Blog ini dibuat untuk menampung FF n Fan's Creation dari seluruh fans QSD terutama Bideok lovers..(tidak menerima shindeok lovers ^^)
Kamis, 30 Desember 2010
Senin, 27 Desember 2010
FAN FIC BIDAM – DEOKMAN, Our Love Story bagian 23
FAN FIC BIDAM – DEOKMAN, Our Love Story
bagian 23
Scene : SHILLA WONHWA
Istana
Mereka pun tiba di istana untuk menghadiri perayaan panen tahunan yang berlimpah di tahun ini, tanda kemakmuran bagi seluruh rakyat dan negeri Shilla. Sementara perayaan berlangsung meriah, semua pejabat beserta keluarganya diundang.
Deokman terlihat bosan dengan seluruh rangkaian acara, pada tahun kemarin ialah yang duduk di singasana kerajaan dan ‘harus' melihat semua atraksi dan menyapa formal dari podium dengan para tamu undangan, tanpa bisa beranjak dari tempatnya sedetikpun. Tapi sekarang begitu berbeda, Deokman begitu bebas memperhatikan para tamu, berbincang sedikit dengan mereka dan menikmati perayaan lebih santai. Namun lama-lama juga Deokman merasa bosan dan dia memilih keluar dari tempat acara.
Tadinya dia mau mengajak Bidam untuk menemaninya berjalan-jalan di sekitar istana, menikmati indahnya malam seperti ia dan Bidam lakukan dulu waktu mereka masih tinggal di istana. Tapi diurungkannya karena Bidam rupanya sedang berbincang-bincang seru dengan beberapa pejabat istana sambil minum arak (tempat duduk untuk para undangan wanita dan pria dipisahkan). Deokman menuju taman istana sendirian sambil berpikir, tangannya dilipat ke depan dan tangan yang satunya disimpan antara hidung dan bibirnya. Tiba-tiba ada suara yang mengagetkannya di belakangnya.
“Apa yang Tuan Putri lakukan disini? apa ada yang Tuan Putri pikirkan?” Yushin bertanya dan menatap ke arahnya.
“Aahh.. tidak, aku hanya mencari angin segar, kau sendiri mengapa ada disini?”
“aku hanya kebetulan lewat dan melihat Tuan Putri disini, aku hanya ingin menyapa Tuan Putri” Deokman mengangguk dan menatap ke depan.
“Tuan Putri, selamat atas kehamilan Tuan Putri, aku baru mendengarnya akhir-akhir ini setelah kembali dari Saitama, maaf baru mengucapkannya sekarang”
“terima kasih, Panglima Yushin. Kau begitu bekerja keras untuk Shilla dalam mencapai tujuannya, sudah seharusnya Shilla bangga memiliki Panglima seperti kau”
“ini cita-cita dan tujuan kita semua termasuk Tuan Putri sendiri..”
Deokman hanya tersenyum mendengar jawaban Yushin, kemudian mereka terdiam sejenak.
“Panglima Yushin.., aku selalu melihat dalam perayaan selalu ada gisaeng-gisaeng yang melayani para pria baik yang mempunyai kedudukan atau tidak” ujar Deokman
“hal itu kan sudah wajar, Tuan Putri, memang selalu ada yang seperti itu, mengapa Tuan Putri bertanya seperti itu, apa ada masalah dengan hal ini”
“tidak.. aku hanya berpikir. Wanita.. kupikir bila Shilla ingin selangkah lebih maju dari semua kerajaan, kita harus menempatkan wanita untuk beberapa pos penting, misalnya membentuk kembali wonhwa (hwarang khusus wanita) dan intelejen wanita. Aku yakin bila hal itu dilakukan maka Shilla akan lebih maju lagi. Bukankan Raja Jinheung menempatkan Mishil di posisi penting di kemiliteran sehingga akhirnya dia bisa menguasai seluruh pemerintahan, aku yakin wanita-wanita di Shilla mempunyai potensi yang baik dan berdedikasi tinggi untuk kemajuan Shilla. Bagaimana menurutmu?”
“ide yang sangat bagus, memakai kelembutan wanita sekaligus keahliannya untuk mendorong kemajuan di militer kita. Tapi dalam pelaksanaannya tentu akan menemui banyak kesulitan”
“mengapa.. karena mereka wanita, mahkluk yang dianggap lemah dan perlu dilindungi, aku pikir dengan diangkatnya aku sebagai ratu wanita pertama di Shilla mampu membuka mata para pria agar melihat kemampuan seorang wanita tidak berbeda dengan pria. Masing-masing ada porsinya, pria dengan segala kekuatannya dan wanita dengan segala pemikirannya. Kupikir ini akan saling melengkapi, lagipula banyak juga wanita yang mampu mengangkat pedangnya dan mempunyai keahlian bela diri yang baik”
“Ya memang harus aku akui, pemikiran wanita seperti Tuan Putri selalu selangkah lebih maju, kadang-kadang aku tercenggang sendiri dan merasa malu seperti orang bodoh” jawab Yushin sambil tertawa. Deokman ikut tertawa juga.
Bidam mendengar mereka tertawa riang dan mendekatinya, entah mengapa setiap kali Deokman berada dekat dengan Yushin dan berduaan seperti ini, Bidam masih merasa tidak nyaman padahal dia sudah memiliki Deokman dan menjadi suaminya.
“Sepertinya aku kehilangan momen yang bagus” kata Bidam menghentikan tawa mereka. Bidam mengerdikan kepalanya sebagai ekspresi penasaran.
“Bidam, aku senang bertemu kau kembali... tadi aku hanya berbincang-bincang dengan Tuan Putri sekaligus mengucapkan selamat atas kehamilan Tuan Putri, kalian akan memperoleh keturunan sebentar lagi, aku turut senang” jawab Yushin.
Bidam mengangguk-angguk tersenyum tapi masih penasaran tentang apa yang mereka bicarakan, Deokman memahami ekspresi Bidam dan menjelaskan pada Bidam mengenai idenya untuk menggunakan wanita sebagai salah satu kekuatan Shilla dan kembali membentuk Wonhwa.
“Ide yang sangat bagus Deokman, aku akan menyampaikannya pada Yang Mulia raja dan berusaha mewujudkannya” kata Bidam.
“betul, akupun setuju. Tinggal menetapkan batasan-batasan peraturan maka kupikir tidak ada masalah” balas Yushin.
“Aku akan menuju tempat acara dulu, sampai jumpa lagi. Sekali lagi selamat atas kehamilannya” lanjut Yushin sambil pamit. Deokman dan Bidam mengangguk.
“dari mana kau mendapatkan ide seperti itu, Deokman”
“karena aku melihatmu dilayani oleh para gisaeng-gisaeng itu, mereka begitu mudahnya mendekati beberapa pejabat penting dan mungkin bisa mendengar pembicaraan mereka, seandainya mereka mata-mata mereka akan mendapatkan informasi yang sangat penting dengan mudah, juga karena aku melihat Xiou Lie”
“ada apa dengan Xiou Lie”
“aku melihatmu memperhatikan Xiou Lie berlatih pedang dan mencoba beberapa gerakan bela dirinya, kau pun terlihat cukup puas dengan kemampuannya. Dari situlah aku menyadari bahwa para wanita mempunyai kemampuan yang sama dengan pria di bidang apapun. Jadi berhentilah meremehkan seorang wanita”
“siapa yang meremehkan wanita, aku? Kenapa kau jadi idealis seperti ini sih?”
“bukan kepadamu, tapi pada orang-orang yang seperti itu. Kenapa kau jadi tersinggung?”
“aku tidak tersinggung, justru aku menyadari kalau aku pun bertekuk lutut di hadapan wanita sepertimu. Aku sungguh-sungguh tidak bisa berkutik di depanmu, Deokman”
“tentu saja karena aku mantan ratu Shilla kan”
“bukan itu.. tapi karena aku mencintaimu dan aku tengelam didalamnya”
“Bidam..” gumam Deokman sambil tersenyum puas dan senang karena jawaban Bidam.
Rumah Sangdaedung Malam Hari
Seseorang mengendap-endap mendekati kamar Deokman dan Bidam kemudian membuka pintunya perlahan lalu masuk. 5 menit kemudian orang itu keluar dari kamar itu dan bergegas pergi ke arah belakang rumah.
Istana : Taman Istana
“apa kau lelah? Sebaiknya kita pulang sekarang” Deokman mengangguk lalu Bidam merangkul pundak Deokman dan berjalan menuju tandu mereka, setelah mereka dalam tandu dan diangkat pergi. Bidam bertanya sesuatu
“Deokman..”
“hhmm..”
“apa kau cemburu melihatku bersama gisaeng-gisaeng itu dan juga Xiou Lie” tanya Bidam tiba-tiba dengan wajah penuh selidik.
“tidak..”
“aahh.. sungguh disayangkan, padahal aku sangat tidak nyaman ketika melihat kau dan Yushin tertawa bersama”
“astaga Bidam, kau masih seperti itu?”
“ya” jawab Bidam sambil mengangkat kedua alisnya, Deokman tersenyum sambil menyenderkan kepalanya di bahu Bidam.
“aku juga cemburu Bidam, hanya aku meyakinkan diriku sendiri bahwa kau mencintaiku dan aku melawan rasa cemburuku. Tapi bila kau seperti ini berarti kau tidak mempercayai aku bahwa aku pun sungguh-sungguh mencintaimu”gumam Deokman.
“aku tahu itu, hanya saja aku begitu takut kehilangan dirimu, kehilangan cintamu” jawab Bidam, Deokman mengangkat kepalanya dan memegang pipi Bidam dengan kedua tangannya.
“jangan pernah takut lagi, jangan.. aku akan selalu mencintaimu selamanya” tegas Deokman lalu Deokman mencium bibir Bidam, Bidam terkejut karena biasanya Bidam yang memulai duluan, tapi Bidam senang dan membalas ciuman Deokman dan mendekap erat badan Deokman selama perjalanan pulang di dalam tandu.
Scene : MORNING INCIDENT
Rumah Sangdaedung Bidam : pagi hari..
“AAAWW.. !!!” Deokman menjerit, Bidam langsung bangun dengan mata setengah terpejam.
“..da..pa..?”tanya Bidam masih mengantuk.
“ini..”kata Deokman sambil memperlihatkan seekor ular kobra berukuran sedang yang bisanya lumayan mematikan. Melihat itu, Bidam langsung pulih kesadarannya dan cepat-cepat bangun dari ranjangnya,
“berikan padaku, cepat” kata Bidam sambil mengulurkan tangannya agar Deokman menyerahkan ular itu ke tangannya, Deokman menyerahkannya. Setelah itu Bidam langsung keluar dari kamar dan meminta penjaga gerbang depan untuk membuangnya ke tempat yang jauh. Bidam masuk ke kamarnya lagi lalu duduk dan meminum tehnya yang diseduhkan oleh Deokman dan berdiri disampingnya.
“aku tidak habis pikir.. kok di kamar kita bisa ada ular ya?” pikir Bidam.
“mungkin saja kan, ular itu masuk dari jendela lalu bersembunyi dan keluar saat malam tiba, untung saja aku menemukannya. Aku merasa ada sesuatu yang merayap di kakiku lalu aku terbangun dan melihat ular itu”
“itu sangat berbahaya, aku khawatir sekali”
“sudahlah.. kan tidak ada yang tergigit”
“tapi tetap saja, kalau kau tergigit bagaimana dengan kau dan anak kita” kata Bidam sambil bergidik membayangkan hal itu.
“kami baik-baik saja ayah” jawab Deokman sambil meletakkan tangan Bidam diatas perutnya, Bidam mengelus perut Deokman dengan lembut.
“sudah hampir 3 bulan kan?”
“ya.. 6 bulan lagi kita kan segera melihatnya. Rasanya aku sudah tidak sabar melihat ia lahir ke dunia”
“aku juga”
“mandilah sana nanti aku siapkan pakaianmu!” Bidam menurut dan beranjak berdiri, tapi kemudian menoleh pada Deokman.
“aku tidak menyangka istriku yang cantik dan lemah lembut ini tidak takut dengan ular” goda Bidam.
“aku malah senang bermain-main dengannya, dulu waktu tinggal di gurun aku malah langsung membunuhnya lalu mengulitinya, kau tahu empedu dan kulit ular harganya lumayan mahal” jawab Deokman tersenyum riang.
“aku lupa, istriku ini mantan hwarang dan prajurit Shilla yang berani dan tidak takut apapun”
“sudah.. cepat mandi sana” perintah Deokman pura-pura serius.
“siap komandan” jawab Bidam sambil menghormat, Deokman pun tersenyum lebar menatap ke arah punggung suaminya.
“kau salah Bidam, aku memang tidak takut apapun, tapi aku takut kehilanganmu” gumam Deokman.
Dalam perjalanan menuju istana,
“Aku akan mengajukan idemu untuk membuat laskar wanita di barisan pertahanan kita, dan rencanaku akan menambah resimen hwarang wanita di berbagai provinsi”
“Benarkah? Apa para dewan setuju?”
“Harus! Ini kan idemu, tidak ada seorangpun yang boleh melawan keinginan istriku” jawab Bidam bercanda.
“Aku serius Bidam”
“ya.. aku tahu setelah Yang Mulia memberi ijin, aku langsung akan mengadakan pemungutan suara lalu mengalokasikan keputusan ini pada menteri pertahanan dalam negeri biar mereka membuat beberapa peraturan dan system rekruitmennya. Setelah itu selesai dan berjalan lancar. aku yakin Shilla akan semakin kuat dengan hal ini”
“ya semoga, sekarang ini Shilla akan lebih maju dengan bantuan pemikiran dan tenaga para wanitanya”
“aku tidak meragukan hal itu, kau tahu di balik kesuksesan seorang pria pasti selalu ada wanita di belakangnya, entah itu ibunya atau istrinya tapi mereka selalu mendukung pria yang disayanginya sehingga si pria itu termotivasi dan menjadi sukses”
“terbalik dengan keadaanku, kesuksesanku mencapai semua ini karena kau dan pria lain di belakangku mendukungku”
“pria lain? Maksud-mu Yushin?” Bidam agak merenggut, Deokman memang sengaja ingin mengoda Bidam.
Deokman tidak menjawab dan tersenyum geli yang ditahan melihat wajah Bidam merenggut, Deokman memalingkan muka ke jendela tandu pura-pura tidak melihat Bidam
Scene : THE LAUGHTER AND SPRINKLE OF JEALOUSY
Karena hari ini adalah hari libur, Bidam dan Deokman memutuskan untuk tinggal di rumah. Bidam mengunakan waktunya untuk melihat dan mengurus kuda-kudanya dibantu oleh para pelayan pria dan Deokman sibuk mengawasi para pelayan wanita yang sedang membersihkan ruangan-ruangan dalam rumah mereka. Tidak terasa waktu sudah hampir siang, Deokman mendatangi Bidam di istal.
“Bidam, ayo istirahat dulu, aku akan menyiapkan makan siang. Kita makan siang di gazebo, bersihkan badanmu dan tunggu aku disana” suruh Deokman.
“ya sayang, sebentar lagi” jawab Bidam, Deokman segera menuju dapur.
Bidam membersihkan badannya dan menunggu makan siang datang di gazebo. Sambil menunggu Bidam berdiri menatap pemandangan di luar gazebo, kemudian Xiou Lie datang membawa nampan berisi dimsum dan teh sebagai pembuka makan siang.
“Tuan silahkan dimakan dimsumnya” kata Xiou Lie, Bidam menoleh dan duduk menghadap meja, ketika Xiou Lie hendak berbalik, Bidam memanggilnya.
“Xiou Lie tunggu”
“ya Tuan .. apa ada yang kurang?”
“tidak.. ada sesuatu yang ingin kutanyakan. Kau bilang bahwa kau tinggal di gunung Hanggeok-san” Xiou Lie hanya mengangguk tanda membenarkan.
“aku merasa pernah melihatmu di suatu tempat, apakah disana?” gumam Bidam.
“Tuan pernah ke Hanggeok-san? Benarkah? Mungkin Tuan pernah melihatku disana, siapa tahu? Rasanya senang sekali bertemu dengan orang yang pernah datang ke desa saya. Tuan pernah tinggal disana bukan? Tahukah Tuan tempat yang paling indah adalah di tepi danau Hangguk, disana tempatnya sangat damai, pemandangannya indah juga airnya yang jernih dan segar sekali, dan Tuan pernah pergi ke kolam mata air panas Hangguk, oh.. nyaman sekali bila berendam disana, aku dan teman-teman seusiaku sering mandi disana, tapi jelas kami berhati-hati karena pemuda di desa kami hobinya mengintip para gadis sedang mandi” jelas Xiou Lie tanpa titik koma, Bidam jadi tertawa geli, mendengar Xiou Lie bercerita dengan antusias.
“mengapa Tuan tertawa?” tanya Xiou Lie heran.
“kau ini bicara terus tanpa berhenti, lucu sekali”
“oh.. Tuan , saya jadi malu”
“apa yang kau katakan benar, di Hangguk terdapat danau yang indah juga terdapat banyak binatang yang masih liar, aku dan guruku kadang-kadang berburu dan menikmati buruan kami di tepi danau” kata Bidam sambil menerawang membayangkan masa lalunya.
“jangan-jangan Tuan yang pernah berburu rusa peliharaan kami, aku dan kakekku suka memberi mereka makan dan membiarkan hidup bebas di alam liar tapi sayangnya selalu ada pemburu dari luar desa kami yang datang membunuh rusa-rusa kami itu. Kami selalu bersedih bila menghitung jumlah rusa kami berkurang setiap minggunya”
“kau dan kakekmu memelihara rusa dan memberi mereka makan? Rusa kan hewan liar dan tidak mungkin diberikan kandang, biasanya mereka hidup dan makan secara bebas. Kalian memilih binatang yang salah untuk dijadikan peliharaan, sungguh aneh!” Bidam makin tertawa geli mendengar kebiasaan Xiou Lie yang aneh.
“Karena kami tinggal di pinggiran hutan, kami pikir bila memelihara binatang ternak, kami takut binatang buas yang tinggal di dalam hutan akan memangsa ternak kami. Tapi Tuan, rusa sangat menyenangkan untuk diajak bermain, saya sangat menikmati bercengkrama dengan mereka” bela Xiou Lie.
Bidam tersenyum lebar, mengingat akan masa mudanya dulu bersama guru Munno, bukankah dulu juga ia juga bersifat aneh dan liar, bersedia melakukan apa saja asal bisa makan ayam kukus kesukaannya, yang jelas-jelas dilarang oleh guru Munno. Tanpa sadar Bidam tertawa sendiri menertawakan ulahnya dahulu.
“Tuan..?” sergah Xiou Lie yang heran melihat Bidam tertawa sendiri.
“ahh..yaa..aku hanya teringat masa lalu” ujar Bidam. Xiou Lie hanya menanggapi dengan membentuk huruf O sempurna di bibirnya.
“yang paling aku sukai di desamu itu adalah air terjunnya, entah mengapa aku sangat menyukai air terjun. Melihat air terjun dan mendengar suara airnya membuat aku menjadi lebih berani dan bersemangat, mungkin karena suara airnya yang keras membuat jantung berdetak lebih cepat juga” lanjut Bidam.
“benar tuan, saya juga merasakan hal itu. Bila saya merasa sedih, saya biasanya pergi kesana dan menangis keras-keras karena suara jeritan saya tertutup oleh air terjun, bila sudah demikian saya merasa lebih tenang” kata Xiou Lie dengan mata berbinar-binar.
Bidam tersenyum menatap Xiou Lie, ada sedikit kekaguman dalam diri Bidam terhadap gadis itu, Bidam merasa melihat Deokman yang dulu dalam diri Xiou Lie, juga mengingatkan ia akan masa lalunya. Bidam hanya berpikir Xiou Lie bukan hanya gadis desa biasa, tapi ada sesuatu yang lebih dari itu tapi entah apa.
“Ternyata menyenangkan juga berbincang denganmu Xiou Lie” kata Bidam, Xiou Lie sekilas tersenyum senang dipuji oleh Bidam.
“menyenangkan apa?” tiba-tiba Deokman datang, di belakangnya Pelayan Ma mengikuti bersama pelayan lain membawa makan siang mereka dan langsung menyajikannya di depan meja. Setelah semua tersaji, para pelayan termasuk Xiou Lie pamit mundur. Setelah mereka semua pergi, Deokman memulai pembicaraan.
“apa sih yang kalian bicarakan, aku melihat dari jendela dapur, kau berbicara dan tertawa-tawa dengannya, tampaknya kau senang sekali” ujar Deokman sambil menyajikan mangkuk untuk Bidam lalu diisikan nasi.
“dia, mengingatkan aku pada seorang gadis yang kukenal, gadis itu bicaranya selalu semangat, ekspresif bila sedang sedih, pintar, cantik dan mempunyai kehidupan aneh” Bidam menerima mangkuk nasinya dan membiarkan Deokman mengisinya dengan beberapa masakan.
“siapa gadis itu? Dia?” balas Deokman pendek tapi terlihat wajah Deokman dingin, Bidam tertawa ditahan.
“apa kau sedang cemburu?” goda Bidam memiringkan kepalanya ingin melihat lebih jelas ekspresi wajah Deokman.
“aku.. tidak, itu kan urusanmu, masa lalumu” jawab Deokman dingin lalu menyuap makanannya.
“selamat makan..” goda Bidam lagi seolah mengingatkan kebiasaan mereka yang lupa dikatakan Deokman ketika akan menyantap makanan. Deokman hanya acuh menanggapinya.
“kau tidak mau tahu, siapa gadis yang kumaksud? Gadis itu adalah kau, Deokman. Kan sudah pernah kukatakan padamu bahwa seumur hidupku hanya kaulah gadis yang pertama menarik perhatianku dan aku jatuh cinta padamu, dari saat itu hingga sekarang” jelas Bidam, mendengar kata-kata Bidam, Deokman pun tersenyum menahan tawa karena tadi merasa sedikit cemburu.
“tunggu dulu, bila kau bilang Xiou Lie dan aku sama-sama mempunyai kehidupan yang aneh, apa itu?”
“ya aneh.. Xiou Lie dididik oleh kakeknya seperti seorang pria, lalu kau menjalani masa remajamu menyamar sebagai pria, sama saja kan”
“itu bukan aneh namanya, mungkin kami berdua terpaksa menjalaninya karena tuntutan keadaan, lagipula gadis mana yang mau menjalani hidup seperti itu, kau ini” Deokman menjawab sambil tersenyum.
“tapi aku bersyukur kau menjalaninya, bila tidak, aku tidak akan bertemu denganmu, entah bagaimana aku jadinya” sahut Bidam tersenyum lembut dan menatap Deokman.
“ayo makan.. selamat makan..”kata Deokman tersenyum lebar, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena senang dengan jawaban Bidam tadi. Mereka pun menikmati makan siang dengan gembira.
Malam harinya, setelah mereka berendam air hangat bersama dan bersiap hendak tidur, dan saat berada mereka di atas ranjang, Bidam mengajak Deokman berbicara.
“Deokman.. aku pikir, sebaiknya kau mengambil Xiou Lie sebagai dayangmu”
“tadinya aku akan meminta Choisun sebagai dayangku pada permaisuri, mengapa kau memilih Xiou Lie?”
“karena kupikir ia cocok denganmu lagipula ia mempunyai keahlian bela diri yang bagus, sehingga aku akan lebih tenang karena ada yang menjagamu bila ada sesuatu yang terjadi”
“aku juga berpikiran sama denganmu, baiklah kalau begitu, besok aku akan mulai mengambilnya sebagai dayangku” Bidam tersenyum mengangguk. Lalu Deokman berbaring, dan Bidam menyelimutnya lalu berbaring menghadap Deokman dan membelai rambut Deokman lembut.
“Selamat tidur..” kata Deokman menoleh menatap Bidam.
“Selamat tidur anakku..” bisik Bidam lalu mengelus-elus perut Deokman beberapa saat dan tangan Bidam mulai meraba-raba dada Deokman lembut, Deokman mengerti keinginan Bidam.
“Apa kau menginginkannya?” tanya Deokman tersenyum lembut memegang erat tangan Bidam agar tetap berada di dadanya.
“apa kau memberikannya?” Bidam balik bertanya, dengan senyum lebar.
“Kemarilah..” perintah Deokman lembut, dan mendekatkan wajahnya ke arah Bidam.
~ T B C ~
Minggu, 26 Desember 2010
Our Future Still Continue Chapter 71: The End of Dreams
Rabu, 22 Desember 2010
FAN FIC BIDAM – DEOKMAN, Our Love Story BAGIAN 22
FAN FIC BIDAM – DEOKMAN, Our Love Story
BAGIAN 22
Scene : SHE’S GOT GOOD SKILL
2 hari kemudian..
Saat menjelang subuh (sekitar jam ½ 5 pagi), Deokman tiba-tiba terbangun dan membangunkan Bidam.
“Bidam, maaf ya membangunkanmu, tapi aku lapar” kata Deokman saat Bidam terbangun, masih setengah mengantuk dan menguap.
“kau lapar?” tanya Bidam tersenyum kecil, Deokman mengangguk.
“baiklah kau ingin makan apa?” tanya Bidam lagi, sekarang ia berusaha untuk menghilangkan kantuknya.
“rasanya aku ingin makan bubur jagung buatanmu untuk sarapan” jawab Deokman,
Bidam hanya tersenyum mendengar permintaan Deokman, hal ini untuk keempat kalinya. Saat pertama, Deokman minta dibelikan bola-bola manisan di pasar katanya untuk mengurangi rasa mualnya.
Kedua Deokman minta buah mangga dan apel yang masih muda dan berasa asam.
Ketiga saat tengah malam, Deokman minta dibuatkan sup kacang merah pedas dengan kuah kaldu ayam yang kental.
Semua hal itu dipenuhi dan dilakukan Bidam dengan sabar dan tanpa mengeluh karena tahu Deokman sedang mengidam, lagipula permintaannya tidak aneh-aneh dan cukup wajar.
Bidam pun bangkit dari tidurnya,
“Baiklah istriku sayang, akan aku buatkan, kau tidur lagi saja ya” kata Bidam sambil mengecup kening Deokman dan Deokman pun menurut untuk mencoba tidur lagi.
Bidam pun keluar dari kamarnya menuju dapur, biasanya menjelang subuh begini, para pelayan belum bangun. Tapi saat menuju dapur dilihatnya sosok seseorang memainkan pedang kayu dan berlatih. Bidam melihat ternyata Xiou Lie yang sedang berlatih di halaman belakang lalu dia memperhatikannya cukup lama.
“caramu memegang dan memainkan pedang kayu itu cukup pandai dan terlatih, apa kau belajar dari suatu perguruan?” tanya Bidam mengagetkan Xiou Lie. Xiou Lie langsung menunduk memberi hormat dan menjawab.
“maaf Tuan, saya tidak melihat Tuan”
“kau.. ambil pedang kayu itu” Bidam menunjuk pada pedang kayu yang berjejer di papan penyimpanan pedang kayu untuk latihan.
Lalu Bidam melakukan beberapa gerakan menyerang ringan pada Xiou Lie, Xiou Lie berhasil menangkalnya. Setelah selesai Bidam, melemparkan pedang ke arah Xiou Lie dan Xiou Lie menangkapnya dengan baik.
“Bagus sekali.. simpan itu” kata Bidam sambil berlalu cuek menuju arah dapur.
Setelah menyimpan pedang Xiou Lie segera berlari menyusul Bidam di dapur. Bidam tengah mengambil bahan-bahan untuk memasak bubur.
“Tuan.. Tuan.. sedang apa disini? apa Tuan perlu sesuatu, saya akan menyiapkannya” ujar Xiou Lie.
“aahh.. bagus kau datang, kau tahu dimana Pelayan Ma menyimpan rempah bumbu masakan?” tanya Bidam pada Xiou Lie. Xiou Lie langsung mengambil bumbu itu dan menyerahkannya pada Bidam. Bidam tanpa banyak bicara, menunjuk hal ini hal itu yang harus dikerjakan Xiou Lie untuk membantunya di dapur.
“apa Tuan mau masak bubur?” tanya Xiou Lie, sibuk membawa beberapa bahan.
“kau belum menjawab pertanyaanku, kau berlatih pedang dimana?” Bidam balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Xiou Lie sebelumnya.
“oh itu.. saya diajarkan kakek saya, karena saya tinggal di gunung dan disana daerahnya rawan, banyak perampok, jadi saya diajarkan untuk mempertahankan diri” jawab Xiou Lie, sambil mulai menyisir jagung.
“kakekmu sungguh mengajarkanmu dengan baik” kata Bidam sambil memberi kode pada Xiou Lie agar mengaduk-aduk buburnya secara teratur, sambil menunggu buburnya matang, Bidam duduk di kursi dapur dan menyenderkan kepalanya pada tiang dapur, karena masih mengantuk akhirnya Bidam tertidur dengan posisi seperti itu.
Bidam tidak melihat ketika sedang tertidur Xiou Lie memperhatikan Bidam dan menatapnya terus menerus sambil mengaduk buburnya.
Bidam tiba-tiba terbangun ketika mendengar Deokman memanggil namanya.
“Bidam, kau masih ada didapur?!” suara Deokman mendekat ke arah dapur.
Dengan sekali loncatan, Bidam meraih sendok pengaduk di tangan Xiou Lie, dan langsung mengaduk buburnya ketika Deokman muncul dari pintu dapur. Ini tujuannya agar Deokman tidak tahu bahwa ia sebenarnya tertidur saat membuat bubur tadi, Bidam tidak mau Deokman merasa bahwa dia merepotkan dirinya.
“apa kau sudah selesai?” tanya Deokman riang, melihat Xiou Lie berdiri di samping Bidam.
“oh.. kau dibantu Xiou Lie, ya?” tanya Deokman lagi, Bidam hanya mengangguk tersenyum.
“tunggu aku di ruang makan, sebentar lagi siap dan sudah matang” kata Bidam sambil mencicipi buburnya dan bergumam “sudah pas”
“tidak, aku mau makan di kamar saja denganmu, ayo..biar Xiou Lie yang menyelesaikannya, Xiou Lie tolong ya?” ujar Deokman sambil mengandeng tangan Bidam dan mengajak Bidam keluar dapur.
Ketika Bidam dan Deokman keluar, mereka tidak melihat Xiou Lie mendengus sebal ke arah mereka.
SCENE : in another place
Seorang wanita berusia muda memakai pakaian mirip hwarang masuk terburu-buru ke dalam suatu ruangan, berupa kamar yang sederhana bahkan kurang terawat.
“Jenderal..” panggilnya. Pria yang dipanggil jenderal itu membalikkan badannya dan menatap wanita itu.
“Bagaimana?” tanyanya pada wanita itu.
“tahap awal telah kita laksanakan jenderal, tampaknya semua berjalan lancar, saya sudah menerima berita darinya” jawab wanita itu.
“Baiklah Bo Young, sekarang kita tinggal menunggu waktu yang tepat. Aku ingin kita tidak terburu-buru dan ingat kau harus menjaga jarak dengannya. Sedangkan keadaan disini biar aku yang menangani. Saat ini pihak raja sedang menyelidiki semua pihak yang terlibat kudeta” jawab sang jenderal.
Wanita yang dipanggil Bo Young menganggukan kepalanya tanda mengerti, menghormat dan pergi meninggalkan ruangan.
“Semoga kau berhasil Jin Yi” gumam sang Jenderal setelah pintu tertutup.
Benteng Dabeol –
Benteng Shilla yang terdekat dengan Saitama – Goguryo
“Panglima, ini daftar nama tawanan yang kita tawan dari Saitama” seorang perwira berpangkat kapten menyerahkan gulungan surat kepada Panglima Kim Yushin.
Yushin membaca gulungan surat ini dengan seksama.
“hmm.. jadi kita akhirnya berhasil memaksa mereka bahwa diantara tawanan itu ada salah satu pemimpin pemberontakan, Jenderal Wang Tae Jong beserta anak buahnya dan jumlah tawanan 50 orang” ujar Yushin sambil menyungingkan senyum tanda senang.
“apa kita akan mengirim tawanan ke Soerabeol?” tanya kapten itu.
“Kukira tidak perlu, kita hanya memindahkan mereka ke Benteng Sokham yang lebih kuat daya pertahanannya, disana terdapat 5000 prajurit dibawah pimpinan Jenderal Inhyun. Selama perjanjian Shilla dan Goguryeo belum disepakati, kita akan menahan mereka disana” kata Yushin.
“aku akan kembali ke Soerabeol, panggil Jenderal Deok Chung, dia akan kuperintahkan untuk menjaga keamanan di Saitama” perintah Yushin.
Sang kapten pun pergi melaksanakan perintah Yushin.
Scene : BIDAM WANTS
Sore hari, rumah Sangdaedung
Ruang kerja
“Kita harus cepat bersiap Bidam, sore ini perayaan panen tahunan di istana” kata Deokman sambil menutup buku yang dibacanya tanda sudah selesai, dia menatap Bidam yang sedang menulis sesuatu. Deokman mendekati Bidam dan berdiri di sampingnya, Bidam sangat serius hingga tidak menyadari kehadiran Deokman. Deokman memiringkan kepalanya untuk melihat apa yang ditulis Bidam.
“kau sedang menulis apa?” tanya Deokman.
“eh.. aku hanya mencoba membukukan ilmu pedangku yang diberikan oleh guru Munno” jawab Bidam.
“benarkah?” Deokman terlihat tertarik dan mengambil buku yang sedang di tulis Bidam. Dan melihat judulnya.
“Tai-Chi?” gumam Deokman.
“ya, itu ilmu yang kupelajari sendiri dengan melihat guru Munno berlatih. Aku harap suatu hari aku bisa mengajarkan sendiri pada anakku” kata Bidam sambil mengelus perut Deokman, Deokman tersenyum sambil meletakkan buku itu di meja.
“kau belum tahu anak kita laki-laki atau perempuan, bidam” Deokman meletakkan tangannya di atas tangan Bidam.
“laki-laki atau perempuan sama saja, aku akan tetap mengajar mereka ilmu pedang, agar mereka kuat dan pintar seperti ibunya”
“agar mereka juga berilmu tinggi dan baik hati seperti ayahnya” balas Deokman, Bidam tersenyum dan mengecup perut istrinya.
“Kau mandi duluan nanti aku menyusul setelah kau selesai” saran Bidam, Deokman mengangguk dan menuju kamar mandi.
Setelah beberapa menit kemudian…
Deokman masuk ke kamarnya dan melihat Bidam tengah duduk.
“pergilah mandi! Aku sudah selesai nanti aku siapkan pakaian untukmu untuk perayaan nanti” perintah Deokman masih memakai jubah mandi.
“oh..hhmm..” jawab Bidam melamun, segera ia bangkit dan akan melangkah keluar kamar.
Namun niatnya untuk mandi diurungkan ketika melihat Deokman tengah menyisir rambut panjangnya.
“sini biar aku sisirkan” kata Bidam sambil meraih sisir dari tangan Deokman dan dengan lembut menyisirkan rambut istrinya.
“nanti kita terlambat” ujar Deokman mengingatkan sambil berusaha merebut sisir dari tangan Bidam tapi Bidam mengenggamnya erat.
“apakah hari ini aku sudah mengatakan padamu bahwa kau cantik” jawab Bidam seolah-olah mengindahkan perkataan Deokman sebelumnya, Deokman hanya tersenyum dan bercermin melihat bayangan dirinya dan Bidam.
Kemudian Bidam mengecup belakang leher Deokman dan menyusuri ke telinga Deokman lalu berbisik. Deokman sedikit bergidik karena geli.
“kau sangat cantik Deokman dan aku menginginkan dirimu” tangan Bidam melepaskan jubah mandi Deokman dengan sigap, sehingga Deokman kini polos tanpa berpakaian. Tangan Bidam mengusap lembut pundak Deokman dan mengecupnya, lalu membalikkan badan Deokman agar berhadapan. Bidam tersenyum penuh arti pada Deokman tanda bahwa Bidam sedang ingin bercinta dengannya.
“tapi nanti kita terlambat” protes Deokman kedua kalinya tapi Bidam keburu mencium bibirnya dan mengulumnya, suatu ciuman yang menuntut dan bernafsu hingga Deokman tidak bisa protes lagi karena lidah Bidam telah memenuhi rongga mulutnya, sehingga Deokman tidak bisa mengatakan apapun kecuali desahan pendek.
Bidam kemudian mengendong Deokman ke ranjang dan membaringkannya lalu Bidam melepaskan pakaiannya sendiri dan menempatkan dirinya diatas tubuh Deokman.
“Bidam, nanti kita terlambat” kata Deokman lembut. Tangan Bidam mulai meraba-raba bagian sensitifnya di bagian atas dan bagian bawah.
“biar mereka menunggu kita” bisiknya pelan di telinga Deokman sambil mencium dan mencumbu Deokman. Deokman pasrah atas keinginan suaminya dan membiarkan Bidam mencumbunya dirangkulnya Bidam erat-erat, kemudian mereka bercinta penuh gairah.
“sepertinya aku harus mandi lagi” gumam Deokman pada Bidam yang masih berada di atas tubuhnya berkeringat.
“ayo kita mandi bersama-sama” jawab Bidam tersenyum lebar dengan wajah jahil, Deokman mendorong lembut Bidam agar pindah ke sisinya.
“kali ini benar-benar mandi” kata Deokman pura-pura marah.
“baiklah Tuan Putri “ ujar Bidam bangkit lalu memakaikan jubah mandi pada Deokman dan dirinya lalu menarik tangan Deokman ke kamar mandi, mereka saling tertawa-tawa bahagia.
Namun mereka tidak menyadari ada sorot mata yang sinis dan penuh kebencian yang mengarah pada tingkah polah mereka, mata milik Xiou Lie.
“yuk kita berangkat” ajak Bidam ketika melihat Deokman telah selesai berhias.
Deokman mengangguk mengiyakan dan mengulurkan lengannya, lalu Bidam menyambutnya dan mengandeng Deokman. Deokman sangat cantik sekali memakai gaun Tuan Putri dengan kombinasi warna biru muda dan merah muda sedangkan Bidam memakai pakaian warna favoritnya hitam dikombinasikan dengan jubah rompi warna abu gelap.
“istriku memang paling cantik” puji Bidam, matanya terus menatap Deokman disampingnya saat mereka ada di dalam tandu, Deokman tersipu.
“kau juga sangat tampan suamiku” jawab Deokman sambil menyenderkan kepalanya di bahu Bidam. (tidak ada seorangpun yang menyangkal bahwa bidam memang sangat tampan, author tidak tahan untuk memuji), Bidam tersenyum dan mengengam tangan Deokman erat.
“benar kata orang-orang, andai seorang wanita tengah hamil, aura kecantikannya akan semakin memancar, aku benar-benar membuktikannya sendiri dengan melihatmu bahwa mereka memang benar, semakin hari kau semakin cantik Deokman. Dan aku tahu kenapa itu terjadi?” ujar Bidam.
“kenapa?” tanya Deokman penasaran.
“karena si wanita itu bahagia, membayangkan menjadi seorang ibu yang penuh kasih sayang akan membuat hati jadi lebih gembira, itulah sebabnya wajah calon ibu itu lebih berseri-seri” jawab Bidam.
“kau benar, aku juga merasa demikian, aku bahagia sekali” timpal Deokman.
“hanya saja tidak semua ibu seperti itu..” nada Bidam berubah getir mengingat dia malah dibuang mishil kala waktu bayi, Deokman tahu Bidam mulai meratapi lagi.
“sudahlah, kita berbeda dengan mereka, kita akan memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita, menyambut kehadiran mereka dengan gembira dan membesarkan mereka dengan penuh kasih sayang, kita akan melakukannya, kau dan aku” tegas Deokman memegang lengan Bidam erat.
“ya, tentu saja. aku tidak mau mereka mengalami nasib yang sama seperti yang kita alami” jawab Bidam sambil mengecup kening Deokman, Deokman mengangguk tersenyum.