Pages


Selasa, 29 Maret 2011

Our Future Still Continue Chapter 84: Final Encounter




Luar Benteng Hwangsanbeol
Yushin, Seolji,  Yesung ,dan Im Jong berkumpul di belakang barisan prajurit pertahanan garis belakang.  Posisi Pasukan Shilla semakin terpuruk dengan ditembusnya baris depan pertahanan mereka“Komandan Seol Ji berapa persediaan senjata kita yang tersisa?” tanya Yushin. “senjata yang ada hanya tinggal 5.000 anak panah, dan 6 pelontar yang tersisa..sedangkan senjata yang lain sudah habis dibawa pasukan..” jawab Seolji.  Yesung dan Im Jong pun saling bertukar pandangan. “apakah kita bertahan dengan kondisi senjata seperti ini?” pikir mereka.  Yushin pun bisa menangkapa apa yang ada di pikiran mereka. Ia pun diam sejenak berpikir mengenai langkah apa yang harus dilakukannya. Kemenangan atas Baekje nampaknya sudah semakin mustahil. “ada hal yang lebih bernilai daripada sekedar meraih kemenangan..” pikir Yushin.  Ia pun menghela napas dalam-dalam dan menatap ketiga bawahannya yang menunggu perintah darinya. “aku memerintahkan Jenderal  Yesung, Jenderal Im Jong, Komandan Seolji di bawah pimpinan  Jenderal Wolya untuk menarik 5.000 pasukan yang ada di sini ke kota-kota terdekat  wilayah Hwangsanbeol…jika pasukan Baekje berhasil mencapai sana, aku ingin kalian bisa menahannya semaksimal mungkin agar mereka tidak berhasil mencapai kota-kota lainnya yang berada dalam radius 80 ri dari sini..” Seolji, Yesung dan Im Jong pun terkejut begitu mendengar hal itu “ta..tapi Panglima..” sergah Seolji. “LAKSANAKAN!!” seru Yushin. “siap Panglima..” jawab mereka bertiga. Yushin segera  menaiki kudanya dan memacunya cepat-cepat menuju area pertempuran.

Benteng Hwangsanbeol
“HAIIKK!!” Bi Dam melangkahkan kakinya kuat-kuat.   “HEAAA!!”  Daemusin pun menebaskan pedangnya. Bi Dam berkelit merunduk. Mengetahui serangannya tidak kena, Daemusin pun membalikkan  badannya dan mengambil ancang-ancang dengan memposisikan pedangnya di samping  pipi kanannya “KALI INI KAU PASTI MATI BI DAM!!”  serunya. Bi Dam pun sudah bersiap menusuk dari bawah “ HAIKKK!!!” Bi Dam dan Daemusin pun kembali bertemu di tengah area pertarungan.
“BI DAAM!!” jerit Deok Man. Kain penutup mulutnya pun terlepas. 

Luar Benteng Hwangsanbeol
"HEAA!!" Wolya menebas satu persatu prajurit Baekje yang berusaha menyerangnya. 3 prajurit berkuda Baekje mengepungnya lalu menjebak Wolya yang berdiri di tengah dengan rantai-rantai yang mereka rentangkan. "bunuh dia!!" lima prajurit bertombak Baekje sudah siap melemparkan tombaknya ke arah Wolya. 3 buah panah melesat mengenai punggung ketiga prajurit Baekje tersebut. Wolya melihat dari kejauhan Yushinlah yang menembakkan panah-panah tersebut dari atas kudanya. Wolya pun tidak tinggal diam. Ia menarik salah satu rantai yang membelitnya sehigga salah satu pengendara kuda Baekje pun terjatuh ke bawah. “HAIIK!!” salah seorang prajurit bertombak Baekje yang tersisa menyerangnya. Wolya pun menghindar dan menarik tombak itu sambil memutar badannya lalu menusuk 2 prajurit sekaligus dengan tombak itu.  “kau baik-baik saja?” tanya Yushin yang baru saja menghabisi pasukan berkuda Baekje yang menjebak sahabatnya itu. Wolya pun mengangguk. Yushin turun dari kudanya lalu menyerahkan tali kudanya pada Wolya. “untuk apa?” tanya Wolya. “kau pergilah ke garis belakang temui Jenderal Yesung, Im Jong, dan komandan Seolji…mereka tahu apa yang harus dilakukan..” Yushin mengeluarkan pedangnya dan berjalan melewati Wolya. Wolya menahan bahu Yushin “jangan katakan kau ingin mengorbankan dirimu untuk menjadi pahlawan bagi negeri ini?!”  Yushin melepaskan tangan Wolya dari bahunya.  “aku hanya ingin melindungi Shilla..jika Gyebaek tahu aku ikut mundur, ia pasti akan memerintahkan pasukannya mengejarku…  aku, Jenderal Baek Ui dan Deok Chung  akan berusaha sebisa mungkin menahan mereka di sini dan akan menyusul kalian setelahnya…”   Wolya pun terdiam sebentar. Ia bisa memahami cara berpikir sahabatnya itu, lalu ia menaiki kudanya dan membalikkan badannya, memunggungi Yushin.  “kau!! jika kau tidak menyusul kami..akan kucabut gelarmu sebagai Panglima terhebat 3 Han!!” Yushin pun tertawa kecil  “akan kubuktikan pada wakilku bahwa itu adalah mustahil!” serunya.  Yushin pun berlari menuju area pertempuran. “tak akan kubiarkan Baekje mengambil wilayah Shilla!!” pikir Yushin. “HAIKK!!!”

Benteng Hwangsanbeol  
 “CLAAK…CLAAK” suara darah menetes jatuh ke lantai. Bi Dam dan Daemusin terdiam di tengah. Pedang Daemusin berhasil mengiris lengan kanan Bi Dam sementara Bi Dam berhasil menghujamkan  pedangnya tepat  di dada kanan Daemusin. “BI DAAM..BI DAAM…” isak Deok Man memanggil nama suaminya berulang-ulang  dari tempat duduknya. “Tu..Tuan!!”  Shin Ae yang dari tadi diam karena tegang memperhatikan pertarungan pun ikut menjerit. "SRAAT.." Bi Dam mencabut pedangnya. Daemusin pun limbung dan mundur ke belakang sebelum akhirnya jatuh duduk. “Tu..Tuan!!” Shin Ae segera berlari menghampiri tuannya itu. Bi Dam jatuh berlutut sambil bertumpu pada pedangnya “HOEEK!!” dan memuntahkan darah dari mulutnya.  Rupanya pendarahan organ dalamnya semakin parah. “BI DAAM!!” isak Deok Man. Bi Dam pun menghapus sisa darah dari mulutnya lalu menoleh menghadap istrinya dan tersenyum  “aku akan segera menjemputmu Deok Man..” gumamnya. Dengan segenap tenaganya, Ia pun berusaha untuk bangun “aku harus segera menyelesaikan ini semua…” pikirnya. Bi Dam pun berjalan mendekat ke arah  Daemusin yang sedang duduk dipapah Shin Ae. Shin Ae pun berusaha melindungi Daemusin. Ia berdiri di antara Daemusin dan Bi Dam. “Jangan!!Tuan sudah terluka cukup parah…aku mohon…ini sudah cukup kan?” isaknya. Shin Ae pun berlutut di hadapan Bi Dam dan memohon.  Melihat kondisi Daemusin yang parah lalu melihat Shin Ae yang memohon di hadapannya, ia pun menyarungkan pedangnya.  Shin Ae pun berterima kasih pada Bi Dam “te..terima ka..” “sraaaat..” sebilah pedang panjang menembus keluar dari dada kiri Shin Ae dan menusuk perut Bi Dam yang sudah terluka parah. “ugh!!” Bi Dam pun jatuh ke lantai. “Tu..Tuann..” gumam Shin Ae sebelum akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya dan rubuh. “KAU LEMAH BI DAM!!” seru Daemusin sambil tertawa. “BI DAAM!!” jerit Deok Man.

Luar Benteng Hwangsanbeol
“apa semuanya sudah siap?” tanya Wolya. “sudah Jenderal!!” jawab  Yesung, Im Jong, dan SeolJi serempak. “Jenderal apa kau benar-benar akan meninggalkan Panglima sendiri?” tanya Seolji. Wolya menoleh ke belakang, tempat dimana peperangan masih berlangsung. “tentu saja tidak…” jawab Wolya. “Jenderal?” tanya Yesung. “Seolji, tentu kau masih ingat aku pernah memintamu membuat gudang persenjataan rahasia untuk Bokyahwoe di wilayah perbatasan Goguryeo… “  Seolji pun terdiam sejenak sebelum ia menepuk jidatnya sendiri “astaga!!bagaimana aku bisa melupakannya!!” ujarnya. “apakah menurutmu senjata itu bisa dipakai?” tanya Wolya. “tentu saja!senjata buatan pengrajin di bawah bimbinganku pasti akan bertahan lama..” jawab Seolji dengan rasa bangga akan dirinya. “kalau begitu aku perintahkan pada pasukan di bawah Jenderal Im Jong dan Jenderal Yesung untuk tidak membawa persediaan senjata biar nanti pasukan tersebut menggunakan senjata dari gudang persenjataan rahasia yang dibuka Seolji..”  “baik Jenderal!” jawab Jenderal Yesung dan Im Jong serempak. “Jenderal Im Jong, aku percayakan komando kepadamu,lindungi wilayah perbatasan Shilla!!” ujar Wolya. “siap Jenderal!!” Jenderal Im Jong menundukkan kepalanya. “Seolji aku percayakan persediaan persenjataan di sana padamu..” “siap Jenderal!!” jawab Seolji. Jenderal Im Jong, Jenderal Yesung, dan Seolji pun pergi meninggalkan Wolya sendiri di garis belakang pertahanan Shilla. “Shilla bukanlah hanya tanggung jawab Yushin semata…Shilla sudah menerima penduduk Gaya..maka Shilla adalah tanggung jawabku juga..” gumam Wolya. “hah..hah..aku temukan kau Wolya!!” Wolya membalikan badannya. Dilihatnya seorang pria berpakaian bersimbol Baekje layaknya seorang jenderal besar dengan wajah tertutup sebelah oleh rambutnya. Tubuh pria itu penuh dengan cipratan darah seperti baru saja habis membantai satu batalyon pasukan. “kau..” gumam Wolya.  “ada hutang yang harus kau bayar padaku Wolya.. ” Jenderal Hodong menyeringai lebar.  

Benteng Hwangsanbeol  
“keparat kau Daemusin!!padahal dia sudah berusaha melindungimu tapi kau..” ujar Bi Dam dengan napas tersenggal-senggal sambil berusaha bangun. Daemusin mendorong mayat Shin Ae ke lantai. “aku tak butuh belas kasihan…” ujar Daemusin yang sudah menghunuskan pedangnya. “kau!!” geram Bi Dam. “CRAAT!!” darah menyembur keluar dari perut Bi Dam yang terluka. “argh!!” Bi Dam pun kembali jatuh tersungkur. “ini bukan saatnya mengasihani kematian orang lain, di saat kematianmu sudah dekat..”  ujar Daemusin sambil menyeringai lebar. Ia berjalan semakin mendekat dengan pedang di tangan kanannya.  

Luar Benteng Hwangsanbeol
“HIDUP KEJAYAAN BAEKJE!!BAEKJE!!”
Mendengar teriakan itu Yushin menoleh. “apakah Gyebaek berhasil menaklukan barisan pertahanan lagi?” pikirnya. Segerombolan prajurit berusaha menyerangnya  “HAIIIK!!” Yushin menusuk 5 orang sekaligus dengan tombak di tangannya. Lalu ia mencabut pedangnya dan melawan prajurit Baekje yang lain.  “kalian cepatlah berlindung..” ujarnya pada dua prajurit bawahannya yang terluka yang saling memapah satu dengan yang lain. “ba..baik Panglima..” ujar kedua prajurit itu. Salah seorang prajurit Shilla berlari ke arahnya dan memberi hormat “Panglima…pertahanan di wilayah barat berhasil dibentuk kembali…pasukan Jenderal Deok Chung dan Baek Ui berhasil memukul mundur Baekje di sana..” ujarnya dengan rasa gembira. “bagus… sekarang perintahkan Jenderal Deok Chung dan Jenderal Baek Ui untuk fokus ke tengah..” ujar Yushin. “siap Panglima!” jawab prajurit itu. “seperti kata Tuan Putri..meskipun kecil..harapan itu akan selalu ada…” pikir Yushin. “DEMI KEJAYAAN SHILLA!!DEMI SHILLA YANG BESAR!!” seru Yushin sambil mengacungkan pedangnya tinggi-tinggi. “HEAA!!” Pasukan Shilla yang tersisa ikut berteriak dan kembali bersemangat.
“BUAAGG!!BUUAG!!” Wolya dan Hodong saling menunjukkan kepiawaian mereka melakukan beladiri dengan tangan kosong. Dengan satu sapuan kaki, Hodong berhasil menjatuhkan Wolya dan kesempatan ini digunakannya untuk mencekik lawannya itu “kau harus melunasi penghinaan yang telah kau berikan padaku!!” seru Hodong. “KA..KAU!!” geram Wolya sambil berusaha melepaskan tangan-tangan Hodong yang mencekik lehernya. Hodong mengeluarkan belati kecil dari balik lengan pakaiannya. “akan kubuat kau merasakan apa yang aku rasakan!!” ujar Hodong menyeringai.  “SRAAT…”

Menjelang pagi hari
Istana Ingang, Shilla
Yang Mulia Raja membaca berulang kali gulungan surat yang dibacanya. Ia masih tidak percaya dengan apa yang telah Jenderal Baek Jong serahkan kepadanya. “SRAAK..” Pejabat Kim Seo Hyun memasukki ruangan dan memberi hormat. “Yang Mulia mereka sudah berada memasukki wilayah perbatasan Shilla dengan Hwangsanbeol..” ujar Kim Seo Hyun. Yang Mulia Raja menggulung surat yang berstempel Kekaisaran Tang itu dan meletakkannya di atas meja. “buka gerbang perbatasan!!” serunya.

Benteng Hwangsanbeol
“KAU AKAN SEGERA MATI BI DAM!!” seru Daemusin yang perlahan berjalan mendekat dengan pedang di tangan kanannya.
“BI DAAM..BI DAAM…bangunlah..” Deok Man terus menerus memanggil nama suaminya. Namun Bi Dam belum juga bangun sementara Daemusin perlahan semakin mendekat.  
“ugh..” Bi Dam berusaha membuka matanya namun rasanya sangat berat. “hosh..hosh..” sambil menahan pendarahan di perutnya iaa berusaha bertumpu pada satu tangannya untuk bangun namun lagi-lagi tersungkur ke lantai. Matanya tertuju pada istrinya yang terus menerus memanggil namanya. “Deok Man..Deok Man…” gumamnya.  Bi Dam pun mengambil pedangnya yang tergeletak di  lantai dan dengan segenap kekuatan yang tersisa, ia pun berusaha berdiri kembali. “AKU TIDAK BISA MATI BEGITU SAJA!!” serunya.
“HEAA!!!” Daemusin melancarkan serangan. Bi Dam yang masih limbung berusaha memasang kuda-kuda bertahan.
“JAB!!JAB!!”

Luar Benteng Hwangsanbeol
“ugh..” Wolya berusaha untuk bangkit berdiri dan mengambil pedangnya. Dilihatnya mayat Hodong yang tergeletak di tanah. Ia mati akibat tertusuk belatinya sendiri tepat di lehernya. Wolya bisa melihat kobaran api dan asap dari arena peperangan. “mudah-mudahan aku belum terlambat untuk membalas budiku pada Shilla..” gumam Wolya. “Jenderal…” Wolya menoleh ke belakang. Ternyata Jenderal Yesung yang memanggilnya. “Jenderal Yesung, kenapa engkau kembali?bukankah aku memerintahkan dirimu untuk..”
Dari balik punggung Jenderal Yesung, seorang pria berpakaian besi berwarna emas dengan jubah merah  berjalan menghadap Wolya dan memberi hormat padanya. Wolya melihat lambang kerajaan yang terpasang pada lengan pakaian besi pria itu. “kau?” gumam Wolya. “saya Jenderal Zhou Yu diutus oleh Kaisar Taizong untuk membentuk aliansi Tang dengan Shilla..” ujar pria itu seraya menyerahkan sebuah gulungan pada Wolya.

Benteng Hwangsanbeol
2 buah panah melesat di udara lalu menghujam Daemusin tepat pada dadanya. “ugh..”  Daemusin menyemburkan darah dari mulutnya. “HEAA!!” Bi Dam dengan sekuat tenaganya yang tersisa menusuk  Daemusin hingga akhirnya Daemusin pun jatuh berlutut dan tersungkur di lantai tanpa bisa bangkit lagi. “haah…” Bi Dam pun kehabisan tenaganya dan mulai limbung kehilangan keseimbangannya. “Tuan Perdana Menteri!!” seru Alcheon bersama kelima hwarang pengawal Deok Man. Il Woo yang masih memegang busur di tangannya bersama Alcheon dan Bi Ryu berusaha memapah Bi Dam, sementara Dae Gil, Yong Joon, dan Shi Yoon berlari menuju Deok Man dan membebaskannya dari tali-tali yang mengikatnya.
“BI DAM..” Deok Man segera berlari menuruni tangga menghampiri suaminya.
“Deok Man…” gumam Bi Dam, ia berusaha melepaskan diri dari sanggahan para hwarang dan berjalan perlahan. “Deok Man..” gumam Bi Dam tersenyum ketika berada di hadapan istrinya. Dengan tertatih-tatih, Bi Dam berjalan sebelum akhirnya ia jatuh dalam pelukan hangat istrinya. “akhirnya aku  bisa memelukmu kembali…Deok Man..” bisik Bi Dam. “Bi Dam…” bisik Deok Man. “sraat..” Deok Man merasa tubuh Bi Dam semakin berat bersandar padanya. “Bi Dam?Bi Dam?” panggil Deok Man dengan nada khawatir. “bruuk..” Tubuh Bi Dam perlahan merosot dan hampir saja  jatuh jika Alcheon dan hwarang lainnya tidak memapahnya. “Bi Dam...Bi Dam bertahanlah….sebentar lagi kita kan keluar dari sini..” ujar Deok Man sambil berusaha menahan pendarahan Bi Dam dengan tangannya dibantu yang lain. “Bi Dam..kau harus bertahan Bi Dam…kau harus bertahan..” ujar Deok Man. Namun mata Bi Dam masih menutup rapat dan tidak membuka. Air mata mengalir semakin deras membasahi pipi Deok Man. “BI DAAM..” jerit pilu Deok Man.

4 komentar:

  1. daemusin emang pantas mati,, ia gak tau balas budi...

    saya tunggu kelanjutannya ya mbak...

    BalasHapus
  2. duuh gimana ya nasibnya bidam... dah gak sabar liat chapter berikut'na.....

    BalasHapus
  3. siiip ^^d makasih yaa karena udah setia ngikutin n komennya..mohon maaf nie kalo misalnya update'an yg minggu ini bisa telat ampe 2 minggu coz authornya gy ujian soalnya >.< (mianhe)

    BalasHapus
  4. ya gak papa yng pnting critanya bisa lanjut...

    BalasHapus