Our Future Still Continue Chapter 78: Declaration of War
"Bi Dam.!!"
Bi Dam menghentikan kudanya dan menoleh ke belakang. "ada apa?" tanya Alcheon. "aku merasa ada yang memanggilku.." ujar Bi Dam. Alcheon melihat ke sekeliling "tapi tak ada siapa-siapa di sini selain kita..mungkin hanya perasaanmu saja.." "mungkin.." jawab Bi Dam sambil melihat benteng Hwangsanbeol yang sekarang tampak kecil di matanya.
Benteng Hwangsanbeol, Baekje.
"Bi Dam..!!" Deok Man berteriak memberontak. "sekalipun kau berteriak sekeras mungkin..ia tak akan datang.." bentak Daemusin. Ia pun semakin beringas. Perbedaan kekuatan dirinya dengan Deok Man terlalu jauh. Bahkan dengan satu tangan, ia bisa menahan kedua tangan Deok Man yang meronta-ronta di atas kepalanya, sementara tangan yang lain berusaha mengoyak pakaian Deok Man. "kira-kira apa reaksi Bi Dam jika ia melihat hal ini.." seru Daemusin. Deok Man pun semakin meronta dan menghindari Daemusin. "tidaak!!lepaskan!!" teriak Deok Man. Keringat dan air mata membasahi wajahnya. "braak!!" Shin Ae membuka pintu kamar "Tuan Putri apa Tuan Putri baik-baik saja tadi saya mendengar suara.." ia pun terperangah melihat apa yang terjadi "a..apa yang sedang Tuan lakukan.."
Benteng Bulcheon, Kota Taejon, Shilla.
"jadi pengiriman 10.000 prajurit yang tersisa tertunda?" tanya Yushin. "ya..karena mereka terjebak badai salju di wilayah Sosan.." jawab Alcheon. "Sosan?dari sana ke Hwangsanbeol membutuhkan waktu.."gumam Yushin. "2 hari..kemungkinan besar mereka akan tiba lusa.." sahut Bi Dam. "ada baiknya besok sore kita sudah bersiap ke sana..." Alcheon mengusulkan. Yushin berpikir sejenak sebelum memutuskan "mengenai ini, aku akan merundingkannya dengan para jenderal besok pagi...kalian istirahatlah.." Alcheon mengangguk sementara Bi Dam hanya terdiam.
Benteng Hwangsanbeol, Baekje.
"Tu..Tuan apa yang Tuan lakukan?" ujar Shin Ae shock. "apa maumu Shin Ae?!!" bentak Daemusin. "sa..saya mencari Tuan..Tu..Tuan Perdana Menteri datang mencari Tuan..ka..katanya ada hal penting dan mendesak..." “sial!” seru Daemusin. Deok Man pun memanfaatkan kesempatan ini untuk melawan dan kali ini berhasil. Tangannya berhasil terlepas, ia bangun dan mendorong Daemusin lalu menamparnya. "berani-beraninya kau melakukan hal sehina itu padaku!!" bentak Deok Man sambil menutup pakaiannya yang terbuka. Daemusin hanya tersenyum sambil menahan sakit di pipinya "aku akan melanjutkannya nanti.." lalu pergi meninggalkan ruangan. Deok Man jatuh terduduk lemas di lantai. "Tu..Tuan Putri!!" Shin Ae berlari menghampiri Deok Man. "terima kasih Shin Ae.." ujar Deok Man lemah dengan napas terengah-engah.
Benteng Bulcheon, Kota Taejon, Shilla.
"oh ya..apa kau tahu siapa wanita yang ditahan Panglima di ruang atas?wanita yang dibawa oleh Bangsawan Seung Won.." ujar salah seorang prajurit Baekje. Temannya sesama prajurit pun menyahut "tidak..tapi kurasa ia bukan sembarang tahanan..kudengar dari temanku, wanita itu mendapat makanan dan tempat tidur yang baik seperti layaknya tamu..kira-kira siapa ya dia?putri bangsawan kah?" Terngiang dalam pikiran Bi Dam percakapan prajurit Baekje tadi yang sempat didengarnya. "Deok Man..kau baik-baik saja kan di sana?" gumam Bi Dam. Ia berdiri di depan pelataran kamarnya sambil melihat cincin istrinya di telapak tangannya. “semuanya akan baik-baik saja Bi Dam..aku akan segera kembali ke sisimu percayalah..” ujar Deok Man sebelum ia berangkat menaiki kapal. “apapun yang terjadi..bagaimana pun caranya..aku akan menyelamatkanmu Deok Man…tak peduli nyawaku harus kukorbankan..” gumam Bi Dam sambil menggenggam erat cincin itu di tangannya.
Keesokan harinya
Pagi hari
Benteng Hwangsanbeol, Baekje
“uhm..” Shin Ae terbangun dari tidurnya. Dilihatnya di sebelahnya, Deok Man masih terlelap dalam tidurnya. Rupanya semalam ia tertidur di kamar Deok Man ketika sedang menunggu Daemusin pulang. Ia pun teringat akan kejadian semalam dan hatinya merasa sakit karena itu. “apakah Tuan ingin memiliki Putri Deok Man?apa yang harus kulakukan?” pikirnya. Air matanya menetes. Pikirannya pun kembali memutar kenangan lama miliknya. Kenangan ketika dirinya masih berusia 7 tahun.
“ibuu!!tolong aku!!lepaskan aku!” teriak Shin Ae pada pria besar yang memanggulnya. Namun ibu dan ayah Shin Ae hanya bisa pasrah tak berbuat apa-apa.Mereka terlilit hutang besar pada seorang tuan tanah dan tak bisa membayar sehingga akhirnya para pengawal Tuan tanah itu membawa paksa Shin Ae untuk dijadikan budak. “lepaskan putri kami!!Shin Ae!! teriak kedua orangtuaShin Ae sambil berusaha melawan orang-orang yang menahannya. Para bawahan tuan tanh itu pun emosi dan menghunuskan pedangnya lalu membunuh mereka di hadapan Shin Ae yang masih kecil. “ayah!!ibuuu!!” teriak Shin Ae.Sejak saat itu masa kecilnya diisi penuh dengan penderitaan dan siksaan dari majikannya yang mengelola rumah bordil. Sampai suatu saat semuanya berubah.
“heiii..ambilkan minuman lagi!!!aku ingin mabuk-mabukkan untuk merayakan hari ini” teriak salah seorang pria gemuk yang sudah mabuk yang kemudian diikuti tawa teman-temannya yang ada di situ. “baik Tuan..” jawab salah seorang wanita penghibur yang melayaninya. Wanita bangun dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan “Shin Ae!!ambilkan arak!!” teriaknya. “ba..baik..” jawab Shin Ae. Saat itu ia sudah berusia 17 tahun. Shin Ae pun berjalan masuk ke dalam ruangan tempat wanita penghibur tadi sambil membawakan 3 botol arak di atas nampan. “wah..wah..sepertinya aku baru lihat dia..apakah ia orang baru?” ujar salah seorang pria yang mabuk di situ. “iya Tuan.. dia budak yang baru saja tuan besar beli dari pasar budak..” jawab wanita penghibur yang sedang menghibur tuannya dengan permainan sitarnya. Tiba-tiba salah seorang dari gerombolan pria-pria pemabuk itu menarik Shin Ae ke dalam dekapannya. “kalau begitu bolehlah..aku menikmatinya..iya kan sayang?sepertinya kau masih perawan…” kata pria itu dengan wajah menjijikan. “kyaaa..lepaskan aku..” Shin Ae meronta yang kemudian mengakibatkan botol minuman tumpah mengenai pemabuk yang menariknya itu. Pria itu pun berdiri dan menampar Shin Ae “plaak..” “kurang ajar..berani-beraninya kau mengotor pakaianku!!” Shin Ae jatuh tersungkur dan hanya bisa menahan perih di pipinya. “maafkan kami, Tuan Go..Shin Ae akan kami hukum..” salah seorang wanita penghibur itu berusaha meredakan emosi pria itu. Kemudia Shin Ae pun diusir dari ruangan itu. Ia menutup bajunya erat-erat karena trauma dengan kejadian di rumah majikannya dulu dimana ia hampir kehilangan keperawanannya jika saja ia tidak berhasil kabur.
Sesuai perintah majikannya, ia pun mencuci semua piring dan gelas yang kotor di halaman belakang. “kena kau!!” tiba-tiba seorang pria menyergapnya dari belakang dan membekap mulutnya. Pria pemabuk yang tadi menamparnya. “hmmph..” Shin Ae mencoba untuk berteriak. Namun laki –laki itu ternyata bersama temannya yang membawa senjata “jangan melawan atau kau akan mati!!” Kemudian Shin Ae dibawa oleh kedua pria itu menuju gudang belakang yang tak terpakai. Shin Ae tak bisa berbuat apa-apa selain menangis karena mereka mengikat kedua tangan Shin Ae di atas dan menyumpal mulutnya dengan kain. “sepertinya dia memang masih perawan..dan aku akan yang pertama kali mencobanya..sebagai imbalan atas kekurangajaranmu tadi..” ujar pria yang tadi menampar Shin Ae. “gyaa..” terdengar suara teriakan dari luar. “apa itu?” tanya dua pria itu. “mungkin mereka sedang berpesta dengan para pelacur itu..aku akan menunggu giliranku di luar..” jawab pria yang membawa senjata. “baiklah..aku akan menyelesaikannya dengan cepat..iya kan Shin Ae?” ujar pria yang dipanggil Tuan Go itu. Ia pun membuka paksa pakaian Shin Ae lalu mencumbu leher dan dada Shin Ae. Shin Ae hanya bisa meronta tak berkutik dan mengeluarkan jeritan tak bersuara. “gyaa!!” terdengar teriakan dari luar. Sepertinya itu adalah teriakan teman Tuan Go tadi. Tapi Tuan Go tidak peduli dan kali ini benar-benar mengoyak seluruh pakaian Shin Ae untuk menyalurkan nafsunya. “sraak..”pintu terbuka, seorang pria melangkah masuk ke dalam gudang dan begitu Tuan Go sempat menoleh, orang itu sudah menghunuskan pedangnya dan membunuh Tuan Go. “hmmph..” Shin Ae ketakutan melihat kepala Tuan Go terlepas dari lehernya. Pembunuh itu lalu memutuskan tali yang mengikat Shin Ae dengan pedangnya dan tanpa sepatah kata pun, ia menanggalkan jubahnya lalu meletakannya di atas tubuh Shin Ae yang telanjang. “k..kau siapa?” tanya Shin Ae gemetar. Jantungnya berdebar sangat keras saking takutnya melihat darah yang terciprat di wajah oembunuh itu. Namun ketika ia melihat sorot matanya, yang dilihat adalah sosok mata yang penuh emosi, dendam dan kesedihan yang tertahan. Pembunuh itu pun tak memberikan jawaban dan berjalan keluar meninggalkan Shin Ae sendiri. Setelah mengumpulkan tenaganya, Shin Ae pun berusaha mengejar pembunuh itu.Ia ingin mengucapkan terima kasih.Namun pria itu sudah tak ada, hanya ada mayat-mayat pelacur dan pemabuk yang bergelimpangan di situ. Dan bukannya merasa takut, Shin Ae malah semakin penasaran. Penasaran akan tatapan mata pria itu. Ia pun memutuskan mencari pria itu dari satu kota ke kota lain, sampai akhirnya ia tiba di ibukota negeri Wei, dan bertemu lagi dengan pria itu. Pria yang menjadi cinta pertamanya dan satu-satunya.
“pergilah!!jangan ganggu aku!!” seru Daemusin sambil mengusir Shin Ae yang terus membuntutinya. “izinkan saya membalas budi baik Tuan karena telah menolong saya..” ujar Shin Ae. Daemusin tak peduli dan menutup pintu tempat dirinya menginap. Shin Ae pun memutuskan untuk menunggu terus di luar, hingga akhirnya ia pun jatuh pingsan karena diguyur hujan semalaman. “ugh..dimana aku?” gumam Shin Ae sambil berusaha untuk duduk. “apa maumu sebenarnya?!!” tanya seorang pria yang duduk hadapannya dengan suara keras.”saya hanya ingin membalas budi Tuan karena berkat Tuan saya bisa..” ”satu hal yang perlu kau tahu aku membunuh mereka bukan untuk menolongmu!!aku bukanlah pria baik seperti yang kau bayangkan..” bentak pria itu “Tu..Tuan…” Shin Ae merasa ngeri mendengar benatakan itu namun begitu melihat sorot mata pria itu, segala ketakutannya hilang. Pria itu bangun dari duduknya dan mengambil pedangnya “kau jangan ikuti aku lagi!!” bentaknya sambil memunggungi Shin Ae. Shin Ae pun tak mau kehilangan pria itu lagi, ia bangun dari tempat tidurnya dan memeluk pria itu dari belakang “Tu..Tuan..saya sudah tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini..setidaknya izinkan saya untuk mengikutimu sebagai pelayanmu meskipun nanti Tuan tak ingin berbicara satu patah kata pun dengan saya..akan tetapi izinkan saya..” ujar Shin Ae. Pria itu hanya diam lalu tiba-tiba mendorong Shin Ae hingga jatuh ke tempat tidur dan pria itu berada di atasnya sambil menahan kedua tangan Shin Ae “jika aku melakukan perbuatan yang sama seperti laki-laki itu..apa kau akan berhenti mengikutiku?!!” bentak pria itu. Tapi Shin Ae justru tidak merasa takut “setidaknya Tuan lebih baik daripada laki-laki bejat itu..” jawabnya. “kau!!” bentak pria itu.
“Bi Dam…” mendengar igauan Deok Man, Shin Ae pun tersadar dari lamunannya “maafkan saya Tuan Putri..akan tetapi saya sangat mencintainya..dan yang hanya bisa saya lakukan adalah mendukungnya..” gumam Shin Ae dalam hati sambil menatap Deok Man yang tertidur.
Siang hari.
Benteng Bulcheon, Kota Taejon, Shilla.
Yushin dan keempat jenderalnya sedang mengadakan pertemuan guna membahas informasi yang berhasil Bi Dam dan Alcheon dapatkan serta membahas rencana mereka berikutnya guna menghadapi invansi Baekje. “mata-mata kita di Baekje melaporkan bahwa kediaman Perdana Menteri Baekje diserang oleh kelompok pembunuh bayaran yang diperitahkan oleh pihak Goguyeo atau Yeon Gaesomun sendiri...Goguryeo pun memutuskan hubungan diplomatik dengan mereka” ujar Baek Ui. “yah kurasa Yeon Gaesomun berpikir meskipun ia memilih bersikap netral tetap saja Baekje kelak akan menyerangnya..jadi lebih baik ia melakukan sesuatu…terlebih lagi setelah apa yang Daemusin sudah lakukan terhadapnya..” jawab Yushin. “tapi menurut cerita yang kudengar dar Panglima, kurasa Daemusin tidak akan peduli dengan masalah kecil seperti itu…Goguryeo sudah tak punya pasukan lagi..kita pun bisa memukulnya jatuh jika situasinya seperti ini..” sahut Jenderal Yong Ha. “menurut pendapatku..kita harus bergerak sekarang...kalau perlu malam ini kita serang mereka secara mendadak..kita hancurkan mereka beserta bentengnya..kita tidak tahu apakah Daemusin berniat menyerang kita dengan seluruh pasukannya atau tidak?karena meskipun berkurang 10.000 tetap saja jumlah pasukannya unggul jauh di atas kita..” “tidak bisa.itu sama saja dengan mencari mati..persediaan pangan dan senjata milik kita belum terpenuhi semuanya..kita harus menunggu setidaknya sampai besok pagi baru berangkat ke sana..”sahut Jenderal yang lain mengemukakan pendapat.
Bi Dam dan Alcheon berdiri di luar ruangan sambil mendengarkan perdebatan seru antar jenderal ituyang bisa terdengar hingga keluar. Mereka tidak mengikuti pertemuan itu karena hanya Yang Mulia Raja, Panglima, dan para jenderal yang diberikan izin untuk menghadiri pertemuan ini. Dan lagipula Bi Dam memang sudah siap untuk berperang namun bukan kejatuhan Benteng Hwangsanbeol alasan utamanya melainkan keselamatan istrinya. Membawa Deok Man kembali pulang bersamanya.
Benteng Hwangsanbeol, Baekje.
Daemusin turun dari kudanya, di hadapannya Gyebaek sudah memberi hormat padanya. “Panglima apakah sebaiknya kita menyerang balik Goguryeo?” tanya Gyebaek. Daemusin hanya tersenyum kecil “untuk apa kita membuang waktu dan tenaga demi negara yang akan jatuh dengan sekali pukul?lebih baik sekarang kita fokus pada hal yang lebih besar yang sudah menanti kita…” Gyebaek pun menangkap maksud dari perkataan Daemusin “jadi Panglima berniat…” Daemusin mengangguk “kumpulkan semua prajurit sekarang…ada yang perlu aku umumkan kepada mereka dan kepada seluruh 3 Han…dan juga kepadanya”
“ouch..” Deok Man mengernyit menahan sakit. “maafkan saya Tuan Putri..” ujar Shin Ae sambil mengoleskan balsam di pergelangan tangan Deok Man yang memar akibat kejadian semalam. “bruuk..bruuk..bruuk..” “suara apa itu Shin Ae?sepertinya dari luar..” tanya Deok Man.
“sepertinya para pasukan sudah dikumpulkan di tengah lapangan..” “kriiiet..braak..” Pintu kamar pun terbuka. Seorang prajurit masuk ke dalamnya dan memberi hormat “Nona Shin Ae…Panglima meminta Nona untuk membawa tahanan ini ke pelataran…” “membawanya ke pelataran?untuk apa?” tanya Shin Ae heran. “katanya Panglima ingin mengumumkan sesuatu..” “mengumumkan sesuatua?jangan-jangan…” pikir Deok Man. Firasat buruk segera menghampirinya. Ia pun segera bangun dari duduknya “ayo Shin Ae kita segera ke sana..” “ba..baik Tuan Putri…” jawab Shin Ae. Deok Man dan Shin Ae pun berjalan dengan cepat menuju pelataran.
Dengan menggunakan 2 bahasa, Bahasa Gyerim dan Bahasa Wa, Daemusin menyerukan sebuah pengumuman kepada puluhan ribu pasukannya dari pelataran atas. “besok malam akan menjadi hari yang sangat besar bagi kita!!” “sraak..” Deok Man menghentikan langkahnya dan berada cukup dekat di belakang Daemusin. Daemusin pun tersenyum kecil. “dengan ini, aku umumkan kepada seluruh negeri dan kepada 3 Han! bahwa besok malam, Baekje akan menyerang Shilla!!di bawah komandoku, kita hancurkan Seoranboel dan memulai penaklukan 3 Han!!” Gyebaek yang berada di depan pasukannya mengangkat pedangnya “hidup Panglima Daemusin!!HIDUP BAEKJE!!” ribuan prajurit yang berdiri di belakangnya pun mengikutinya “hidup Panglima Daemusin!!HIDUP BAEKJE!!” Daemusin tersenyum puas melihatnya dan memutuskan untuk kembali ke ruangannya. Dilihatnya Deok Man berdiri di belakangnya dengan tatapan membenci dan kedua tangannya yang gemetar meskipun berusaha ditutupinya. Ia pun berjalan melewatinya “bersiaplah untuk menyerahkan impianmu Tuan Putri…” ujarnya ketika berpapasan dengan Deok Man. “apa yang harus kulakukan untuk menghentikan semua ini?” gumam Deok Man gemetar. “apa…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar