Pages


Jumat, 11 Februari 2011

Our Future Still Continue Chapter 79: There Is Always Hope




Di hari yang sama
Siang hari

Benteng Bulcheon, Kota Taejon, Shilla.
Setelah melewati diskusi yang akhirnya berubah menjadi perdebatan yang panjang dan sengit mengenai strategi dan waktu penyerangan, Yushin pun menengahi para jenderalnya. “saat matahari akan tenggelam besok, Baekje akan menyerang kita…”  “apa?” para jenderal pun terkejut mendengar perkataan Yushin. “kurasa pria secerdas Daemusin tidak akan membuang waktunya…sebisa mungkin ia akan menyerang kita saat kekuatannya telah penuh..” “Alcheon mohon menghadap Panglima Yushin..ada kabar penting..” seru Alcheon dari balik pintu. “kabar penting?” pikir Yushin. “masuklah..”  “sraak..” Alcheon melangkah masuk. Nampak ketegangan terpancar pada wajahnya.  “ada apa?apakah terjadi sesuatu?” tanya Yushin. “Daemusin baru saja mendeklarasikan perang di Hwangsanbeol..ia berniat melakukan penyatuan 3 negara, dan itu semua dimulai dari Shilla besok malam..”  Dan dalam sekejap ruangan pun kembali kisruh.  “apakah mungkin menghadapi 80.000 pasukan hanya dengan 25.000 pasukan dengan hanya persiapan seperti ini?”

Benteng Hwangsanbeol, Baekje.
Daemusin menggambarkan formasi pasukan rancangannya di atas kertas besar di meja. “aku umumkan  menyerahkan posisi pemimpin untuk penyerangan besok kepada Jenderal Gyebaek..”ujarnya begitu selesai menggambar. Keenam jenderal Baekje termasuk Gyebaek pun terkejut mendengarnya.” Perintah Panglima, saya laksanakan..” jawab Gyebaek sambil menundukkan kepalanya.   “Jenderal  Yul Gang memimpin pasukan baris depan..aku yakin pasukan bertombaknya bisa membongkar barisan depan Shilla nanti..” mujar Daemusin sambil menunjuk pada gambar segitiga. Ia mulai menjelaskan formasi dan posisi masing-masing jenderal yang ditunjuknya di atas gambar. “Jenderal Hodong kau akan menjadi wakil Jenderal Gyebaek memimpin di tengah, siapkan para pemanah…  Jenderal  Seong Bin kau memimpin pasukan berkudamu di sisi timur.. Jenderal  Tae Hyun, kau memimpin penyerangan dari sisi barat..satukan kekuatan kalian dan bawa kemenangan bagi Baekje!”   “baik Panglima!” jawab keenam jenderal itu serempak.  Setelah rapat selesai, Daemusin pun meninggalkan ruangan.  “ia masih berdiri di sana rupanya..” gumam  Daemusin begitu melihat sesosok punggung yang dikenalnya.

“Ketiga,aku akan membuat shilla bisa mewujudkan impiannya yang paling mustahil..” ujar Deok Man kepada Gukseon Munno. “dengan cara apa?bagaimana?” tanya Gukseon Munno. Deok Man pun menjawabnya dengan mantap ”dengan harapan…harapan akan unifikasi 3 negara..aku akan membuat para bangsawan dan rakyat disesaki dengan harapan itu..” Kenangan lama saat ia masih menjadi Tuan Putri  kembali berputar di kepalanya.  “tapi aku tahu setelah melalui ini semua, aku akan mengawali hidup yang baru…bukan sebagai Putri Deokman lagi tetapi sebagai Deokman, ibu dari Yun Ho dan Yoo Na..istri dari seorang pria yang kucintai bernama Bi Dam…kita akan menetap di Chu A Gun sebagai keluarga normal yang bahagia….anak-anak bisa tumbuh dan bermain bersama anak-anak sebaya mereka dengan bebas..sedangkan kau dan aku tersenyum menatap mereka tumbuh dewasa..cukup hanya kita berdua yang merasakan beratnya kehidupan di Istana..aku ingin mereka tumbuh dan menentukan masa depan mereka sendiri..” “bahkan aku pun tak bisa melakukan apa-apa untuk melindungi impianku sendiri..” gumam Deok Man. Perasaan takut, cemas,dan marah bercampur dalam hatinya. Rasanya suasana hatinya sangat buruk. Ia berharap setidaknya angin kencang yang menerpanya bisa membawa pergi hatinya. Ia pun memejamkan matanya.  “ini adalah mimpi kita berdua..jadi kita akan mewujudkannya bersama..” gumam Bi Dam tersenyum sambil merangkul bahu Deok Man. Secara refleks, Deok Man memegang bahu kirinya. Berharap suaminya berada di sisinya sekarang, menemaninya melewati semua ini.  “Bi Dam..” gumamnya.

Sementara itu Daemusin berdiri bersandar pada dinding, memandangi Deok Man dari belakang.

Kota Gincheon, Shilla
“ada apa gerangan ramai-ramai seperti ini?” tanya Daemusin di tengah keramaian orang. Salah seorang dari kerumunan itu pun menoleh “kau orang baru ya?hari ini Yang Mulia Ratu akan mengunjungi desa dekat sini..” sebelah alis Daemusin terangkat “seorang Ratu bekunjung ke sebuah desa?prestasi apa yangberhasil dicapai desa itu sehingga seorang ratu pun mengunjunginya?” “desa itu berhasil menjadi penghasil pangan untuk 4 kota besar di sekitarnya..oleh karena itu Yang Mulia Ratu berkunjung ke sini untuk mengangkat salah seorang petani di sana untuk dijadikan teladan di desa-desa yang lain…”   “pergi ke sini hanya untuk itu saja?” komentar Daemusin. Orang itu pun menjadi agak kesal “sebaiknya kau lihat saja sendiri…kuharap pemikiranmu berubah setelah melihat langsung..Yang Mulia Ratu benar-benar peduli pada rakyatnya..mencintai rakyatnya seperti anak-anaknya sendiri..” Daemusin pun berpikir dua kali. Misinya di kota ini untuk mengantarkan saudagar dari Wei sudah selesai, apakah ia akan langsung pulang ke Wei atau mengikuti saran orang itu. Dan akhirnya ia pun memilih pilihan terakhir. Dan benar saja kata orang itu, bahwa melihatnya langsung akan mengubah cara berpikirnya dan juga menggerakan hatinya untuk pertama kalinya.

 “waktu sudah berlalu cukup lama sejak saat itu..kupikir tidak akan ada seorang pun yang akan bisa memilikimu..sekarang kau ada di depanku..dan kali ini aku tidak akan melepasmu..kau dan 3 han ini akan menjadi milikku..” pikir Daemusin sambil tersenyum kecil.

Sore hari

Benteng Bulcheon, kota Taejon.
Yushin beserta keempat jenderalnya keluar dari ruangan. “apakah kau sudah membuat rencana?Daemusin baru saja mengumumkan..” tanya Bi Dam sambil berjalan di samping Yushin. “ya kita akan bergerak sekarang…tak jauh dari Hwangsanbeol..ada sebuah benteng yang tidak terpakai..kurasa kita bisa menetap di sana dan membuat rencana selanjutnya..persiapkan dirimu..” Bi Dam pun mengangguk. “Jenderal Yesung, pastikan persediaan pangan kita yang belum terkirim terkirim ke Benteng Jinju, tempat kita akan menetap nanti..” “baik..”jawab Yesung. “Jenderal Baek Ui, aku ingin kau beserta pasukanmu berangkat lebih dahulu..pastikan tak ada mata-mata Baekje yang berkeliaran di sana dan sekitarnya…” “baik Panglima..” jawab Baek Ui. “Jenderal Yul dan  Jenderal Shin, persiapkan pasukan kalian kita akan berangkat..setelah menerima tanda dari Jenderal Baek Ui..” “siap Panglima!” jawab Yong Ha dan Shin serempak.

Benteng Hwangsanbeol, Baekje.
“Tuan Putri masuklah..langit sudah mulai gelap, sebentar lagi akan turun hujan..beristirahatlah di dalam kamar..sudah hampir seharian Tuan Putri berdiri di sini..” ujar Shin Ae memohon. Deok Man menggelengkan kepalanya “bagaimana bisa aku beristirahat dalam kamar, sementara negaraku sekarang pasti sedang bersiap-siap untuk perang ini..negara dimana suami dan anak-anakku berada sekarang..” Shin Ae pun tak bisa berkata apa-apa lagi begitu melihat kesedihan di wajah Deok Man. Shin Ae pun berjalan meninggalkan Deok Man sendirian di pelataran. Ia berpapasan dengan Daemusin yang berdiri dekat sana bersandar pada dinding. Shin Ae hanya menundukkan kepala sebagai tanda hormat. Ia tak tahu harus berbicara apa pada Daemusin sejak kejadian semalam. Hatinya merasa perih begitu mengingatnya.

Malam hari

Benteng Jinju (20 km dari Hwangsanbeol), Shilla.

Bi Dam, Alcheon dan Yushin yang bersama keempat jenderalnya mengadakan rapat bersama untuk membahas strategi lebih mendalam. Aturan mengenai rapat militer tidak lagi berlaku di tengah situasi genting seperti ini. “jarak dari sini ke Hwangsanbeol adalah kira-kira 61 ri jauhnya..dan akan menjadi area pertempuran ini…” Yushin menunjuk maket wilayah Shilla Baekje. “dengan kontur tanah yang berbukit-bukit cukup menyulitkan kita untuk bergerak cepat..padahal Baekje terkenal akan kecepatannya.” komentar Jenderal Yul. “tapi itu menjadi keuntungan bagi kita..karena dengan begitu, Baekje tidak bisa secara langsung menemukan kita..” sahut Alcheon. Sementara yang lain saling mengungkapkan pendapatnya,  Bi Dam hanya diam. Matanya tertuju pada semut-semut yang berbaris di depannya. Berbaris membawa segumpal remah kue yang ukurannya sangat besar untuk ukuran semut. Sedangkan Yushin memperhatikan dengan seksama pendapat para jenderalnya sambil berpikir. “80.000 pasukan Baekje..apakah kita akan melawannya sekaligus?” tanya Yesung “kurasa kita bisa memecah belah pasukan mereka..” tiba-tiba Bi Dam ikut berkomentar. “hah?” Yushin dan yang lainnya menghentikan pembicaraan mereka dan menatap Bi Dam. “lihat semut-semut ini, mereka berusaha membawa remah roti ini dengan cara membagi-bagi..ibaratkan saja Baekje itu adalah remah roti dan kita adalah semut-semut ini..semut-semut ini tentu saja tak akan sanggup membawa remah kue ini..begitu juga kita..kita tak bisa melawan mereka sekaligus..” “tapi bagaimana kita bisa menarik perhatian mereka?Pasukan Baekje bukanlah tipe pasukan yang bergerak berkelompok-kelompok…sulit untuk memecah mereka..” “kita tarik perhatian mereka..” ujar Yushin. “apa?” “benar kata Bi Dam ..kita harus membuat mereka terpecah belah..mungkin Baekje adalah pasukan yang terorganisir dalam 1 kelompok..namun bagaimana dengan pasukan Wa yang tergabung di dalamnya?dari semua pendapat yang kuperhatikan kalian semua terlalu fokus pada 80.000 pasukan itu bukan kepada pasukan Baekje itu sendiri…pasukan Wa mungkin bisa membantu Baekje namun kesetiaan mereka bukanlah kepada Baekje melainkan kepada negaranya sendiri, Wa dan mereka punya cara mereka sendiri dalam berperang..coba kalian pikirkan bagaimana jika kalian semua menjadi mereka?apa yang akan kalian lakukan jika menghadapi perang seperti ini..” para jenderal dan Alcheon pun mengangguk mengerti. Yushin menunjuk pada peta yang menggambarkan aliran sungai. “kita bisa membuat jebakan di sini agar kita tidak harus menghadapi mereka sekaligus..” “hmm..kita bisa memanfaatkan hasil karya Komandan Seolji di sini..” sahut Jenderal Shin. “betul tepat sekali..” jawab Yushin. Alcheon pun ikut turun tangan menunjuk pada peta “kita bisa memanfaatkan tanah lapang dibalik bukit ini untuk menyerang mereka..namun formasi apa yang akan kita gunakan?apakah menyerang secara frontal?”  “untuk itu..aku ada ide..” ujar Bi Dam dan Yushin serempak. Keempat Jenderal dan Alcheon menatap mereka dengan wajah heran dan bingung, sementara Yushin dan Bi Dam hanya bisa tertawa kecil.
Keesokan harinya.

“Tuan Putri?apakah Tuan Putri sudah bangun?saya membawakan makanan..” ujar Shin Ae dari balik pintu kamar Deok Man. Karena khwatir lantaran tak ada jawaban, Ia pun memutuskan untuk masuk. “braak” dilihatnya kamar kosong dan makan malam yang semalam ia letakkan di sini tidak tersentuh dan tempat tidur nampak rapi seakan tidak tersentuh semalam. “padahal Tuan Putri berkata akan menyantap makan malamnya nati di kamar..ya Tuhan apa jangan-jangan..” Shin Ae segera meletakkan nampannya lalu berlari keluar kamar. “apakah Tuan Putri tetap berada di luar meskipun hujan?” pikirnya

Daemusin berjalan menuju pelataran, “ciplak..cipluk..” ada sebagian lantai yang becek karena hujan kecil semalam. “rupanya ia tak ada..” gumamnya sambil menatap pelataran. Sambil merenggangkan badannya, ia pun menoleh ke samping. “tidak mungkin..” gumamnya terkejut.

Deok Man duduk bersandar merapat pada dinding sambil memeluk kedua lututnya. Daemusin segera menghampirinya. “kau menunggunya?” tanya Daemusin. Deok Man mengangguk. Perasaan kesal dan cemburu pun segera memicu letupan amarah dalam diri Daemusin. “kau di sini semalaman membuang si-sia waktumu hanya untuk menunggunya?menunggu orang yang menghambat dan hampir saja menghancurkan impian terbesarmu?orang yang memberontak terhadapmu…” “putusnya hubungan Shilla dengan Tang bukanlah salahnya…pemberontakan itu pun juga kesalahan aku juga..jika bukan karena dia, aku dan Shilla tidak akan bisa mempunyai impian itu dan aku tidak akan bisa memiliki impianku sendiri…” jawab Deok Man pelan tanpa menoleh. “tapi sekarang lihat akibatnya negaramu di ambang kehancuran!!ia bahkan tak bisa melindungimu..kenapa kau terus membelanya?!!ia tak pantas mendapatkan dirimu!!” bentak Daemusin. “ya…mungkin benar katamu..seandainya dia tak ada, aku tak perlu melihat semua ini…merasakan semua sakit dan kekhawatiran ini..karena aku pasti sudah mati dan meninggalkan dunia fana ini…terlepas dari pantas atau tidaknya menurut pandangan orang aku pun tak peduli..karena ketika semua dunia memandangku sebagai pemimpin hanya dia yang memandangku sebagai manusia, sebagai wanita..ia sudah memberikan kebahagiaan yang kupikir tak akan bisa kumiliki selamanya meskipun karena itu ia harus dicap sebagai pengkhianat…” “kau!!” geram Daemusin. “dan aku yakin ia dan Shilla pasti bisa menghadapi ini dan meraih kemenangan…” “apa yang membuatmu begitu yakin, Tuan Putri?25.000 melawan 80.000..mustahil kalian menang..” Deok Man tersenyum kecil “karena selalu ada harapan…harapan yang akan membuat semua impian besar yang mustahil menjadi mungkin…di saat sesulit apa pun harapan itu akan selalu a..da…” Deok Man pun jatuh pingsan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar