah ada kabar dari Baekje?apakah mereka sudah melakukan kudeta?” tanya Eulji  yang masih emosi. “be..belum ada berita resmi Tuan..namun ada kabar burung bahwa sepertinya para bangsawan pemberontak sudah mulai bergerak diam-diam..dan kabar ini didukung dengan semakin ketatnya berita yang keluar dan masuk dari istana..” jawab kurir itu. “kalau begitu, sampaikan pada Tuan Perdana Menteri untuk segera mengirimkan pasukan Wa untukku..katakan padanya perang tak bisa menunggu..” ujar Eulji. “baik Tuan..” jawab kurir itu sambil memberi hormat.

Ruang kerja Raja, Istana Ungjin, Goguryeo.
“Perdana Menteri Lee, bagaimana dengan hasil panen tahun ini?” tanya Raja Uija kepada Perdana Menterinya. “dari laporan yang hamba terima, meskipun ada kemajuan dalam jumlah lahan yang ditanami, namun jumlah panen tahun ini lebih rendah daripada tahun yang sebelumnya, karena banjir bandang yang melanda sejumlah daerah..” Yang Mulia Raja  pun gusar mendengar laporan ini “lalu bagaimana dengan nasib para penduduk desa yang dilanda banjir?apakah evakuasi sudah dilaksanakan?” tanya Uija. “sudah Yang Mulia, hamba sudah melakukan evakuasi di seluruh desa yang terkena banjir..untuk sementara, hamba membagi mereka ke desa-desa yang terhindar banjir, menunggu pembebasan lahan milik para bangsawan…” “bag..ugh..” tiba-tiba  Raja Uija mengaduh sambil memegangi kepalanya, menahan keningnya yang sekarang penuh dengan peluh. “Yang Mulia..Yang Mulia..” seluruh pejabat yang hadir di situ panik. “aku tak apa-apa..hanya sedikit pusing..” jawab Raja Uija. Perdana Menteri Lee diam-diam tersenyum menatap teman-temannya.  “obatnya sudah bekerja..”pikirnya. “hamba mohon menghadap Yang Mulia..” seru seseorang dari balik pintu. “masuklah..” jawab Raja Uija. Seorang kurir melangkah masuk dan memberi hormat. “Yang Mulia, prajurit Benteng Souzan melaporkan adanya sekelompok prajurit Wa yang diam-diam masuk ke wilayah Baekje…” “apa?pasukan Wa?Benteng Souzan adalah benteng terdekat dengan perbatasan Goguryeo bukan?” tanya Raja Uija heran dan kaget. Kurir itu menangguk “ya Yang Mulia…mereka menyamar sebagai para pelancong dan pedagang, namun tingkah laku merekamencurigakan  sehingga para prajurit memeriksa mereka dan ternyata dalam barang bawaan mereka ditemukan juga senjata panah dan pedang…para prajurit  pun berusaha menahan mereka..namun mohon maaf Yang Mulia, mereka berhasil kabur..”  Perdana Menteri Lee dan pejabat yang hadir di situ berwajah tegang mendengar percakapan Raja Uija dengan kurir itu. “Perdana Menteri Lee…” panggil Raja Uija. “tolong kau selidiki hal ini dan laporkan padaku segera..”  “baik Yang Mulia..” jawab Perdana Menteri Lee. Raja Uija menatap kurir itu “kalau begitu sampaikan pada komandan militer kota Souzan untuk menyelidiki hal ini..sebisa mungkin tangkap mereka..” “baik Yang Mulia..” jawab kurir itu sambil memberi hormat lalu pergi keluar ruangan. Raja Uija pun kembali membaca laporan yang tergeletak di mejanya. “ini tak bisa dibiarkan kurir itu harus mati..dan malam ini Yang Mulia Raja harus segera dibereskan..” pikir Perdana Menteri Lee. “Tuan Panglima harus segera kuberitahu..”

Jalur Kumi - Taejon, Shilla.
Sambil berteduh dari hujan dan menunggu kabar, Bi Dam duduk di bawah pohon besar tak jauh dari gubuk. Hatinya yang gelisah membuat dirinya tak bisa duduk dengan tenang. “apakah Deok Man sempat tertangkap dan berhasil lolos?kalau tidak bagaimana mereka bisa mendapatkan cincin dan seoyopdo itu?dan untuk apa mayat pengganti  ini?” pikirnya. “toplak..toplak..” terdengar suara derap langkah kuda mendekat. Alcheon dan komandan kota Taejon, Sang Min menghentikan kudanya tak jauh dari tempat Bi Dam berdiri.  Mereka berdua berjalan di tengah gerimis hujan, menemui Bi Dam. “apakah kalian menemukannya?atau setidaknya jejaknya?” tanya Bi Dam penuh harap.  “kami tidak menemukannya Tuan..kami sudah berpencar ke seluruh daerah dan desa terdekat namun nihil hasilnya..begitu juga di Taejon, tak ada tanda-tanda bahwa Tuan Putri pernah ke sana..” jawab Komandan Sang Min. Bi Dam pun kembali berwajah muram “apakah Deok Man diculik oleh orang suruhan Daemusin?” pikirnya. “Tuan..sebaiknya kesemua mayat ini segera dikuburkan..balsamnya tidak akan bertahan lama..” ujar Alcheon. Bi Dam pun tersadar dari lamunannya. “baiklah..sekarang kita bersiap-siap untuk berangkat ke Taejon, kita akan menguburkan mereka dengan layak dan pantas..” jawab Bi Dam. “baik..Tuan..” jawab Alcheon dan Sang Min serempak.  Bi Dam merogoh sakunya, diambilnya Seoyopdo dan cincin milik istrinya. “Deok Man..” gumamnya sambil menggenggam kedua benda itu erat-erat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar