Pages


Sabtu, 04 Desember 2010


Our Future Still Continue Chapter 67 part. 01: Rainy Day




Keesokan harinya

Pagi hari.
Kota Kumi, Shilla.
“bruuk..” “huft ini kotak yang terakhir..” ujar Il Woo sambil menghapus peluh dari keningnya. “apakah sudah semuanya?” tanya Yong Joon. “sudah..aku sudah memeriksa semuanya..kereta dan gerobak yang mengangkut pun sudah siap..” jawab Bi Ryu.  “apakah Nyonya sudah siap?’tanya Yong Joon pada Shi Yoon yang sedang mengasah ujung tombaknya. “Nyonya masih berada di kamarnya..mungkin sebentar lagi keluar..” jawabnya “sepertinya sekarang Nyonya sedang menulis surat..karena ia meminjam merpati pengantar surat dariku tadi..” sahut Dae Gil. “plak..plak..” terlihat merpati hitam terbang dari jendela kamar Deok Man. “tuh kan benar..” timpal Dae Gil. “sraak..” Deok Man melangkah keluar dari kamarnya dan menghampiri kelima hwarang itu. Yong Joon dan temannya segera bersiap dan memberi hormat padanya. “apakah semua sudah siap?” tanya Deok Man. “sudah..Nyonya..jika Nyonya mau, kita bisa berangkat sekarang..” jawab Yong Joon. “baiklah..kita berangkat..” ujar Deok Man sebelum masuk ke dalam tandunya. Yong Joon menaiki kudanya dan keempat hwarang lainnya berdiri di kedua sisi tandu. “berangkat..” seru Yong Joon memimpin rombongan.

Istana Ingang, Shilla
Yang Mulia Raja sedang berada dalam ruang kerjanya, bersama Bi Dam, Kim Yong Chun, dan Kim Seo Hyun. Mereka berempat sedang membahas kebijakan yang akan mereka buat selanjutnya. “hasil penjualan panen dan perdagangan tahun ini sangat bagus, kurasa tahun ini anggaran pertahanan negara bisa ditingkatkan…3x lipat mungkin..” “saya rasa juga begitu Yang Mulia…bagian pengembangan senjata dan pelatihan militer sangat memerlukan tambahan anggaran..ini proposal mereka…”ujar Kim Seo Hyun sambil menyerahkan 2 gulungan proposal. “jika kunaikkan 2x lipat apakah tak ada masalah Perdana Menteri Bi Dam?” tanya Yang Mulia Raja. ”saya rasa tidak akan masalah Yang Mulia…anggaran untuk sektor pendidikan masih sangat mencukupi, begitu juga dengan sektor pertanian, anggarannya sudah lebih dari cukup untuk dana cadangan jika seandainya terjadi gagal panen…” jawab Bi Dam. “lalu Pejabat Kim Yong Chun, bagaimana dengan tanggapan rakyat dan para bangsawan?apakah ada masalah dengan kebijakan yang sudah dikeluarkan sebelumnya?” tanya Yang Mulia Raja. “rakyat sangat puas dengan hasil panen tahun ini dan kestabilan harga di pasar…hanya saja mereka sedikit waswas dengan berita penyerangan di Wonju oleh Goguryeo..lalu dari para bangsawan,  juga tidak ada masalah dengan mereka..saya dan Perdana Menteri Bi Dam selalu mengawasi  mereka…mereka mengaku cukup puas dengan kebijakan ini, meskipun mereka juga berharap agar mereka bisa diberi keleluasaan lebih agar mereka bisa memperoleh keuntungan lebih besar..” Yang Mulia Raja menghela napas “hmm..mereka sepertinya belum benar-benar bisa merelakan kenyataan bahwa mereka itu harus berbagi terhadap yang kekurangan…kuharap kau dan Perdana Menteri selalu mengawasi mereka…apalagi mereka punya keinginan seperti ini…akan tetapi jangan sampai menimbulkan berprasangka buruk terhadap mereka..” “baik Yang Mulia..” jawab Bi Dam dan Kim Yong Chun serempak. “hamba memohon menghadap Yang Mulia..”  ujar seseorang dari balik pintu. “masuklah..” ujar Yang Mulia Raja. Seorang kurir  melangkah masuk lalu memberi hormat. “maaf Yang Mulia..Panglima Yushin mengirim surat untuk Yang Mulia..” ujar kurir itu sambil menyerahkan sebuah gulungan kepada Yang Mulia Raja. Yang Mulia Raja menerimanya dan segera membacanya “Panglima Yushin mengirim 4000 pasukan ke wilayah dekat perbatasan Shilla Baekje untuk apa?” komentarnya begitu selesai membaca surat itu. “maaf Yang Mulia, hamba kurang begitu paham..tapi sepertinya Tuan Panglima curiga terhadap aktivitas Baekje..”  jawab kurir itu. “ya..aku sudah mendengar cerita penyebab invansi Goguryeo dan gejolak politik yang terjadi di Baekje..kurasa jika ada kegiatan militer mungkin akan lebih ke arah  rencana kudeta terhadap Uija Baekje daripada invansi ke Shilla..dibandingkan dulu, sekarang, Pasukan Baekje tertinggal di bawah kita..”   “maaf Yang Mulia izinkan saya berbicara..” ujar Bi Dam. “ya Perdana Menteri?” “bukannya saya bermaksud untuk menyalahkan pendapat Yang Mulia…Panglima Yushin dan saya sependapat, rasanya jika lebih baik Shilla berjaga-jaga Yang Mulia jika terjadi situasi terburuk.. jika ternyata Raja Baekje berubah pikiran dan melihat ini sebagai suatu kesempatan emas lalu menyerang Shilla tiba mungkin jumlah pasukan mereka tidak seberapa tapi di saat seperti ini mungkin saja mereka bisa merebut 1-2 kota dari Shilla…saya rasa kita harus melihat segala kemungkinan meskipun fokus kita sekarang adalah Goguryeo..” “hmm..ya aku mengerti..kuakui kalian jauh lebih berpengalaman di medan perang dibanding aku…kurasa insting kalian sudah sangat terasah..aku percaya pada kalian..tapi kuharap agar fokus kalian pada Goguryeo dulu yang sudah jelas menyerang kita..” jawab Yang Mulia Raja. “baik Yang Mulia..”  jawab Bi Dam.

Kota Hongsong, Baekje.
“hamba mohon menghadap Tuan Panglima..” ujar seseorang dari balik pintu. “masuk..”  jawab Daemusin yang baru saja selesai berpakaian. Seorang kasim melangkah masuk lalu memberi hormat “Tuan…ada surat untuk Tuan..”  ujarnya sambil menyerahkan sebuah amplop merah untuk tuannya. Daemusin mengambil surat itu dan meminta kasimnya keluar sebelum ia membacanya. Seringai penuh kepuasan nampak di wajahnya begitu ia membaca surat itu. Tiba-tiba seorang wanita memeluknya dari belakang. “ada apa Shin Ae?” tanya Daemusin sambil menarik tangan wanita itu dan membalik badan untuk menatapnya. “aku ingin ikut pergi bersama Tuan..bolehkah aku ikut?aku akan mendampingi Tuan meskipun harus ke medan perang…” ujar wanita yang bernama Shin Ae itu memohon.  Daemusin hanya terdiam menatapnya lalu merangkulnya sehingga ia  bersandar di bahunya. “aku memang hanya bisa melayani dan mencintai Tuan..tidak seperti para jenderal yang bisa bertarung untuk Tuan..” Daemusin hanya diam saja mengusap rambut wanita yang sangat mencintainya itu.

Siang hari.
Kamar Putri Deokman, Istana Ingang.

Setelah selesai menyuapi putirnya, Bi Dam menemani si kembar bermain di tempat bermain mereka. “appa?” Yoo Na merangkak mendekat dan memberikan sebuah gelang kecil kepada ayahnya. Bi Dam tersenyum  menerimanya lalu mengusap kepala putrinya “terima kasih putriku…” “hamba mohon menghadap Tuan Perdana Menteri..” ujar seseorang dari balik pintu. “masuk..” ujar Bi Dam seraya berjalan menuju ruang depan. “sraak..” seorang kasim melangkah masuk dan memberi hormat. “ada apa?” tanya  Bi Dam. “ada surat untuk Tuan..yang dibawa merpati hitam..” ujar kasim itu sambil menyerahkan suratnya. “Biasanya Bi Ryu mengirim surat malam hari dan hanya sekali..astaga jangan-jangan mereka..” pikir Bi Dam dan langsung membuka surat itu cepat-cepat. Dan kekhawatiran itu sirna begitu ia melihat isi surat itu.

Selamat pagi suami dan kedua anakku…
Saat ini, aku sedang berada di penginapan kota Kumi dan akan segera berangkat ke Kota Taejon… aku dan yang lain baik-baik saja di sini…kalian sendiri bagaimana?Yun Ho , Yoo Na?kalian tidak nakal kan selama omma pergi...baik-baiklah kalian sama appa di sana… lalu bagaimana kabar suamiku yang sangat kucintai? kuharap anak-anak tidak membuatmu pusing, Bi Dam… jangan lupa untuk makan dan beristirahat …dan jangan terlalu mengkhawatirkan aku…percayalah..aku akan segera pulang dan kembali ke sisimu dan anak-anak…aku di sini sangat merindukanmu dan anak-anak…hampa rasanya, melewati hari-hariku tanpa kau di sisiku dan tanpa mendengar celoteh dan tangis anak-anak.. seperti ada bagian dari hatiku yang hilang…tapi aku tahu bahwa aku akan segera menemukannya kembali..kembali bersama kalian…jaga diri kalian baik-baik..
Yun Ho, Yoo Na…omma sangat menyayangi kalian…
Bi Dam...
 aku sangat mencintaimu..
Deokman

“aku juga sangat mencintai dan merindukanmu Deok Man..” gumam Bi Dam sambil tersenyum menatap suratnya. “appa?” panggil anak-anaknya. “ya..” Bi Dam segera menghampiri kedua anaknya lalu mengecup kening mereka satu persatu. “omma bilang omma sangat menyayangi kalian…kalian juga sangat menyayangi omma kan?” gumamnya sambil mengangguk menatap kedua anaknya. Kedua anak itu diam sejenak menatap ayahnya sebelum akhirnya mereka mengangguk. Bi Dam tersenyum lebar lalu mengusap kepala mereka berdua “meskipun mereka belum bisa mengatakannya, tetapi mereka juga sangat menyayangimu Deok Man..” gumamnya dalam hati.  Lalu ia berjalan menuju meja bundar untuk menulis surat balasan

Sore hari
Jalur Kumi - Taejon, Shilla.
“huuft.. hujannya deras sekali…untung saja kita menemukan gubuk ini..lumayan untuk tempat berteduh..” ujar  Dae Gil sambil menggosok kedua tangannya yang kedinginan. “semoga saja sebentar hujannya berhenti..kalau tidak bisa-bisa kita bermalam di luar kali ini..” sahut Il Woo. Shi Yoon meletakkan tombaknya “yah..aku pun juga berharap demikian…kuharap Tuan Putri bisa beristirahat di penginapan  kota Taejon…”  “mau dimanapun kita akan menginap..kita harus lebih waspada sekarang..sekarang kita berada sangat dekat dengan perbatasan dengan Baekje begitu jugajika kita tiba di Taejon nanti…ingat perintah Perdana Menteri untuk kita mengenai ini..” sahut Yong Joon.  “sraak..” pintu gubuk terbuka.  “kalian masuklah..hujan semakin lebat…atau kalian berjaga bersama yang lain di samping yang lebih luas.. ” ujar Deok Man.  “maaf Nyonya..tapi lebih baik kami di sini saja..” ujar Yong Joon mewakili teman-temannya.  “srak..srak..” terdengar suara dari  arah semak-semak di depan gubuk tempat mereka berteduh. Il  Woo menyiapkan busurnya, Bi Ryu, Dae Gil,  dan Shi Yoon menyiapkan senjata mereka. “pengawal..bersiap!!” seru Yong Joon memerintahkan pengawal yang lain. “Nyonya..masuklah..” ujar Bi Ryu. Deok Man hanya terdiam di balik punggung Yong Joon, penasaran dengan apa yang ada di semak-semak itu. “srak..srak..” suaranya semakin mendekat.  Lalu dari balik semak munculah beberapa laki-laki berpakaian lusuh sambil menarik gerobak yang membawa tumpukan jerami tebal, diikuti dengan beberapa wanita yang juga berpakaian kumal sambil menggendong anak kecil. Mereka nampak takut begitu melihat pasukan  “siapa kalian?” seru Il Woo sambil mengarahkan panahnya ke arah orang-orang itu. Salah satu pria dari rombongan itu menjawab sambil menggigil menahan dingin “ka..kami..hanya penduduk biasa Tuan..dari Desa Kumi..kami sedang dalam perjalanan  ke desa Chun’an dekat Kota Taejon..”  Deok Man meletakkan tangannya di atas busur Il Woo dan golok besar Bi Ryu. “Nyonya?” gumam Bi Ryu dan Il Woo. Meminta mereka untuk menaruhnya. Hatinya tergerak oleh belas kasihan melihat rombongan itu. Deok Man melangkah keluar dari gubuk itu dan berjalan menghampiri rombongan itu, dengan sigap Dae Gil segera memayunginya “kalian masuklah berteduh di sini..kami tidak akan menyakiti kalian…” para anggota rombongan itu saling  memandang ragu satu sama lain. “kasihan anak-anak kalian..mereka masih kecil..” Deok Man menambahkan. Lalu mereka semua menundukkan kepala kepada Deok Man “kami sangat berterima kasih Nyonya…”

Malam hari.
Kamar Putri Deok Man, Istana Ingang. Shilla
Sejak sore hingga malam, hujan disertai petir turun tak kunjung henti.  “ctarrr..” suara petir mengagetkan Yun Ho dan Yoo Na yang sedang bermain ditemani Soo Hye. Spontan mereka pun menangis. Bi Dam yang sedang membaca laporan, segera meletakkan laporannya dan menghampiri mereka. Soo Hye menggendong Yun Ho dan Bi Dam menggendong Yoo Na. “sst…sayang..itu hanya petir..” gumamnya menenangkan Yoo Na. Hujan pun semakin deras disertai angin.  “semoga di sana cuacanya cerah..” gumamnya sambil menatap jendela.

Jalur Kumi - Taejon, Shilla.
Ternyata hingga malam, hujan tak berhenti mengguyur, sehingga Deok Man dan yang lainnya terpaksa menginap di gubuk. Gubuk itu terdiri dari 2 bangunan yakni bangunan rumah dan kandang hewan ternak yang kosong.Meskipun bangunannya sudah tua terbengkalai namun cukup lumayan untuk tempat berteduh di tengah hujan deras seperti ini. Bangunan rumah ukurannya sangat kecil, Deok Man yang akan beristirahat di sana. Tempat kandang hewan cukup luas sehingga para pengawal selain hwarang dan beserta rombongan pengungsi berteduh di sana. Para hwarang membangun kemah untuk tempat mereka istirahat karena tidak mungkin mereka akan berisitirahat 1 ruangan dengan Deok Man sedangkan kandang ternak juga sudah penuh.    “kurasa itu sudah cukup untuk menutup atap yang bocor..” ujar Deok Man sambil menatap ke arah  langit-langit yang sedang ditambal jerami oleh Dae Gil. “hup.” Dae Gil pun melompat turun dari kotak-kotak barang yang tadi disusunnya.  “terima kasih Dae Gil..” ujar Deok Man. Dae Gil hanya menunduk memberi hormat “selamat beristirahat Tuan Putri..” . “plak..plak..” terdengar suara kepakan sayap burung dari luar. “saya rasa itu adalah burung pengantar surat..” ujar Dae Gil. Ia berjalan keluar sebentar, lalu kembali ke dalam sambil membawa seekor merpati hitam. “surat ini sepertinya untuk Nyonya..” katanya sambil memberikan kertas surat kepada Deok Man.  “ya kurasa ini untukku..” ujar Deok Man begitu melihat namanya tertulis di bagian luar surat itu. “kalau begitu selamat beristirahat Nyonya…” Dae Gil memberi hormat lagi sebelum meninggalkan ruangan. Deok Man pun segera duduk dan membuka suratnya.

Aku bingung aku harus mengucapkan salam apa tapi kupikir surat ini pasti baru sampai kepadamu malam ini jadi kuucapkan
Selamat malam istriku yang cantik
Aku sangat senang mendengar kau baik-baik saja…aku dan anak-anak di sini baik-baik saja..Yun Ho dan Yoo Na sangat merindukanmu..bahkan terkadang mereka tak henti-hentinya memanggil ommanya dan menunjuk-nunjuk lukisan wajahmu… kuharap kau di sana baik-baik selalu..jangan paksakan dirimu untuk melakukan perjalanan  jika kau lelah, istirahat dan makanlah yang cukup …kami di sini akan bersabar dan setia menunggumu...
Kau tahu, hari ini ketika aku bilang pada anak-anak bahwa kau sangat menyayangi mereka dan bertanya apakah mereka juga menyayangi ommanya, mereka mengangguk Deok Man..mereka juga sangat menyayangimu meskipun mereka belum bisa mengatakannya..
Dan jika kau bertanya mengenaiku…aku hanya bisa menjawab aku sangat merindukanmu Deok Man…kau mungkin baru saja pergi selama 3 hari namun bagiku rasanya seperti berabad-abad lamanya…tak ada hal yang lain yang kuinginkan selain kepulanganmu dengan selamat kembali ke sisiku...meskipun suaraku tak bisa kudengar namun kuharap tulisan ini bisa menyampaikan perasaanku padamu…aku mencintaimu Deok Man..sangat mencintaimu… 
Jaga dirimu baik-baik di sana…
Bi Dam.

Air mata Deok Man menetes begitu selesai membacanya. Kebahagiaan dan rasa rindu yang amat sangat mengalir membasahi pipinya.  

“setelah makan yang pedas tadi, aku menjadi haus..” gumam salah satu pengawal yang sedang duduk-duduk di ruang kandang “aku juga..” sahut pengawal yang lain. “ini Tuan silahkan minumnya…setelah makan yang pedas, tenggorokan akan menjadi sakit jika meminum air hanya sedikit..” ujar salah seorang laki-laki penduduk Desa Kumi sambil membawa nampan berisi gelas-gelas air. Para pengawal itu dan 9 temannya  segera meminumnya. “aah..segarnya..” ujar salah seorang pengawal. “kau membawa jerami segitu banyak untuk apa?” tanyanya sambil menunjuk ketiga gerobak yang berisi jerami. “itu untuk kami pakai di desa Chun’an..lagipula anak-anak juga bisa beristirahat di sana jika lelah..” jawab laki-laki itu. Tak lama kemudian seorang pengawal mulai mengeluh “haduh kenapa aku jadi mengantuk seperti ini ya?” “iya..aku juga..”keluh yang lainnya. Para rombongan itu hanya tersenyum menatap para pengawal yang mulai bertumbangan ke tanah satu per satu. “kau!..kau memasukkan ap…pa..”  ujar pengawal yang terakhir pingsan sebelum ia tak sadarkan diri. Para anggota rombongan itu saling menatap satu sama lain dan mengangguk, seakan-akan mereka sudah mengerti apa yang harus mereka lakukan setelah ini.

Istana Chang’an, Wei.
“Perwira Er Wu mohon menghadap Tuan Putri..” ujar seorang kasim dari balik pintu ruang kerja Putri Huang Shi. “masuklah..” jawab Huang Shi yang sedang membaca laporan di hadapannya. “sraak..” Er Wu segera melangkah masuk dengan terburu-buru “gawat Tuan Putri..ini gawat..” ujarnya. “ada apa?apa kau sudah mendapat kabar dari mata-mata?” tanya Putri Huang Shi. “ya Tuan Putri..” Er Wu segera menyerahkan dua buah gulungan kepadanya. Huang Shi menerimanya dan segera membaca gulungannya yang pertama. “apa kau sudah menanyakannya langsung kepada pamanku?” tanya Huang Shi. “sudah Tuan Putri..saya sudah bertanya langsung pada beliau..dan beliau meminta ini agar dirahasiakan…”  jika benar senjata itu dicuri berarti yang kemarin itu pelakunya adalah...” “ya Tuan Putri saya juga berpikir demikian…  tak hanya itu..mata-mata kita juga menemukan sesuatu yang mengejutkan..”  Huang Shi pun segera membaca gulungan yang satu lagi. “i..ini…berarti saat Yeon Gaesomun berkunjung ke sini beberapa bulan yang lalu, mungkinkah mereka…” Er Wu mengerti maksud Huang Shi “ya Tuan Putri dan pada pertemuan mereka yang terakhir di perbatasan Wei bulan lalu, mereka menyamar…namun rupanya ada mata-mata kita mengenalinya…”  “kalau begitu..segera siapkan pengantar surat  tercepat yang kita miliki…aku akan segera mengirim surat untuknya memberitahukan hal ini..” ujar Huang Shi. “baik Tuan Putri..” jawab Er Wu sambil memberi hormat lalu pergi keluar ruangan. “semoga saja ini belum terlambat..” gumam Huang Shi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar