Our Future Still Continue Chapter 76: A Letter from Bestfriend
Keesokan harinya.
Dini hari menjelang pagi.
Wilayah Wonju, Perbatasan Shilla-Goguryeo
Wolya memacu kudanya cepat-cepat melewati kerumunan para prajurit yang sedang berperang. “slash..” ia menebas kepala salah seorang prajurit Goguryeo yang berusaha menyerangnya. “itu dia..” Wolya melihat barisan pelontar, dan ia tahu dimana ada pelontar disitulah Seolji berada karena itu memang tugasnya. Ia pun memacu kudanya menuju pelonta itu. Dilihatnya Seolji sudah terkapar bersimbah darah di dekat pelontar dengan pedang tertancap di dada kirinya “Seolji!!!” ia pun segera turun dari kudanya. Wolya merobek lengan bajunya lalu berusaha menahan pendarahan di dada Seolji dengan itu “siapa yang menyerangmu?!” “ma..maafkan aku jen..deral..a..ku tak..berha..sil menga..lah..kan Eul..ji..” gumam Seolji putus-putus. “Eulji?Eulji kah yang menyerangmu?” “ia a..akan me..narik mundur..pasu…kannya …jen..deral harus mence..gahnya…per..gi..lah..keme..nangan a..ada di tan..ganmu..” “bertahanlah Seolji!!” ujar Wolya. Ia meminta beberapa 2 orang prajurit membawa Seolji ke kemah untuk diobati. Sebelum dibawa, Seolji menyerahkan pedangnya ke tangan Seolji. “ja..ngan pe..du..li..kan aku..ia..ber..kuda… mema..kai baju besi pe..rak..kejar…lah dia..kalah..kan di..a..” Wolya pun menerima pedang itu dan mengangguk “akan kubunuh dia!!” Wolya pun menaiki kudanya. “Eulji!” geramnya.
“heaa..” Eulji menebas beberapa pasukan Shilla yang berusaha menjatuhkannya. “pasukan mundur!!” serunya. Salah satu prajurit berlari tersenggal-senggal menghadapnya “Panglima..barisan tengah…” “shuut..jleb..jleb..” 2 anak panah menancap di dada prajurit itu. Eulji menoleh melihat darimana anak panah itu berasal “sial..” gumamnya. Ia pun kembali memacu kudanya cepat-cepat.
“sial..meleset..” gumam Wolya. Hampir saja panahnya mengenai targetnya, namun justru yang terkena malah prajurit biasa. Melihat sasarannya mencoba untuk kabur, ia pun memacu kudanya untuk mengejarnya. “tak akan kubiarkan kau mundur hidup-hidup Eulji..” geramnya. Ia pun mencoba melepaskan anak panahnya kembali. “kali ini tak akan meleset..”
“brengsek..ia benar-benar mengejarku..akan kubuat ia menyesal..” gumam Eulji sambil menoleh ke belakang. Dilihatnya seseorang berusaha memanahnya. Ia pun merundukkan badannya dan semakin cepat memacu kudanya lalu memiringkan badannya ke bawah dan menjatuhkannya tepatdi saat kudanya terkena panah.
“apakah aku berhasil mengenainya?” gumam Wolya. “heaa..” Ia memacu kudanya. “praak..” kudanya meringkik kesakitan karena kedua kaki depannya dijegal oleh batang tombak dan Wolya pun terhempas ke depan. “haiik!!” Eulji berusaha menyerangnya dengan pedang, namun Wolya berhasil menghindar dengan berguling ke samping, ia pun bangkit dan menghunuskan pedangnya. “heeaaaah!!”mereka pun mengeluarkan kemampun terbaik mereka masing-masing.
“traang!!” kedua pedang mereka beradu di depan dada. “akan kuhancurkan kau dan negerimu….” geram Eulji. “itu tidak akan pernah terjadi…” geram Wolya. Wolya mendorong pedangnya dengan sekuat tenaga kemudian membenturkan kepalanya dengan kepala Eulji lalu menendangnya hingga ia jatuh ke tanah. Eulji jatuh ke tanah, pedangnya terlepas dari tangannya, dahinya berdarah karena benturan tadi. Wolya mengangkat pedangnya tinggi-tinggi “akan kuakhiri pertempuran kali ini…tapi sebelumnya kuberitahu dirimu bahwa Shilla tidak pernah membuat rencana invansi..itu semua fitnah..ini untuk Seolji dan semua prajurit Shilla yang telah kau bunuh haiik..” Rupanya Eulji tidak kehabisan ide, ia meraup pasir dalam genggamannya lalu melemparkannya ke wajah Wolya.
“argh..” Wolya pun mengerang kesakitan, sambil berusaha membersihkan butiran pasir yang mengenai matanya. Eulji mengambil pedangnya dan bangun. “kali ini kau yang akan habis….aku tak peduli siapa yang memulai perang ini…tak peduli berapa banyak prajurityang mati, yang penting adalah kemenangan, hanya itu yang ada dalam pikiranku..dan sekarang kau yang akan mati..“ Wolya yang penglihatannya masih terganggu pun mencoba untuk bersiap menghadapi serangan. Eulji berjalan mengelilinginya seakan-akan sedang mengolok Wolya yang tidak bisa melihat. “maju kau!” seru Wolya. “slash..” Eulji berhasil melukai bagian samping perut Wolya dengan tebasan pedangnya. “ugh..” Wolya mencoba menahan sakitnya. “sombongnya dirimu..apakah kau masih sombong setelah ini…” Eulji pun kembali menorehkan luka di tubuh Wolya, kali ini bahu kiri Wolya. “argh..” Wolya mengerang namun ia masih mencoba kembali ke posisi siap dengan pedang di tangannya “aku masih bisa menghadapimu..maju!!” Kali ini Eulji dengan kedua tangannya, mengangkatpedangnya ke samping kepalanya dan mengarahkan ujungnya ke arah punggung Wolya.Ia ingin mengakhiri pertempuran ini sebelum matahari terbit. “mati kau!!” ia berlari ke arah Wolya untuk menikamnya dari belakang. “jleeb..”
“pojokkan mereka!!pertahankan formasi..” seru Deok Chung sambil menebas pedangnya menghadapi prajurit Goguryeo di hadapannya. Salah seorang prajurit yang belepotan dengan darahdan lumpur berlari dengan tergopoh-gopoh menghadapnya “Jenderal, Jenderal Jo Kwon terbunuh..pertahanan kami di sisi timur berhasil ditembus..Goguryeo berusaha untuk mundur..” “apa?!” ia pun mengikuti kemana prajurit itu menunjukkan jalan. “bentuk formasi bulan sabit…jangan sampai mereka kabur!!” seru Deok Chung. Para pasukan Shilla berperisai menahan laju prajurit Goguryeo bergantian dengan prajurit bertombak yang bertugas menyerang. Namun rupanya pasukan Goguryeo tak kunjung menyerah, meskipun sudah terpojok tetap saja jumlah mereka lebih banyak dari Shilla dan itu yang memacu semangat mereka untuk tetap maju. Dengan suara paraunya, Deok Chung pun berusaha menyemangati prajuritnya “ke..kerahkan…” “KERAHKAN SEMANGAT KALIAN!!DEMI SHILLA YANG BESAR!!PANGLIMA GOGURYEO SUDAH TERBUNUH!!” Deok Chung menoleh ke belakangnya rupanya Wolya berteriak di belakangnya. Beberapa prajurit bersama-sama mengoper dan melemparkan jasad Eulji ke tengah-tengah pasukan Goguyeo. “bruukk..” Pasukan Goguryeo pun terkejut melihat mayat itu “Panglima!!” seru mereka. Wolya pun memanfaatkan itu untuk memberikan komando.Komando guna memastikan kemenangan Shilla “pasukan berperisai, tombak maju!!pasukan pemanah siap menembak!!” serunya.
Pagi hari
Benteng Bulcheon, Kota Taejon, Shilla.
“braak!!” Bi Dam menebaskan pedangnya dengan sekuat tenaga menghancurkan tiang kayu di hadapannya. Tiang kayu yang cukup tebal itu berhasil dibelahnya menjadi dua. “hah..hah..” peluhnya membanjiri wajah dan badannya. Pagi-pagi buta ia sudah mulai melakukan latihan fisik. Latihan fisik untuk misinya yang tertunda. Entah itu sudah tiang keberapa puluhkah yang ia hancurkan sejak pagi tadi. Puing-puing kayu berserakan di lapangan latihan. “hei..kau tak bisa sembarangan memasukki benteng ini…” terdengar suara ribut-ribut dari arah gerbang. Bi Dam menyarungkan pedangnya dan berjalan menuju gerbang. Dilihatnya dari kejauhan sosok 2 pria berbaju compang camping bercaping yang sedang bertengkar dengan prajurit penjaga. “rasanya aku tak asing dengan yang gemuk..” pikir Bi Dam sambil menatap pria gemuk berbaju compang-camping itu. “izinkan kami masuk…dan kami akan menunjukkan identitas kami..” seru pria gendut itu. Namun prajurit itu justru mendorongnya “tidaaak bisa!!kalian siapa bisa masuk sini seenaknnya?!!” pria gendut itu pun emosi, lalu pria di sebelahnya yang dari tadi hanya diam menundukkan kepala, mencegahnya “sudahlah..lebih baik kita tunggu Baek Ui dan Yesung saja ke sini…” Bi Dam melihat sekilas wajah pria itu dan mengenali suaranya. “Pengawal!! izinkan mereka masuk!!” serunya.
Istana Taiji, Kekaisaran Tang.
Wajah Kaisar Taizong nampak gusar begitu membaca surat yang dipegangnya. Surat dengan stempel Kerajaan Shilla. “sebenarnya apa yang sebenarnya terjadi di Tanah Han?” tanyanya kepada seluruh pejabat yang hadir di situ. Salah seorang pejabat mengatupkan kedua tangannya ke depan kepalanya dengan kepala tertunduk “maafkan hamba Yang Mulia, sebenarnya akan terjadi perang besar di wilayah Han…” “apa?” Kaisar Taizong terkejut mendengarnya. “i..iya Yang Mulia..seharusnya ini hanya akan menjadi perang biasa antar 2 kerajaan..namun secara tak terduga sekarang 3 kerajaan akan terlibat perang besar…” “tunggu..jadi maksudmu Shilla, Goguryeo, dan Baekje sedang terlibat perang?jelaskan semua padaku!” tanya Kaisar Taizong. Pejabat itu dengan takut-takut menjelaskan semua yang ia ketahui, karena memang tugasnya untuk mengurus masalah diplomatik dan hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain. Kaisar Taizong nampak murka mendengar semua laporan itu. “bagaimana bisa aku tertinggal informasi seperti ini?!!” “maafkan hamba Yang Mulia….hanya saja hamba pikir Yang Mulia tidak ingin mengurusi masalah semacam ini…Tang memang mempunya kerjasama ekonomi dengan salah satu kerajaan tetapi sesuai keputusan almarhum Yang Mulia Kaisar Gaozong ….” “Penasihat Zhuge Liang!! jelaskan padaku hubungan kerjasama Tang dengan 3 Han!!” seru Kaisar Taizong memotong pembicaraan. “baik Yang Mulia…” jawab Zhuge Liang sambil memberi hormat. “saya akan memulainya dari Goguryeo…karena Tang dianggap sama seperti dinasti Han, dari awal sampai beberapa periode sebelumnya, Goguryeo tak pernah menunjukkan itikad damai dengan Tang dan terus menerus berusaha menyerang Tang dengan peperangan dan akhir-akhir ini dengan memutus jalur perdagangan asing dari wilayah Utara..bahkan menyerang pedagang-pedagang dari Tang yang melintas di wilayah netral… lalu Baekje, sedikit lebih baik daripada Goguryeo, namun mereka pernah berusaha menipu dengan memanipulasi perdagangan mereka…bahkan ada kabar beredar bahwa belum lama ini mereka mencuri persenjataan Tang dari kapal Tang..“ Beberapa pejabat pertahanan yang hadir di situ nampak panik dan tegang mendengarnya. “dan yang terakhir Shilla…kerajaan terkecil dan terjauh di antara semuanya…mungkin karena sebagai yang terkecil, Shilla tidak berani bermusuhan dengan Tang…awalnya hubungan diplomatik kita hanya terbatas pada perdagangan di era Raja Jinheung.. kemudian semakin berkembang, di era Raja Jinpyeong lalu ditambah dengan pertukaran pelajar dari Shilla untuk mempelajari agama Buddha dan astronomi di sini …dan itu semakin berkembang di zaman Ratu Seondeok, dimana agama Buddha resmi dijadikan sebagai agama negara…di awal pemerintahannya, Shilla dan Tang akhirnya sepakat untuk beraliansi… perdagangan berkembang dari tak hanya dari hasil pertanian, namun juga hasil pertambangan, tak hanya itu Tang juga mengadakan kerjasama di bidang pertahanan guna melindungi jalur perdagangan…tapi itu semua hampir terputus total karena adanya insiden , yang menurut hamba pribadi adalah sebuah kesalahpahaman…yang kemudian menyebabkan almarhum Yang Mulia Kaisar Gaozong murka dan memutuskan hubungan aliansi dengan Shilla…karena terdesak oleh kebutuhan, hanya kerjasama perdagangan saja yang tidak diputus…namun itu pun juga dibatasi…hanya itu yang bisa saya sampaikan Yang Mulia.. ” ujar Zhuge Liang. “lalu bagaimana menurut pandanganmu mengenai masalah 3 Han ini dan pengaruhnya bagi Tang?” Zhuge Liang terdiam sejenak sebelum ia akhirnya menjawab “menurut saya perang ini akan menentukan siapa yang akan mendominasi Tanah Han ini kelak…tentu kerugian bagi Tang bisa saja terjadi jika ternyata yang memenangi itu adalah kerajaan yang tidak bersahabat…meskipun sekarang tak ada satu pun dari kerajaan itu yang benar-benar bersahabat, namun Yang Mulia harus waspada dengan kerajaan mana yang benar-benar tidak bersahabat, terlebih lagi dengan adanya campur tangan Kerajaan Wa di sini..seperti yang Yang Mulia ketahui Kerajaan Wa belum lama ini menyerang Tang..saya takut jika Wa benar-benar sudah menancapkan pengaruhnya di Tanah Han..” Kaisar Taizong terdiam mendengarkan ucapan penasihatnya itu. Pikirannya kembali melayang ke masa lalu saat dirinya masih dikenal sebagai Putra Mahkota Li Shimin “tak kusangkan kau akan mewakili kerajaanmu untuk menandatangani nota aliansi dengan ayahku...mungkin di periode mendatang, aku akan mendengar namamu sebagai raja besar…kurasa pendapat Guru Lei bahwa kalau urusan militer aku memang di atasmu, namun tidak dengan politik… ” ujar Pangeran Li Shimnin. Chuncu hanya tertawa kecil mendengarnya. “Pangeran terlalu membesar-besarkan…” Li Shinmin menghela napas dengan dirinya dipanggil pangeran oleh sahabat dekatnya itu “cara bicaramu berubah sejak kau kembali ke sana…padahal kau dulu selalu berteriak-teriak memanggil namaku setiap aku berbuat jahil…” “tetapi persahabatan ini tak akan berubah Pangeran…saya harap ketika Pangeran sudah menjadi Kaisar, Pangeran tetap sudi menjadi sahabat saya…” Li Shinmin tersenyum “kelak jika kita sudah menjadi Raja, aku ingin kita bertemu dan duduk minum teh seperti ini sebagai sahabat lama entah itu di istanamu atau di istanaku..kau harus berjanji itu..” Chuncu terseyum mengangguk “ya Pangeran…” Kaisar Taizong pun tersadar dari lamunannya itu. “Penasihat Zhuge Liang adakan pertemuan militer sekarang!!” serunya.
Kediaman Perdana Menteri Bi Dam
“oaa..oaa…” Deok Man berusaha menghentikan tangis Yoo Na yang sedang digendongnya. “anak manis..jangan menangis..” gumamnya sambil menimang-nimang putrinya itu. “drap…drap..” terdengar derap kaki berlari di luar. “sraaak..” pintu kamar tergeser. “Deok Man…hosh..hosh…” “Bi Dam?ada apa?kenapa kau panik seperti itu?kenapa kau membawa pedang?” tanya Deok Man. Bi Dam berlari menghampirinya, lalu mengambil Yun Ho yang sudah tertidur dari tempat tidurnya. “kalian harus berlindung sekarang…” ujarnya. Deok Man pun bingung “berlindung? Memangnya ada apa?” “tolong..tolong..” terdengar suara teriakan yang sepertinya berasal dari dari luar. Wajah Bi Dam pun semakin panik “waktu kita tidak banyak…” Bi Dam menarik tangan istrinya kemudian berlari menuju halaman samping rumah mereka. Deok Man bisa melihat asap membumbung tinggi di luar. “Bi Dam sebenarnya ada apa?” tanyanya. Namun suaminya hanya diam saja. Mereka berlari keluar dari gerbang. “lewat sini..aku akan membawamu ke tempat persembunyian Raja…” ujar Bi Dam. Deok Man melihat beberapa mayat bergelimpangan di jalan. “apakah sekarang sedang terjadi perang?” pikirnya. “hei berhenti kalian!!” beberapa prajurit mengejar mereka dari belakang. Bi Dam dan Deok Man terus berlari. “itu mereka!!” ternyata beberapa prajurit sudah menanti mereka di ujung jalan dan mengejar mereka. Bi Dam menyerahkan Yun Ho ke dalam gendongan istrinya “Deok Man, kau dan anak-anak…ikuti jalan setapak ini dan pergilah ke kuil Istana..dari sana Yang Mulia akan berangkat ke tempat persembunyiannya..aku akan membereskan mereka..” “lalu kau?” tanya Deok Man.”aku akan menyusul..aku janji..larilah cepat..” ujar Bi Dam. Deok Man pun segera berlari sambil menggendong kedua anaknya sementara suaminya menghadapi gerombolan prajurit itu. “Bi Dam..” gumam Deok Man sambil menoleh ke belakang, namun yang terlihat hanya bayangan prajurit yang sudah mengepung suaminya. Sambil menahan air matanya dan segala kebingungannya, Deok Man berlari melewati jalan setapak di tengah hutan. “tangkap wanita itu..” terdengar suara jauh. Deok Man pun semakin mempercepat langkah kakinya. Bukan karena ia takut akan keselamatan nyawanya, namun karena ia tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada kedua anaknya. Namun ternyata di tengah jalan, sebaris pasukan sudah menantinya. Deok Man mencoba untuk mundur namun di belakang, para pengejarnya juga sudah menantinya. Mereka semua membentuk lingkaran, mengepung Deok Man. “sampai di sini saja pelarianmu Tuan Putri..” Seorang laki-laki berpakaian besi hitam berjalan masuk memasukki lingkaran. “mau apa kalian?” seru Deok Man. “tangkap dia…” perintah pria itu. Beberapa orang prajurit dari belakang, menahan bahu dan dan lengan Deok Man serta mengambil paksa Yun Ho dan Yoo Na dari gendongan ibunya. Mereka berdua pun menangis keras “jangan kau sakiti mereka...tolong..jangan sakiti mereka..” teriak Deok Man. Air mata mengalir deras membanjiri pipinya. Prajurit yang membawa Yun Ho bertanya pada tuannya “Jenderal apakah bayi ini..” “singkirkan mereka di luar…” jawab Jenderal itu dingin. Para prajurit itu membawa Yun Ho dan Yoo Na yang menangis, keluar dari lingkaran. “tidaakk!!!jangan!!!kalian boleh sakiti aku tapi jangan mereka…” teriak Deok Man histeris sambil meronta-meronta. “sraat..” terdengar suara tebasan pedang lalu suara tangisan si kembar pun tak terdengar lagi. “tidaakkk!!!” teriak Deok Man histeris.
“Tuan Putri..Tuan Putri…sadarlah…” Shin Ae berusaha membangunkan Deok Man yang sejak tadi mengigau. “Yun Ho!Yoo Na!” Deok Man pun terbangun. “ternyata itu cuma mimpi..” gumam Deok Man sambil mengusap dadanya yang berdebar keras. “mereka pasti baik-baik saja sekarang…” ujarnya menenangkan diri. Shin Ae mengambilkan segelas air untuknya. “Tuan Putri minumlah..” Deok Man menerima gelas itu lalu meminumnya. Shin Ae menyentuh kening Deok Man dengan punggung tanganya. “syukurlah panasnya sudah turun..” ujarnya lega. “a..aku demam?” tanya Deok Man. “i..iya..Tuan Putri kemarin jatuh pingsan di lantai…dan malamnya Tuan Putri demam…tabib bilang Tuan Putri kelelahan dan kurang gizi sehingga jatuh sakit…” jawab Shin Ae. Setelah membereskan baskom dan kompres yang tadi digunakan, Shin Ae menyiapkan semangkuk bubur dan segelas teh hangat untuk Deok Man . “tabib meminta agar Tuan Putri menghabiskan bubur ini agar Tuan Putri cepat sembuh..”ujar Shin Ae sambil meletakkan meja makan kecil di atas tempat tidur Deok Man. Deok Man tersenyum lemah “terima kasih Shin Ae..” lalu mulai menyantap bubur itu sampai habis. “terima kasih Shin Ae karena sudah merawatku dengan baik..” ujar Deok Man lemah. Shin Ae hanya tersenyum mengangguk. Deok Man kembali terdiam, angannya kembali memikirkan apa yang dimimpikannya tadi. “Tuan Putri, jika boleh saya tahu…siapakah Yun Ho dan Yoo Na?Tuan Putri terus menerus menyebutnya sepanjang malam…apakah mereka anggota keluarga Tuan Putri?saudara?” tanya Shin Ae. Deok Man hanya terdiam dengan pandangan kosong. Shin Ae pun mengurungkan niatnya untuk menanyakannya lagi. “mereka berdua adalah anak-anakku…” jawab Deok Man sambil menghapus air matanya yang meleleh. Shin Ae nampak terkejut mendengarnya “Tu..Tuan Putri sudah memiliki anak?kalau begitu yang Tuan Putri panggil Bi Dam itu….” Deok Man mengangguk “ya..dia suamiku..”
Benteng Bulcheon, Kota Taejon, Shilla.
Di dalam ruangannya Bi Dam menjelaskan semuanya mengenai apa yang terjadi pada Deok Man kepada Yushin. Yushin pun terkejut mendengarnya “jadi Tuan Putri berada di Hwangsanbeol sekarang?” “begitulah..dari informasi yang Alcheon dapat dan dari cerita yang kudengar dari Baek Ui..sepertinya ia memang berada di sana..” jawab Bi Dam. “lalu apa kau sudah membuat rencana untuk menyelamatkan Tuan Putri?” tanya Yushin. “itulah yang ingin aku bicarakan denganmu..Alcheon memintaku untuk menunggumu dan membicarakan ini bersama-sama…”
Siang hari.
Benteng Hwangsanbeol, Baekje.
Daemusin sedang menulis di atas meja kerjanya “apakah kondisinya sudah membaik?” “sudah Tuan..kondisinya sudah membaik..” jawab Shin Ae yang berdiri di depan Daemusin. “Tuan…jika invansi in sudah selesai..apa rencana Tuan terhadap Tuan Putri?ia mempunyai anak dan keluarga..apakah tidak sebaiknya ia…” “Shin Ae..” Daemusin memotong pembicaraan. “ya Tuan?” sahut Shin Ae. Daemusin menghentikan kegiatannya sejenak “bisakah kita membicarakan ini nanti..ada hal penting yang harus kukerjakan sekarang..”. Shin Ae mengangguk “ba..baik Tuan..saya akan keluar..” lalu memberi hormat kepada Daemusin. “sraaak..” Shin Ae keluar dari ruang kerja Daemusin. “Tuan..apakah kau punya rencana lain padanya?” pikirnya sambil bersandar di tembok. “Shin Ae panggilkan tabib!!” seru Daemusin sambil menggendong Deok Man yang terkulai tak sadarkan diri. “i..iya..” jawab Shin Ae yang juga panik. Daemusin dengan pelan-pelan meletakkan Deok Man di atas tempat tidurnya, kemudian memeriksa nadi dan suhu badannya dengan seksama. Ini pertama kalinya Shin Ae melihat Daemusin begitu peduli pada orang lain, apalagi orang yang konon adalah musuh negaranya.
Ruang kerja Raja, Istana Ingang,Shilla.
“Kepala Pengawal Baek Jong mohon menghadap Yang Mulia…” seru Baek Jong dari balik pintu. “masuklah..” jawab Yang Mulia Raja. Baek Jong melangkah masuk dengan cepat. Ia sudah tak sabar menyampaikan berita yang diterimanya. Ia pun memberi hormat kepada Yang Mulia Raja dan para pejabat yang hadir di situ. “Yang Mulia, Jenderal Wolya berhasil mengalahkan Goguryeo dan mengusir mereka keluar dari perbatasan…” ujarnya. “benarkah?” tanya Yang Mulia Raja dengan wajah gembira penuh syukur. Baek Jong mengangguk “ya Yang Mulia..hamba baru saja menerima kabar itu..” Para pejabat yang hadir di situ ikut senang. “hamba mengucapkan selamat untuk Yang Mulia..” ujar Kim Yong Chun. “Jenderal Wolya untuk sementara akan menetap di sana untuk memastikan bahwa Goguryeo tak akan menyerang lagi…oleh karena itu ia meminta tambahan tabib, persediaan pangan dan obat-obatan untuk para prajurit…” ujar Jenderal Baek Jong. “izinkan saya yang mengurusnya Yang Mulia..” ujar Kim Seo Hyun. Yang Mulia Raja mengangguk. “berarti fokus kita hanya tinggal satu sekarang..Baekje..” gumam Yang Mulia Raja.
Istana Pyongyang, Goguryeo.
Suasana sunyi senyap di dalam ruang kerja kementrian, semua pejabat tidak percaya dengan hasil kekalahan yang memalukan ini. “berapa jumlah pasukan yang tersisa?” tanya Yeon Gaesomun dengan nada kesal. “hanya tersisa 9.000 Tuan…” jawab salah satu pejabat. Salah seorang pejabat yang lain dengan takut-takut bertanya “maaf Tuan, pasukan Wa yang Tuan janjikan itu apakah..” “Diam!!jangan bahas itu lagi…yang penting sekarang kita harus membangun armada militer lagi..laksanakan!!!” bentak Yeon Gaesomun. “ba..baik Tuan..” jawab para pejabat sambil memulai pekerjaan mereka.
Benteng Hwangsanbeol, Baekje.
“hiaa..hiaa…” dari pelataran atas, Deok Man memperhatikan para prajurit yang berjumlah ribuan sedang berlatih. “inikah 60.000 prajurit yang menyerang Shilla?” gumam Deok Man. “ini pemandangan yang sangat luar biasa bukan?” ujar Daemusin yang sekarang berdiri di sisinya. “apakah tak ada cara lain untuk menghentikan perang ini?” gumam Deok Man. Daemusin menoleh. Deok Man menoleh menatap Daemusin “apa yang harus kulakukan untuk menghentikanmu dan melindungi negeriku?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar